tag:blogger.com,1999:blog-26767296099840115172024-03-19T04:57:57.871-07:00Marx MahinKumpulan TulisankuMarx Mahinhttp://www.blogger.com/profile/13756946988006790093noreply@blogger.comBlogger47125tag:blogger.com,1999:blog-2676729609984011517.post-86949833901637213462023-09-09T16:46:00.001-07:002023-09-09T17:03:00.543-07:00SEJARAH DAYAK MENURUT P. J. VETH (1)<p><span style="color: red; font-family: arial;"><b></b></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><span style="color: red; font-family: arial;"><b><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhxwR-p7Ccu0iBTJ7q219xKZxdnupRf0Pp4ja70YV5OAA4-B8rPWvEjwrmYKc4aR20r49GbqN_VkjwYJ8T9GhwOaY7gqVytNLLD4DxjIYh4KDBBLxhMgMn0EnTMcNX5T71YgoM9STXOLTt6r6g_ZwoMqJwCXcMmUI3WmlBFNYHa8pzjWzLP85WW3JE6mAc/s500/Veth%201.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img alt="Veth, P J. 1854." border="0" data-original-height="500" data-original-width="314" height="640" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhxwR-p7Ccu0iBTJ7q219xKZxdnupRf0Pp4ja70YV5OAA4-B8rPWvEjwrmYKc4aR20r49GbqN_VkjwYJ8T9GhwOaY7gqVytNLLD4DxjIYh4KDBBLxhMgMn0EnTMcNX5T71YgoM9STXOLTt6r6g_ZwoMqJwCXcMmUI3WmlBFNYHa8pzjWzLP85WW3JE6mAc/w402-h640/Veth%201.jpg" title="Borneo’s Wester-Afdeeling: Geografisch, Statistich, Historisch. Zaltbommel: John Norman en Zoon." width="402" /></a></b></span></div><span style="color: red; font-family: arial;"><b><br /><span style="text-align: justify;"><br /></span></b></span><p></p><p><span style="color: red; font-family: arial;"><b><span style="text-align: justify;">Sumber: </span><span lang="EN-US" style="background: white; line-height: 115%; text-align: justify;">Veth, P J. 1854. Borneo’s Wester-Afdeeling:
Geografisch, Statistich, Historisch. Zaltbommel: John Norman en Zoon.</span></b></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><o:p></o:p></p>
<h3 style="text-align: justify;"><b>1. Sejarah Zaman Purba Borneo Sangat Gelap</b></h3>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US">Sejarah zaman purba dari Pantai Barat Borneo sama sekali gelap. Ini
bukan merupakan sesuatu yang aneh, karena ini dapat dikatakan hampir terdapat di semua negara. Tepatlah apa yang dikatakan oleh seorang ahli etnologi :
“Sebenarnya tidak ada satu negarapun dari mana dapat dipastikan bahwa
masyarakatnya yang dikenal sekarang atau salah satu yang sebelumnya, menjadi
yang tertua. Di kebanyakan daerah ditemukan peninggalan-peninggalan atau
ceritera-ceritera bersejarah dari suku-suku yang lebih dulu, yang oleh penduduk
sekarang dianggap sebagai yang berbeda dari mereka sendiri. Pada semua bangsa
yang tidak beradab, zaman dulu cepat menjadi gelap dan tidak jelas; satu kali
sangat dibesarkan, lain kali sama sekali dilupakan. Karena itu, keinginan untuk
membuktikan bahwa salah satu suku yang menduduki salah satu daerah, merupakan
yang pertama, merupakan satu keinginan yang tidak dapat dipenuhi."<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US">Diketahui bahwa banyak penulis berpendapat bahwa penduduk tertua
dari Nusantara terdiri dari suku orang-orang Negro, yang disebut negrito,
termasuk sampai juga orang-orang Papua, penduduk "Nieuw Guinea”. </span><span lang="NL">Tetapi tuan van Lijnden memastikan bahwa
tidak temukan tanda-tanda dari mereka di Borneo. Dia menekankan, bahwa
berita-berita tertua tentang pulau ini, yang berasal dari orang-orang Cina,
tidak menyinggung ini, dan dia berpendapat bahwa tidak bisa masuk akal bahwa
orang-orang Papua diusir oleh orang-orang Dayak, karena perbedaan dalam
kebudayaan antara kedua bangsa ini tidak sebegitu besar, dan baik yang
terakhir, maupun yang pertama tersebut, nampak lebih cocok untuk dikuasai
daripada menguasai.<o:p></o:p></span></p>
<h3 style="text-align: justify;"><b><span lang="NL">2. ASAL-USUL PENDUDUK ASLI</span></b></h3>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="NL">Tetapi kita tidak boleh terlalu cepat
menerima kesimpulan-kesimpulan dari tuan van Lijnden. Saya pikir bahwa pendapat
tentang ras Negro, kalau ini pernah hadir di Borneo, masih harus berada disitu,
sebagai satu suku yang berdiri sendiri dan tidak berangsur-angsur bersatu
dengan orang-orang Dayak sampai menjadi satu bangsa, berdasar atas satu dasar
yang salah. Kalau kita menganggap bahwa orang-orang Negro dari Nusantara
berasal dari Afrika, sesuatu yang sangat mungkin, kita akan mengenal tanda-tanda
dari kehadiran orang-orang Negro, atau sekurang-kurangnya dari bangsa-bangsa
yang untuk sebagian berasal dari mereka, yang dalam banyak hal mempunyai
kesamaan antara adat-istiadat, pemahaman-pemahaman keagamaan, dan malahan dalam
bahasa-bahasa dari bangsa-bangsa Nusantara dan yang dari Afrika, justru disitu
dimana tidak ada peninggalan-peninggalan dan kekhususan-kekhususan fisis.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="NL">Kebiasaan-kebiasaan orang-orang Dayak
dalam banyak hal mempunyai kesamaan yang khas dengan orang-orang dari Afrika,
sehingga semacam hubungan famili antara keduanya menjadi dasar yang cukup untuk
dapat diterima, dengan persyaratan bahwa hal ini tidak boleh dijadikan satu
gambaran berlebihan dari itu. Bahwa semua percobaan untuk menyimpulkan salah
satu suku, dari masyarakat majemuk Nusantara yang begitu kaya, berasal dari
satu bangsa tertentu di daratan, akan gagal dan akan, saya berpendapat, selalu
gagal, karena kita menghadapi dalam semua bangsa Nusantara, termasuk yang
tertua, ras-ras yang tercampur, dari mana segala bagian yang berbeda-beda,
dengan bermacam-macam cara telah berhubungan dengan yang lain.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="NL">Marilah kita sebentar mendengar tuan
Logan, yang keahliannya pada bidang etnologi tak usah kalah dari orang lain.
Dia katakan:<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="NL">"Tidak diragukan, bahwa Nusantara
memiliki satu sejarah, sama dengan bangsa lain yang beradab di sekitar lautan,
dan bahwa, sampai kurun waktu terjauh sejarah bangsa-bangsa itu dapat pergi,
ada suku-suku dari pendudukpenduduk pulau-pulau ini, yang memiliki
hubungan-hubungan dengan yang dari daratan. Saya belum pernah menemukan salah
satu suku, kepada mana dapat menentukan satu sifat asli, dan yang hanya
terdapat di pulau-pulau Asia, dan saya berkeyakinan, bahwa juga tidak pernah
hal semacam ini akan ditemukan. Saya belum pernah menemukan salah satu bangsa
di daratan, dari mana salah satu bagian, dari penduduk-penduduk di kepulauan,
langsung bisa berasal dalam garis lurus, atau darimana dapat dikatakan bahwa
mereka lebih tua daripada masyarakat di kepulauan. Adalah sama sulit untuk
mengatakan apakah ras-ras orang-orang pulau tidak ada, daripada mengatakan
apakah mereka ada. </span><span lang="DE">Adakah
mereka berfamili dengan orang-orang Cina dan bangsabangsa yang sebelah Barat
berbatas dengannya? Terdapat tanda-tanda khas dan jelas dari bermacam-macam
sifat, yang menunjukkan bahwa mengenai hubungan semacam ini tidak perlu
diragukan. Adakah hubungan ini terbatas sampai pada salah satu bagian dari
dunia kepulauan ini, atau sampai kepada salah satu suku tertentu dari
bangsa-bangsa Hindia Belanda? Ini meluas dari Sumatra sampai pulau Paskah; ini
memuat komponen-komponen Birma, Siam, Anam¹, Cina dan lainnya, juga yang
disebut masuk suku-suku daratan yang lebih kurang beradab, yang harus masuk
famili ini. Meluaskan hubungan ini lebih jauh di daratan daripada Hindia
Belakang? Negara-negara perbatasan penuh gunung dari lembah Asam dan Himalaya
didiami oleh suku-suku, dimana dalam beberapa garis-garis besar mempunyai
kesamaan dengan penduduk di kepulauan. Kalau kita menaiki Himalaya dan pindah
demikian kepada daratan tinggi Asia tengah (pusat), kita sekurang-kurangnya
dapat mengharapkan bahwa kesamaan dengan penduduk kepulauan berhenti? Jauh dari
itu. Dia mengikuti kita ke Tibet, dan pergi lebih ke Utara ke negara-negara
orang-orang Turki dan Mongolia, dan dari situ ke bangsa-bangsa Siberia, dan
juga masih di situ kita mengenal tanda-tanda dari penduduk di kepulauan.
Marilah kita sekarang kembali ke daerah-daerah Selatan dan pergi ke ras-ras
yang tua dari Hindustan, dan kita menemukan juga di sini mereka masih dalam
satu jumlah lebih besar. Menyeberangi lautan Hindia kita mengenal suku-suku
sepanjang pantai-pantai Barat dan kita akan dengan heran melihat bahwa, dalam
banyak hal juga ada kesamaan-kesamaan dengan bangsa-bangsa Asia-Timur, mereka
masih kalah dalam kepentingan terhadap yang dari bangsa-bangsa Afrika. Kita
ambil jarak terjauh dari bumi yang diizinkan dihuni untuk kita, antara
penduduk-penduduk pulau-pulau Nusantara dan suku-suku dengan mana kita
membandingkannya, maka kita menemukan masih ada tanda-tanda kesamaan. Di Eropah
kita menemukan mereka pada orang-orang Finlandia dan Lapland, pada orang-orang
Hongaria, pada orang-orang Britis yang tua, orang-orang Yunani dan lain-lain
bangsa. Di Amerika orang-orang Eskimo dari Utara, orang-orang Abipon dari
Selatan, dan banyak ras yang lain, menunjuk air-muka dari penduduk-penduduk
pulau-pulau Asia pada satu cara yang sangat menonjol. Dalam satu kata,
penduduk-peduduk pulau-pulau Hindia ternyata ambil bagian dalam segala hal
besar dan perkembangan rakyat antara keturunan manusia, yang dapat diselidiki;
dan kalau ditanya kepada ukuran terbaik dan jelas mencerminkan pengaruh
bangsa-bangsa secara timbal balik, ialah bahasa, atau dia tidak dalam
hubungan-hubungan sejarah dari penduduk-penduduk pulau-pulau Asia ke segala
jurusan dapat membatasi diri sampai salah satu daerah, dia menjawab, bahwa
bahasa-bahasa penduduk-penduduk pulau-pulau berfamili dengan segala
keluarga-keluarga bahasa terpenting. Kesamaan bukan tanpa arti atau kebetulan;
dia dapat dirasa dan punya dasar dan dapat dibuktikan oleh satu jumlah besar
fakta-fakta. Mengikut setiap tanda hubungan yang jelas sampai pada sumbernya,
mengandung satu kesulitan besar, dan tidak mungkin dibuat sempurna dalam banyak
jurusan yang sebenarnya diperlukan. Tetapi hanya sudah gambaran dari luasnya
hubungan-hubungan ini begitu besar dan begitu pasti, langsung menghasilkan satu
kesimpulan yang sangat penting, ialah bahwa etnologi pulau-pulau Asia harus
ikut menerangkan etnologi dari setiap daerah di dunia ini, dan bahwa
masyarakat-masyarakat kurang-lebih sama tua daripada suku-suku terlama dikenal
dari daratan. Dan adalah sama tidak mungkin, suku-suku dari pulau-pulau secara
khusus disimpulkan dari beberapa suku ini, daripada itu tidak mungkin untuk
saling perbuat. Kita harus melihat keduanya sebagai garis-garis, yang sejauh
itu diperpanjang ke zaman dulu, terus lebih saling mendekati, tetapi sekaligus
sebagai hiperbol dan asymtot ²."<b><span style="color: red;">(BERSAMBUNG)</span></b><o:p></o:p></span></p>Marx Mahinhttp://www.blogger.com/profile/13756946988006790093noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2676729609984011517.post-33512904715740860142023-09-09T02:06:00.001-07:002023-09-09T17:05:04.283-07:00Dayak Tomun 4<p></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg2ZldDAXTsGlYIaOj-APSZ9-n3_ZvMpCcrslHYPxXCxDdUHZDeWFpRgDuwdFeQH3RZTlXWShvRf74-RaHNyoV6lD0p-15YAX6iGEyyLVUzD8VQEciTgF6pB0G6oRjyvPuZCu9Qny8USgjShDcflSjUODRjNrpGSsOaysGNZP5gO5wHXfRET0jfs0Ipr1U/s2000/Dayak%20Tomun%204.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img alt="Kalimantan, Borneo, Dayak" border="0" data-original-height="1333" data-original-width="2000" height="426" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg2ZldDAXTsGlYIaOj-APSZ9-n3_ZvMpCcrslHYPxXCxDdUHZDeWFpRgDuwdFeQH3RZTlXWShvRf74-RaHNyoV6lD0p-15YAX6iGEyyLVUzD8VQEciTgF6pB0G6oRjyvPuZCu9Qny8USgjShDcflSjUODRjNrpGSsOaysGNZP5gO5wHXfRET0jfs0Ipr1U/w640-h426/Dayak%20Tomun%204.jpg" title="Lumbung Padi Dayak Tomun" width="640" /></a></div><br /><span style="background-color: white; color: #050505; font-family: inherit; font-size: 15px; white-space-collapse: preserve;"><br /></span><p></p><p><span style="background-color: white; color: #050505; font-family: inherit; font-size: 15px; white-space-collapse: preserve;"><br /></span></p><h3 style="text-align: left;"><span style="background-color: white; color: #050505; font-family: inherit; font-size: 15px; white-space-collapse: preserve;">𝗣𝗔𝗥𝗔 𝗟𝗘𝗟𝗨𝗛𝗨𝗥 𝗬𝗔𝗡𝗚 𝗠𝗔𝗕𝗨𝗞 𝗝𝗔𝗠𝗨𝗥</span></h3><p><span style="background-color: white; color: #050505; font-family: arial; font-size: 15px; white-space-collapse: preserve;">Orang-orang Dayak Tomun yang saya jumpai selalu mengajukan pengakuan bahwa mereka semua berasal dari satu tempat atau asal-usul yang sama yaitu Kerajaan Sarang Pruya, satu tempat yang sekarang ini berada di hulu Sungai Batang Kawa berbatasan dengan Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat. </span></p><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="user-select: text;"><span style="font-family: arial;"><span style="user-select: text;"><a style="color: #385898; cursor: pointer; user-select: text;" tabindex="-1"></a></span>Berdasarkan tuturan lisan, konon Kerajaan Sarang Paruya berdiri sebelum Masehi yaitu sekitar tahun ±1522, penduduk tempatan menyebutkannya dengan istilah 𝙩𝙖𝙣𝙖𝙝 𝙢𝙪𝙡𝙖 𝙩𝙪𝙢𝙗𝙪𝙝 𝙠𝙖𝙧𝙤𝙨𝙞𝙠 𝙢𝙪𝙡𝙖 𝙖𝙙𝙖 (pada awal mula zaman), dipimpin seorang Raja bernama Santomang dengan permaisuri bernama Laminding. </span></div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="user-select: text;"><span style="font-family: arial;">Sebelum eksistensi di Sarang Pruya, juga diceritakan tentang sejarah asal-usul nenek moyang yang diturunkan ke bumi, namun gagal karena setiap kali diturunkan mati dilahap oleh hantu. Hingga akhirnya datang seekor anjing yang menggonggong keras sehingga hantu lari terbirit-birit dan akhirnya manusia bisa mendiami bumi. </span></div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="user-select: text;"><span style="font-family: arial;">Karena itu orang Dayak Tomun sangat menghargai anjing. Pada masa lalu anjing juga ikut serta ditiwahkan saat majikannya ditiwahkan. Tiwah adalah ritual keagamaan terakhir dalam sistem kepercayaan orang Dayak.</span></div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="user-select: text;"><span style="font-family: arial;">Kebersamaan di Sarang Pruya berakhir saat negeri itu dilanda wabah cacar. Penduduk tercerai-berai, tersebar ke berbagai tempat untuk menyelamatkan diri antara lain: Sungai Jelai, Arut, Lamandau, Kumai dan puluhan anak sungai kecil lainnya. Karena hidup terpisah maka terjadi perbedaan dialek bahasa antara mereka, kendatipun demikian masih bisa saling mengerti atau "nomun". </span></div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="user-select: text;"><span style="font-family: arial;">***</span></div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="user-select: text;"><span style="font-family: arial;">Berkaitan dengan perbedaan dialek bahasa, orang Dayak Tomun yang berdiam di Sungai Arut menuturkan "Mitos Kulat Perah". Konon katanya, pada masa lalu para leluhur memiliki satu bahasa yang sama. Pada satu ketika mereka mengadakan satu pesta besar yang dihadiri banyak orang. Dalam pesta itu dihidangkan berbagai hidangan daging yang telah dicampur jamur hutan (kulat perah). </span></div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="user-select: text;"><span style="font-family: arial;">Usai makan semua peserta pesta mabuk jamur yang menyebabkan ucapan mereka kacau-balau dan berbeda-beda. Huruf “o“ menjadi "a" atau “u“ atau sebaliknya “u“ menjadi "a" atau “o“. Akibatnya satu dengan yang lain tidak saling mengerti. </span></div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="user-select: text;"><span style="font-family: arial;">Hingga ada seseorang yang sadar akan perbedaan yang menjadi sumber kekacauan itu. Ia mengajarkan bagaimana memahami atau menterjemahkan dialek bahasa yang kedengarannya aneh dan asing bagi mereka. Dengan cara itu akhirnya mereka dapat memahami atau dapat mengerti dialek bahasa satu dengan yang lain. Dalam bahasa Dayak Tomun di Sungai Arut, kata “tomun” atau “menomunkan” berarti “menterjemahkan”. [*MM*]</span></div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="user-select: text;"><span style="font-family: arial;">𝗣𝗘𝗥𝗜𝗡𝗚𝗔𝗧𝗔𝗡 !</span></div><div dir="auto" style="user-select: text;"><span style="font-family: arial;">𝗦𝗮𝘆𝗮 𝗧𝗜𝗗𝗔𝗞 𝗺𝗲𝗻𝗴𝗶𝘇𝗶𝗻𝗸𝗮𝗻 𝘀𝗶𝗮𝗽𝗮𝗽𝘂𝗻 𝘂𝗻𝘁𝘂𝗸 𝗺𝗲𝗺𝗮𝗸𝗮𝗶 𝗮𝘁𝗮𝘂 𝗺𝗲𝗻𝗴𝗮𝗺𝗯𝗶𝗹 𝘁𝘂𝗹𝗶𝘀𝗮𝗻 𝗶𝗻𝗶 𝘂𝗻𝘁𝘂𝗸 𝗱𝗶𝘁𝗲𝗿𝗯𝗶𝘁𝗸𝗮𝗻 𝗱𝗮𝗹𝗮𝗺 𝗯𝗲𝗻𝘁𝘂𝗸 𝗮𝗽𝗮𝗽𝘂𝗻 𝗮𝘁𝗮𝘂 𝗺𝗲𝗻𝗴𝗮𝗹𝗶𝗵𝗸𝗮𝗻𝗻𝘆𝗮 𝗸𝗲 𝗯𝗲𝗻𝘁𝘂𝗸 𝘃𝗶𝗱𝗲𝗼, 𝘁𝗶𝗸𝘁𝗼𝗸, 𝘆𝗼𝘂 𝘁𝘂𝗯𝗲 𝗱𝗹𝗹..</span></div></div>Marx Mahinhttp://www.blogger.com/profile/13756946988006790093noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2676729609984011517.post-91569809484634708682023-09-09T02:00:00.001-07:002023-09-09T02:08:42.951-07:00𝗗𝗔𝗬𝗔𝗞 𝗧𝗢𝗠𝗨𝗡 (𝗕𝗮𝗴𝗶𝗮𝗻 𝟯)<p> </p><p><br /></p><div class="xdj266r x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; white-space-collapse: preserve;"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgArSHxskkqaSmD3Dhj6JXLaDlnPlVGHOxySh3sH9GsE8QPm70wFIIZIMhbLUuhad-oaagh493zgLGpxqfyixrZ0k75LBEivh3G_9UJh0AB0XfaPzKWk9CaJafWtA2-520SuRwXV4R89Okei8cgeoOvFJqdG1DAIcQUjqVdUh-PiRQuMqgh3pVrmGEWiUQ/s820/Dayak%20Tomun%203.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="820" data-original-width="615" height="640" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgArSHxskkqaSmD3Dhj6JXLaDlnPlVGHOxySh3sH9GsE8QPm70wFIIZIMhbLUuhad-oaagh493zgLGpxqfyixrZ0k75LBEivh3G_9UJh0AB0XfaPzKWk9CaJafWtA2-520SuRwXV4R89Okei8cgeoOvFJqdG1DAIcQUjqVdUh-PiRQuMqgh3pVrmGEWiUQ/w480-h640/Dayak%20Tomun%203.jpg" width="480" /></a></div><br /><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text !important;"><br /></div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text !important;"><b>IDENTITAS BERSAMA</b></div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; text-align: justify; user-select: text !important;">Dalam "Laporan Akhir Kajian Tata Adat Masyarakat di Kabupaten Lamandau" disebutkan bahwa istilah Tomun atau Dayak Tomun sudah muncul sekitar tahun 1980-an. Artinya istilah Dayak Tomun telah muncul 22 tahun sebelum Kabupaten Lamandau berdiri (2009: 45). Kabupaten Lamandau merupakan salah satu kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Kotawaringin Barat berdasarkan Undang– Undang Nomor 5 tahun 2002, yang <span style="font-family: inherit; user-select: text !important;"><a style="color: #385898; cursor: pointer; font-family: inherit; user-select: text !important;" tabindex="-1"></a></span>diresmikan pada tanggal 4 Agustus 2002 dengan Ibukota Nanga Bulik. </div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; text-align: justify; user-select: text !important;">Benhard Badu, seorang guru yang juga adalah penilik kebudayaan, disebutkan sebagai salah seorang yang mengintroduksi penamaan Dayak Tomun untuk menyebutkan semua kelompok Dayak yang berada di Kabupaten Lamandau sekarang ini. Seiring pada waktu itu di Pangkalan Bun didirikan Perhimpunan Pemuda Pelajar Dayak Tumon. Dengan demikian nama Dayak Tumon sudah mulai dipakai sebagai identitas diri. </div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; text-align: justify; user-select: text !important;">Pada 3 November 1999 diadakan sosialisasi rencana pemekaran Kabupaten Kotawaringin Barat menjadi dua kabupaten yaitu Kabupaten Kotawaringin Barat dan Kabupaten Sukamara. Dalam sosialisasi itu, direncanakan bahwa daerah BULANG (Bulik, Lamandau, Delang) yang merupakan kediaman orang Dayak Tomun yaitu Kecamatan Bulik, Lamandau dan Delang akan menjadi bagian dari Kabupaten Sukamara. </div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; text-align: justify; user-select: text !important;">Tiga orang Camat yang hadir saat itu tidak memberikan pendapat apapun alias abstain, namun hal itu mendapat tanggapan hangat dari para tokoh yang menjadi perantauan di Kota Palangka Raya. Mereka melakukan Studi Kualitatif tentang pembentukan Kabupaten Lamandau sebagai respon Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah. </div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; text-align: justify; user-select: text !important;">Hasil studi itu kemudian disosialisasikan kepada masyarakat pada pertemuan Kerukunan Tamuai Kobar di Palangka Raya pada 7 November 1999. Pada 10 November 1999 didakan pertemuan para tokoh masyarakat di Pangkalan Bun dengan keputusan mengirim surat kepada Bupati dan DPRD Kabupaten, Gubernur dan DPRD Provinsi Kalimantan Tengah tentang pembentukan Kabupaten Lamandau. </div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; text-align: justify; user-select: text !important;">Rencana tentang keinginan masyarakat untuk penyatuan 3 kecamatan menjadi Kabupaten Lamandau itu oleh para tokoh diekspose dalam SKH Kalteng Pos pada 17 November 1999. Kegiatan tersebut berlanjut dengan Pertemuan Forum Komunikasi Masyarakat Pedalaman/FKMP pada 20 November 1999 untuk mengadakan jajak pendapat dari tokoh masyarakat, agama, pemuda, cendekiawan dan pemerhati, dengan hasil setuju dengan rencana pembentukan Kabupaten Lamandau. </div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; text-align: justify; user-select: text !important;">Akhirnya Kabupaten Lamandau berdiri berdasarkan Undang– Undang Nomor 5 tahun 2002, yang diresmikan pada tanggal 4 Agustus 2002 dengan Ibukota Nanga Bulik. </div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; text-align: justify; user-select: text !important;">***</div><div dir="auto" style="font-family: inherit; text-align: justify; user-select: text !important;">Dalam proses pemekaran Kabupaten Kotawaringin Barat dan pendirian Kabupaten Lamandau, para elite dan kaum terdidik yang berasal dari daerah BULANG mengambil kesepakatan bahwa nama identitas mereka di kabupaten yang baru adalah Tomun yang secara harafiah berarti "bertemu”, “berjumpa" atau ”saling mengerti”. </div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; text-align: justify; user-select: text !important;">Nama etnis yang telah diintroduksi sejak 80-an menemukan momentumnya saat pendirian kabupaten baru. Jadi, nama Dayak Tomun adalah identitas etnis yang disepakati bersama.</div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; text-align: justify; user-select: text !important;">Dengan demikian, tampak bahwa mereka sendiri yang memilih dan memutuskan istilah "Tomun” sebagai identitas bersama yang dipakai oleh mereka sendiri untuk menunjuk dan menyebut diri mereka sendiri sebagai sekelompok suku Dayak yang dapat saling mengerti dan memahami satu dengan yang lain kendatipun berbeda tempat tinggal dan memiliki beragam dialek bahasa. </div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; text-align: justify; user-select: text !important;">Kata "Tomun” dapat juga berarti “berbicara”, “bermusyawarah”, “bertemu”, atau “adanya perjumpaan untuk saling memahami”.</div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; text-align: justify; user-select: text !important;">(Bersambung...............)</div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text !important;">𝗣𝗘𝗥𝗜𝗡𝗚𝗔𝗧𝗔𝗡 !</div><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text !important;">𝗦𝗮𝘆𝗮 𝗧𝗜𝗗𝗔𝗞 𝗺𝗲𝗻𝗴𝗶𝘇𝗶𝗻𝗸𝗮𝗻 𝘀𝗶𝗮𝗽𝗮𝗽𝘂𝗻 𝘂𝗻𝘁𝘂𝗸 𝗺𝗲𝗺𝗮𝗸𝗮𝗶 𝗮𝘁𝗮𝘂 𝗺𝗲𝗻𝗴𝗮𝗺𝗯𝗶𝗹 𝘁𝘂𝗹𝗶𝘀𝗮𝗻 𝗶𝗻𝗶 𝘂𝗻𝘁𝘂𝗸 𝗱𝗶𝘁𝗲𝗿𝗯𝗶𝘁𝗸𝗮𝗻 𝗱𝗮𝗹𝗮𝗺 𝗯𝗲𝗻𝘁𝘂𝗸 𝗮𝗽𝗮𝗽𝘂𝗻 𝗮𝘁𝗮𝘂 𝗺𝗲𝗻𝗴𝗮𝗹𝗶𝗵𝗸𝗮𝗻𝗻𝘆𝗮 𝗸𝗲 𝗯𝗲𝗻𝘁𝘂𝗸 𝘃𝗶𝗱𝗲𝗼, 𝘁𝗶𝗸𝘁𝗼𝗸, 𝘆𝗼𝘂 𝘁𝘂𝗯𝗲 𝗱𝗹𝗹..</div></div>Marx Mahinhttp://www.blogger.com/profile/13756946988006790093noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2676729609984011517.post-11413519171545419922023-09-08T18:57:00.001-07:002023-09-09T02:08:36.419-07:00DAYAK TOMUN (Bagian 2)<p> </p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgA5-I37BvHJU5KuVUo2ZnSbBYB0PWILocq4BM394GWKSKzEirBD_m6h7UAE-mccZUHe065xO6I86ROCmY-BJ7ZRItZh33BqquMSYar5w_SBEeBAoCAdpGuvEIdLs67POE1PWmFJKY6rtHkWpOwgfdsiKP3NQHHnU2GHF9rDlxGg0j9s9o07Y285FJo8so/s1094/Dayak%20Tomun%202.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="820" data-original-width="1094" height="480" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgA5-I37BvHJU5KuVUo2ZnSbBYB0PWILocq4BM394GWKSKzEirBD_m6h7UAE-mccZUHe065xO6I86ROCmY-BJ7ZRItZh33BqquMSYar5w_SBEeBAoCAdpGuvEIdLs67POE1PWmFJKY6rtHkWpOwgfdsiKP3NQHHnU2GHF9rDlxGg0j9s9o07Y285FJo8so/w640-h480/Dayak%20Tomun%202.jpg" width="640" /></a></div><br /><p></p><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text !important;"><b>DAYAK BLAMAN</b></div><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text !important;">Pada tahun 2000-an, suku Dayak Tomun sempat menyandang atau diberi nama sebagai Dayak Blaman. Penamaan itu tampak dari beberapa tulisan antara lain:</div><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text !important;">- "Hukum Adat Dayak Blaman" yang ditulis oleh Thedan Usit dkk., pada tahun 2000 di Nanga Bulik, Kecamatan Bulik. Tulisan ini kemudian diterbitkan oleh Biro Hukum Setda Provinsi Kalimantan Tengah pada tahun 2008, dengan judul "Hukum Adat Dayak Blaman Kabupaten Lamandau.".</div><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text !important;">- <span style="font-family: inherit; user-select: text !important;"><a style="color: #385898; cursor: pointer; font-family: inherit; user-select: text !important;" tabindex="-1"></a></span>"Adat Istiadat dan Seni Budaya Masyarakat Blaman Bulik", ditulis oleh Edi Yakob, dicetak pada tahun 2008 di Yogyakarta oleh Penerbit Kanisius. </div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text !important;">Sebagaimana dijelaskan oleh Yosepha dan Jelahu (2019:236) kata “Blaman“ berasal dari Bahasa Bulik yang berarti “pedesaan”. Menurutnya Dayak Blaman adalah Suku Dayak yang masyarakatnya terpencar di desa-desa sekitar Sungai Bulik dan Mentobi, antara lain Desa Sungkup, Nanga Koring, Toka, Sepondam, Merambang, Batu Tunggal, Kemujan, Pedongatan, Melata, Nanuah dan Lubuk Hiju.</div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text !important;">Namun penamaan tersebut tidak berterima secara luas dengan alasan bahwa nama Dayak Blaman tidak mencakup keseluruhan kelompok suku, hanya mewakili kelompok masyarakat yang bermukim daerah Sungai Bulik dan Mentobi. </div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text !important;">(Bersambung...............)</div><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text !important;">𝗣𝗘𝗥𝗜𝗡𝗚𝗔𝗧𝗔𝗡 !</div><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text !important;">𝗦𝗮𝘆𝗮 𝗧𝗜𝗗𝗔𝗞 𝗺𝗲𝗻𝗴𝗶𝘇𝗶𝗻𝗸𝗮𝗻 𝘀𝗶𝗮𝗽𝗮𝗽𝘂𝗻 𝘂𝗻𝘁𝘂𝗸 𝗺𝗲𝗺𝗮𝗸𝗮𝗶 𝗮𝘁𝗮𝘂 𝗺𝗲𝗻𝗴𝗮𝗺𝗯𝗶𝗹 𝘁𝘂𝗹𝗶𝘀𝗮𝗻 𝗶𝗻𝗶 𝘂𝗻𝘁𝘂𝗸 𝗱𝗶𝘁𝗲𝗿𝗯𝗶𝘁𝗸𝗮𝗻 𝗱𝗮𝗹𝗮𝗺 𝗯𝗲𝗻𝘁𝘂𝗸 𝗮𝗽𝗮𝗽𝘂𝗻 𝗮𝘁𝗮𝘂 𝗺𝗲𝗻𝗴𝗮𝗹𝗶𝗵𝗸𝗮𝗻𝗻𝘆𝗮 𝗸𝗲 𝗯𝗲𝗻𝘁𝘂𝗸 𝘃𝗶𝗱𝗲𝗼, 𝘁𝗶𝗸𝘁𝗼𝗸, 𝘆𝗼𝘂 𝘁𝘂𝗯𝗲 𝗱𝗹𝗹..</div></div>Marx Mahinhttp://www.blogger.com/profile/13756946988006790093noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2676729609984011517.post-19414272545271352402023-09-08T04:21:00.003-07:002023-09-09T02:08:29.121-07:00DAYAK TOMUN (bagian 1)<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjuta3fm-AkWRLm699o76uUgSnz_ZkHUYIk0s31xJ-BXqvwmr6PFSk-eVdg7zIc402n-vUsEqR7X2P5YAHWBsjOXpe8JTjB_xma_24i2sLPcCWZuVJgaMPFcWFKA3dtQKtIVZxrdeb-ECzSErDcCbUKuZp-F7Yk43zt4Q3InFT0blZlLILyi883L7wPMmg/s1000/Dayak%20Tomun1.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1000" data-original-width="751" height="640" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjuta3fm-AkWRLm699o76uUgSnz_ZkHUYIk0s31xJ-BXqvwmr6PFSk-eVdg7zIc402n-vUsEqR7X2P5YAHWBsjOXpe8JTjB_xma_24i2sLPcCWZuVJgaMPFcWFKA3dtQKtIVZxrdeb-ECzSErDcCbUKuZp-F7Yk43zt4Q3InFT0blZlLILyi883L7wPMmg/w480-h640/Dayak%20Tomun1.jpg" width="480" /></a></div><br /><p><br /></p><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text !important;"><b>Dayak Tomun </b>adalah nama satu kelompok suku-bangsa Dayak yang berdiam di daerah perbatasan antara Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat, secara spesifik di hulu sungai Lamandau, khususnya di sepanjang anak sungai Bulik, Delang, Batang Kawa dan Belantikan serta bagian sungai-sungai kecilnya.</div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text !important;">Pada masa kolonial Belanda, kelompok Dayak Tomun disebut dengan Dayak Mama atau Dayak Mamak (Malinckordt 1924/25: 399) satu istilah yang berkonotasi negatif <span style="font-family: inherit; user-select: text !important;"><a style="color: #385898; cursor: pointer; font-family: inherit; user-select: text !important;" tabindex="-1"></a></span>dan bersifat peyoratif. Pada peta tahun 1900 yang dibuat oleh Zending Basel, nama Dajak Mama disebutkan untuk menunjukkan kelompok masyarakat Dayak atau non-Melayu yang berada di wilayah Kotawaringin.</div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text !important;">Dalam buku Tjilik Riwut (1958:184), tulisan klasik yang sering dikutip begitu saja tanpa sikap kritis seolah data yang tidak terbantahkan, suku Dayak Tomun disebutkan sebagai bagian dari suku-suku kecil Dayak Ngaju dengan nama Dayak Bulik, Batang Kawa, Belantikan dan Lamandau. Namun perlu dicermati bahwa pada bagian lain Riwut (1958: 187) juga memasukkan suku Dayak Tomun ke dalam rumpun Dayak Ketungau. Hal itu tentu saja memunculkan pertanyaan, “Apakah Dayak Tomun merupakan bagian dari Dayak Ngaju atau Dayak Ketungau?”</div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text !important;">Kerancuan juga dapat ditemukan dalam tulisan Lontaan dan Sanusi (1976: 2-3), yang menyebutkan bahwa terdapat 10 suku asli yang mendiami wilayah Kotawaringin Barat, dan berinduk pada Suku Dayak Ngaju yaitu Suku Mendawai, Suku Ruku Mapaan, Suku Darat, Suku Lamandau, Suku Bulik, Suku Mentobi, Suku Belantikan, Suku Batang Kana/Kawak, Suku Delang Ulu dan Ilir, dan Suku Banjar.</div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text !important;">Tentu saja orang Dayak Tomun bukanlah bagian atau anak suku dari Dayak Ngaju. Secara linguistik dan mitos asal-usul terdapat perbedaan yang sangat tajam. Juga bukan bagian dari Dayak Ketungau yaitu subsuku Dayak dalam rumpun suku Dayak Ibanik, yang persebarannya terkonsentrasi di Kecamatan Sekadau Hulu, Kecamatan Sekadau Hilir, dan sebagian kecil bermukim di wilayah Belitang Hilir, Kabupaten Sekadau, serta di Kecamatan Kapuas, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat (Sareb Putra dkk., 2021:3). </div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text !important;">Secara antropologis orang Dayak Tomun berkerabat erat dengan Dayak Jalai di Kalimantan Barat yang berdiam di Sungai Jalai Kiri (Alloy, dkk. 2008: 223). Saat melakukan ritual kematian, mereka memiliki tujuan akhir yang sama yaitu Bukit Sebayan Bertingkat Tujuh yang dipercayai sebagai negeri para arwah (Baier 1999, bdk. Bamba 2003). </div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text !important;">(Bersambung......)</div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text !important;">𝗣𝗘𝗥𝗜𝗡𝗚𝗔𝗧𝗔𝗡 !</div><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text !important;">𝗦𝗮𝘆𝗮 𝗧𝗜𝗗𝗔𝗞 𝗺𝗲𝗻𝗴𝗶𝘇𝗶𝗻𝗸𝗮𝗻 𝘀𝗶𝗮𝗽𝗮𝗽𝘂𝗻 𝘂𝗻𝘁𝘂𝗸 𝗺𝗲𝗺𝗮𝗸𝗮𝗶 𝗮𝘁𝗮𝘂 𝗺𝗲𝗻𝗴𝗮𝗺𝗯𝗶𝗹 𝘁𝘂𝗹𝗶𝘀𝗮𝗻 𝗶𝗻𝗶 𝘂𝗻𝘁𝘂𝗸 𝗱𝗶𝘁𝗲𝗿𝗯𝗶𝘁𝗸𝗮𝗻 𝗱𝗮𝗹𝗮𝗺 𝗯𝗲𝗻𝘁𝘂𝗸 𝗮𝗽𝗮𝗽𝘂𝗻 𝗮𝘁𝗮𝘂 𝗺𝗲𝗻𝗴𝗮𝗹𝗶𝗵𝗸𝗮𝗻𝗻𝘆𝗮 𝗸𝗲 𝗯𝗲𝗻𝘁𝘂𝗸 𝘃𝗶𝗱𝗲𝗼, 𝘁𝗶𝗸𝘁𝗼𝗸, 𝘆𝗼𝘂 𝘁𝘂𝗯𝗲 𝗱𝗹𝗹..</div></div>Marx Mahinhttp://www.blogger.com/profile/13756946988006790093noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2676729609984011517.post-72964904578755138622023-09-06T16:01:00.001-07:002023-09-09T02:08:22.577-07:00DAYAK AGABAG (Bagian 2)<p> </p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjZwsqJHpzVjx8fdCasiNCNa8JA6euKPITtuOKaB4Z-8Iezu5FeqG3oLKaVt6nhPZGX7Ykrs0tjliQowv2-Thi6g3aACLjHM1MZ7TUFbSZPrDKUHvjDywKt2hdiTUsTLcjF7pm0MLELR1W3dyJhi2NQLUWU4GU0HM9tVWVb-zUnkxQCBfrT8MlRpXouG8w/s599/Agabag2.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="599" data-original-width="440" height="640" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjZwsqJHpzVjx8fdCasiNCNa8JA6euKPITtuOKaB4Z-8Iezu5FeqG3oLKaVt6nhPZGX7Ykrs0tjliQowv2-Thi6g3aACLjHM1MZ7TUFbSZPrDKUHvjDywKt2hdiTUsTLcjF7pm0MLELR1W3dyJhi2NQLUWU4GU0HM9tVWVb-zUnkxQCBfrT8MlRpXouG8w/w470-h640/Agabag2.jpg" width="470" /></a></div><br /><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><br /></div><br /><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><br /></div><br /><p></p><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text !important;">Ada beberapa sumber yang dapat dipakai untuk mengetahui apa, siapa dan bagaimana orang Agabag. Salah satunya adalah tulisan-tulisan pada masa kolonial oleh para pegawai pemerintah kolonial. Tentu saja tulisan itu harus dibaca dengan kritis karena ditulis sesuai dengan semangat zaman pada saat proses penulisan berlangsung, juga berdasarkan sudut pandang, kepentingan dan selera tertentu dari penulisnya. <span style="font-family: inherit; user-select: text !important;"><a style="color: #385898; cursor: pointer; font-family: inherit; user-select: text !important;" tabindex="-1"></a></span>Tulisan-tulisan itu tidak murni atau bebas nilai. Terkadang di dalamnya memuat tudingan, penghakiman atau penilaian semena-mena. </div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text !important;">Salah satu buku yang memuat informasi tentang Dayak Agabag pada masa kolonial adalah 𝑶𝒏𝒔 𝒎𝒐𝒐𝒊 𝑰𝒏𝒅𝒊𝒆: 𝑼𝒊𝒕 𝑫𝒂𝒋𝒂𝒌𝒍𝒂𝒏𝒅; 𝑲𝒊𝒋𝒌𝒋𝒆𝒔 𝒊𝒏 𝒉𝒆𝒕 𝒍𝒆𝒗𝒆𝒏 𝒗𝒂𝒏 𝒅𝒆𝒏 𝒌𝒐𝒑𝒑𝒆𝒏𝒔𝒏𝒆𝒍𝒍𝒆𝒓 𝒆𝒏 𝒛𝒊𝒋𝒏𝒆 𝒐𝒎𝒈𝒆𝒗𝒊𝒏𝒈 (Hindia Kita Yang Indah: Dari Tanah Dayak: Kehidupan Sehari-Hari Di Sekitar Para Pemburu Kepala). Dikarang oleh 𝐉. 𝐉𝐨𝐧𝐠𝐞𝐣𝐚𝐧𝐬, seorang Pegawai Pangreh Praja (Controleur van het Binnenlands Bestuur). Buku yang terbit pada 1922 ini memuat laporan perjalanannya ke beberapa tempat di Pulau Kalimantan: sepanjang Sungai Mahakam, Apo Kayan, Pujungan, Lepo Maut, Tanah Tidung, dan Sungai Barito (Banjarmasin). Dalam tulisannya mengenai Tanah Tidung, sebanyak 28 halaman, ia lebih banyak membicarakan orang Agabag yang pada masa itu disebut orang Tinggalan. </div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text !important;">***</div><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text !important;">Tipikal tulisan zaman kolonial, Jongejans menggambarkan orang Dayak sebagai masyarakat terasing, terpencil, liar, tidak teratur, menetap di tempat yang tidak layak huni dalam kondisi primitif dan tidak mau tunduk kepada kekuasaan Eropa maupun Sultan Bulungan. </div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text !important;">Jongejans menginformasikan bahwa orang Tinggalan bertetangga dengan orang Putuk dan Tidung. Orang Tinggalan digambarkan sebagai kelompok yang diperdaya secara ekonomi oleh para pedagang pantai. Mereka masuk ke wilayah pedalaman, membeli hasil alam dengan harga murah dan kemudian menjualnya dengan harga mahal kepada para pedagang Cina. Kemudian mereka membuat orang Dayak menghabiskan penghasilan mereka dalam perjudian dadu, kartu dan sabung ayam. Akhirnya orang Dayak terjerat hutang. Dengan cara itu mereka terpaksa masuk hutan kembali mencari hasil hutan untuk diserahkan sebagai pembayar hutang. </div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text !important;">Orang Tinggalan juga terjebak dalam politik dagang, bila mereka turun ke hilir membawa hasil alam dagangan mereka untuk menjual langsung ke pedagang Cina maka harganya tidak lebih baik bila menjualnya kepada perantara.</div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text !important;">Pada masa Jongejans berkuasa, ia membuat kebijakan agar ada perdagangan langsung tanpa perantara. Pada saat itu, orang Tinggalan sangat heran menerima begitu banyak uang untuk barang jualan mereka yang selama ini dihargai sangat rendah.</div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text !important;">Orang Tinggalan digambarkan lemah secara politik dan berada kekuasaan Sultan Bulungan. Agar setia dan tidak memberontak, para kepala suku dianugerahi gelar Pangeran yaitu Pangeran Muda. </div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text !important;">Selain tentang kedudukan perempuan, tata-cara pernikahan, merawat anak, ritual pada saat wabah penyakit, ritual penguburan dan kematian, tradisi minum tuak, Jongejans juga melaporkan tentang kondisi kesehatan orang Tinggalan pada waktu itu. Dilaporkan pada 1905 sekitar 25% dari populasi meninggal dunia karena cacar sehingga seluruh daerah aliran sungai tidak berpenghuni. </div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text !important;">Jongejans juga menuturkan betapa sederhana dan bersahajanya orang Tinggalan. Mereka digambarkan sebagai orang yang berkebutuhan sedikit dan tidak punya ambisi untuk meningkatkan tarap hidup. Ia menyebutkan orang Tinggalan sebagai orang yang malas menanam padi dan berpuas diri dengan umbi-umbian yang kurang enak dan kurang bergizi. Mereka makan nasi pada saat-saat perayaan saja. </div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text !important;">Kisah aneh yang eksotik juga dilaporkan oleh Jongejans yaitu tentang sumpah tertinggi orang Tinggalan dengan cara memakan telinga anjing. Ia menceritakan tentang seorang pengayau kejam yang bernama Akal. Ia diminta bersumpah untuk berhenti mengayau dengan mengucapkan sumpah yang dilanjutkan dengan menelan telinga anjing dengan seteguk air. Namun dilaporkan bahwa sumpah itu tidak ditaati oleh Akal. Ia tetap saja melakukan praktik pengayauan, karena itu ia disarankan untuk pindah ke wilayah Inggris. </div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text !important;">***</div><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text !important;">Tulisan Jongejans tentang orang Tinggalan merupakan salah satu contoh tulisan yang memperlihatkan bagaimana orang luar (𝒐𝒖𝒕𝒔𝒊𝒅𝒆𝒓) membicarakan/menulis tentang apa, siapa dan bagaimana orang Agabag. Mungkin ada yang sesuai, tapi mungkin juga ada yang tidak sesuai bahkan bertentangan. Orang Agabag masa kini pasti akan marah dan protes keras saat disebut sebagai “pemalas“ atau “tidak mau bekerja keras“. Akan bertambah marah saat ditulis sebagai masyarakat pemakan babi, pemabuk dan melakukan praktik seks bebas. </div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text !important;">Pada tataran inilah generasi muda Dayak Agabag masa kini ditantang untuk secara kritis dapat melakukan penggambaran diri sendiri (𝒂𝒗𝒐𝒘𝒂𝒍) untuk mengimbangi sisi negatif dari penggambaran diri oleh orang lain (𝒂𝒔𝒄𝒓𝒊𝒑𝒕𝒊𝒐𝒏). [*MM*].</div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text !important;">Keterangan Foto: Controleur J.Jongejans bersama dengan dua pemburu kepala Tingalan di Tanah Tidung, Kalimantan Timur Laut. Tanggal tidak diketahui</div></div>Marx Mahinhttp://www.blogger.com/profile/13756946988006790093noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2676729609984011517.post-18679654992337503222023-09-04T17:18:00.002-07:002023-09-09T02:08:14.488-07:00DAYAK AGABAG (𝟏)<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEixeR9gZdd_MPE4R7_jr5tMjj9StLpvGs5A04HOJWeDk5OfQamw7-8yFFnqABw4PWhPlcXUKIRLjZtsgsnbdAu1AAJiaSdBcnjdnU40hu8jqLpc2UcODuNThqxq8Daos2iA_dQJTHohwHkKI0-378I36lU4sCl6vMtWvysw7UCFNC9-ZFqgxcxWI_Kt8_g/s737/DAYAK%20AGABAG.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="737" data-original-width="537" height="640" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEixeR9gZdd_MPE4R7_jr5tMjj9StLpvGs5A04HOJWeDk5OfQamw7-8yFFnqABw4PWhPlcXUKIRLjZtsgsnbdAu1AAJiaSdBcnjdnU40hu8jqLpc2UcODuNThqxq8Daos2iA_dQJTHohwHkKI0-378I36lU4sCl6vMtWvysw7UCFNC9-ZFqgxcxWI_Kt8_g/w466-h640/DAYAK%20AGABAG.jpg" width="466" /></a></div><div class="" dir="auto" style="background-color: white; user-select: text !important;"><div class="x1iorvi4 x1pi30zi x1l90r2v x1swvt13" data-ad-comet-preview="message" data-ad-preview="message" id=":r46:" style="padding: 4px 16px 16px; user-select: text !important;"><div class="x78zum5 xdt5ytf xz62fqu x16ldp7u" style="display: flex; flex-direction: column; margin-bottom: -5px; margin-top: -5px; user-select: text !important;"><div class="xu06os2 x1ok221b" style="margin-bottom: 5px; margin-top: 5px; user-select: text !important;"><span class="x193iq5w xeuugli x13faqbe x1vvkbs x1xmvt09 x1lliihq x1s928wv xhkezso x1gmr53x x1cpjm7i x1fgarty x1943h6x xudqn12 x3x7a5m x6prxxf xvq8zen xo1l8bm xzsf02u x1yc453h" dir="auto" style="display: block; line-height: 1.3333; max-width: 100%; min-width: 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; word-break: break-word;"><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important;"><div dir="auto" style="user-select: text !important;"><br /></div><div dir="auto" style="user-select: text !important;"><span style="color: #1c1e21; font-family: Segoe UI Historic, Segoe UI, Helvetica, Arial, sans-serif;"><span style="font-size: 15px; white-space-collapse: preserve;"><b><br /></b></span></span></div><div dir="auto" style="color: var(--primary-text); font-family: inherit; font-size: 0.9375rem; user-select: text !important; white-space-collapse: preserve;"><b>Dalam </b>beberapa data tertulis dari zaman Kolonial Belanda (von Dewall 1885, Hollander 1864, Jongejans 1922) orang Agabag dikenal dengan sebutan orang 𝐓𝐢𝐧𝐠𝐠𝐚𝐥𝐚𝐧 atau 𝐃𝐚𝐮𝐝. Tampaknya kata-kata itu dipungut begitu saja dari kata-kata masyarakat pesisir yaitu orang Tidung saat menjelaskan siapa orang-orang yang berada di pedalaman atau hulu-hulu sungai. </div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="color: var(--primary-text); font-family: inherit; font-size: 0.9375rem; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text !important;">Dalam bahasa Tidung, kata “Tingalan“ berarti <span style="font-family: inherit; user-select: text !important;"><a style="color: #385898; cursor: pointer; font-family: inherit; user-select: text !important;" tabindex="-1"></a></span>“ketinggalan, tidak maju“, sedangkan kata “Daud” berarti “udik” atau “hulu sungai” (Idris 2017). Berdasarkan penamaan tersebut von Dewall (1855) menjelaskan bahwa di Tanah Tidung (𝑇𝑖𝑑𝑢𝑛𝑔 𝐿𝑎𝑛𝑑𝑒𝑛) terdapat beberapa kelompok masyarakat yaitu: Berusu, Tidung, Tinggalan atau Daut [sic. Daud ], Mentarang, Semataloen, Punan, Kenyah dan Baaohs [sic. Bahau). </div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="color: var(--primary-text); font-family: inherit; font-size: 0.9375rem; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text !important;">Secara khusus mengenai orang Tinggalan atau Daud, von Dewall menjelaskan </div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="color: var(--primary-text); font-family: inherit; font-size: 0.9375rem; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text !important;">𝐷𝑒 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎𝑙𝑎𝑛𝑠 𝑜𝑓 𝑑𝑎𝑢𝑡-𝑠. 𝐷𝑒𝑧𝑒 𝑤𝑖𝑙𝑑𝑒 𝑠𝑡𝑎𝑚 ℎ𝑜𝑢𝑑𝑡 𝑧𝑖𝑐ℎ 𝑜𝑝 𝑖𝑛 𝑑𝑒 𝑏𝑜𝑣𝑒𝑛𝑙𝑎𝑛𝑑𝑒𝑛 𝑣𝑎𝑛 𝑑𝑒 𝑟𝑖𝑣𝑖𝑒𝑟 𝑆𝑎𝑚𝑏𝑎𝑘𝑘𝑜𝑒𝑛𝑔. 𝑍𝑖𝑗 𝑏𝑒ℎ𝑜𝑜𝑟𝑒𝑛 𝑡𝑜𝑡 𝑑𝑒 𝑧𝑜𝑜𝑔𝑒𝑛𝑎𝑎𝑚𝑑𝑒 𝑑𝑎𝑗𝑎𝑘𝑠 𝑑𝑖𝑒 𝑜𝑝 𝑘𝑜𝑝𝑝𝑒𝑛𝑠𝑛𝑒𝑙𝑙𝑒𝑛 𝑢𝑖𝑡𝑔𝑎𝑎𝑛, 𝑣𝑜𝑜𝑟𝑎𝑙 𝑛𝑎𝑎𝑟 𝑑𝑒 𝑚𝑜ℎ𝑎𝑚𝑚𝑒𝑑𝑎𝑎𝑛𝑠𝑐ℎ𝑒 𝑠𝑡𝑎𝑚𝑚𝑒𝑛, 𝑣𝑎𝑛 𝑤𝑒𝑙𝑘𝑒 𝑧𝑖𝑗 𝑖𝑛 𝑑𝑒 𝑣𝑖𝑒𝑟 𝑗𝑎𝑟𝑒𝑛 𝑣𝑎𝑛 1845-49, 22 𝑚𝑒𝑛𝑠𝑐ℎ𝑒𝑛 𝑣𝑒𝑟𝑚𝑜𝑜𝑟𝑑𝑑𝑒𝑛. 𝑍𝑖𝑗 𝑘𝑜𝑚𝑒𝑛 𝑜𝑜𝑘 𝑡𝑒 𝑆𝑎𝑚𝑏𝑎𝑘𝑘𝑜𝑒𝑛𝑔 𝑒𝑛 𝑡𝑒 𝑆𝑒𝑠𝑎𝑗𝑎𝑝 𝑡𝑒𝑛 ℎ𝑎𝑛𝑑𝑒𝑙, 𝑒𝑛 𝑏𝑟𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛 𝑣𝑜𝑔𝑒𝑙𝑛𝑒𝑠𝑡𝑒𝑛 𝑒𝑛 𝑤𝑎𝑠.</div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="color: var(--primary-text); font-family: inherit; font-size: 0.9375rem; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text !important;">(𝐎𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐓𝐢𝐧𝐠𝐠𝐚𝐥𝐚𝐧 𝐚𝐭𝐚𝐮 𝐃𝐚𝐮𝐝. 𝐒𝐮𝐤𝐮 𝐥𝐢𝐚𝐫 𝐢𝐧𝐢 𝐡𝐢𝐝𝐮𝐩 𝐝𝐢 𝐝𝐚𝐭𝐚𝐫𝐚𝐧 𝐭𝐢𝐧𝐠𝐠𝐢 𝐬𝐮𝐧𝐠𝐚𝐢 𝐒𝐚𝐦𝐛𝐚𝐤𝐤𝐮𝐧𝐠. 𝐌𝐞𝐫𝐞𝐤𝐚 𝐭𝐞𝐫𝐦𝐚𝐬𝐮𝐤 𝐨𝐫𝐚𝐧𝐠-𝐨𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐝𝐢𝐬𝐞𝐛𝐮𝐭 𝐝𝐚𝐲𝐚𝐤 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐩𝐞𝐫𝐠𝐢 𝐛𝐞𝐫𝐛𝐮𝐫𝐮 𝐤𝐞𝐩𝐚𝐥𝐚, 𝐭𝐞𝐫𝐮𝐭𝐚𝐦𝐚 𝐬𝐮𝐤𝐮-𝐬𝐮𝐤𝐮 𝐌𝐮𝐬𝐥𝐢𝐦, 𝐝𝐢 𝐦𝐚𝐧𝐚 𝐦𝐞𝐫𝐞𝐤𝐚 𝐦𝐞𝐦𝐛𝐮𝐧𝐮𝐡 𝟐𝟐 𝐨𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐝𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐞𝐦𝐩𝐚𝐭 𝐭𝐚𝐡𝐮𝐧 𝐝𝐚𝐫𝐢 𝐭𝐚𝐡𝐮𝐧 𝟏𝟖𝟒𝟓-𝟒𝟗. 𝐌𝐞𝐫𝐞𝐤𝐚 𝐣𝐮𝐠𝐚 𝐛𝐞𝐫𝐝𝐚𝐠𝐚𝐧𝐠 𝐝𝐢 𝐒𝐚𝐦𝐛𝐚𝐤𝐤𝐮𝐧𝐠 𝐝𝐚𝐧 𝐒𝐞𝐬𝐚𝐲𝐚𝐩, 𝐦𝐞𝐦𝐛𝐚𝐰𝐚 𝐬𝐚𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐛𝐮𝐫𝐮𝐧𝐠 𝐰𝐚𝐥𝐞𝐭 𝐝𝐚𝐧 𝐥𝐢𝐥𝐢𝐧)</div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="color: var(--primary-text); font-family: inherit; font-size: 0.9375rem; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text !important;">Hermann von Dewall yang saat itu menjabat sebagai Asisten Residen Civiel Gezaghebber daerah Kutai en de Oostkust van Borneo, mengikuti penuturan orang-orang pesisir menggambarkan bahwa orang Agabag pada masa itu sebagai “orang liar”, “pemotong kepala”, “bermusuhan dengan suku-suku muslim” dan “penjual sarang burung walet dan lilin”. </div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="color: var(--primary-text); font-family: inherit; font-size: 0.9375rem; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text !important;">Dari data yang disampaikan von Dewall tampak bahwa pada pertengahan abad 19 telah terjadi polarisasi antara pesisir dan pedalaman, Dayak dan non Dayak. Orang-orang di pedalaman atau hulu sungai mendapat label “ketinggalan” bila dibandingkan dengan orang-orang pesisir pantai. [*MM*]. <b style="color: var(--primary-text); font-family: inherit; font-size: 0.9375rem;">(bersambung)</b></div></div></span></div></div></div></div><div class="x1n2onr6" id=":r47:" style="background-color: white; color: #1c1e21; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 12px; position: relative; user-select: text !important;"><div class="x1n2onr6" style="font-family: inherit; position: relative; user-select: text !important;"><a class="x1i10hfl x1qjc9v5 xjbqb8w xjqpnuy xa49m3k xqeqjp1 x2hbi6w x13fuv20 xu3j5b3 x1q0q8m5 x26u7qi x972fbf xcfux6l x1qhh985 xm0m39n x9f619 x1ypdohk xdl72j9 x2lah0s xe8uvvx xdj266r x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x2lwn1j xeuugli xexx8yu x4uap5 x18d9i69 xkhd6sd x1n2onr6 x16tdsg8 x1hl2dhg xggy1nq x1ja2u2z x1t137rt x1o1ewxj x3x9cwd x1e5q0jg x13rtm0m x1q0g3np x87ps6o x1lku1pv x1a2a7pz x1lliihq x1pdlv7q" href="https://www.facebook.com/photo/?fbid=7981748758532509&set=a.122266641147466&__cft__[0]=AZWsZz29UibP87x80niIePWq6dE9iaPLO4xN49ataf1sf-u-jDT9Hz1JKEgl2RHWDVLBFPsf7zM2S1Q2oDFbOnfTveZZ3UN6bkKNMwvv95URxbRQ7v9KHKbS5Y1MzP82GgrHYK7NO8K4gtmNR8kPfMwsU1q11x3iNCUYaADk2QXm_U4ZvyoG14k9ZSKZyq1w2jo&__tn__=EH-R" role="link" style="-webkit-tap-highlight-color: transparent; align-items: stretch; background-color: transparent; border-bottom-color: var(--always-dark-overlay); border-left-color: var(--always-dark-overlay); border-radius: inherit; border-right-color: var(--always-dark-overlay); border-style: solid; border-top-color: var(--always-dark-overlay); border-width: 0px; box-sizing: border-box; color: #385898; cursor: pointer; display: block; flex-basis: auto; flex-direction: row; flex-shrink: 0; font-family: inherit; list-style: none; margin: 0px; min-height: 0px; min-width: 0px; outline: none; padding: 0px; position: relative; text-align: inherit; text-decoration-line: none; touch-action: manipulation; user-select: none; z-index: 0;" tabindex="0"><div class="x6s0dn4 x1jx94hy x78zum5 xdt5ytf x6ikm8r x10wlt62 x1n2onr6 xh8yej3" style="align-items: center; display: flex; flex-direction: column; font-family: inherit; overflow: hidden; position: relative; user-select: text !important; width: 680px;"><div style="font-family: inherit; max-width: 100%; min-width: 500px; user-select: text !important; width: calc((100vh + -325px) * 0.72863);"><div class="xqtp20y x6ikm8r x10wlt62 x1n2onr6" style="font-family: inherit; height: 0px; overflow: hidden; padding-top: 686.213px; position: relative; user-select: text !important;"></div></div></div></a></div></div>Marx Mahinhttp://www.blogger.com/profile/13756946988006790093noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2676729609984011517.post-12601963018114235962023-09-04T08:12:00.004-07:002023-09-09T02:08:05.863-07:00GROOT DAYAKSCH HUIS, RUMAH BESAR ORANG DAYAK (8)<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN"> </span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhtSIvbz2rkzAiWDR1gMahP-tXnylu8R76Fi4aQj6jBXshNQnccoIaXevoAyAVZRhaHQETzByqfBSTtqB0zTyDyAtIkuPUr66K0eAcNXqIlcsRRm5SNPGLUBVMNufrz7CuWL-hQWnfcgCZcURV5KLiu7IWCTcpNZK3uUDT57NQfLQ1KQxxE_7Sd0YX7A_E/s1199/Martvan%20Dayak%20Iban.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="792" data-original-width="1199" height="422" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhtSIvbz2rkzAiWDR1gMahP-tXnylu8R76Fi4aQj6jBXshNQnccoIaXevoAyAVZRhaHQETzByqfBSTtqB0zTyDyAtIkuPUr66K0eAcNXqIlcsRRm5SNPGLUBVMNufrz7CuWL-hQWnfcgCZcURV5KLiu7IWCTcpNZK3uUDT57NQfLQ1KQxxE_7Sd0YX7A_E/w640-h422/Martvan%20Dayak%20Iban.jpeg" width="640" /></a></div><p></p><div class="post-header" style="background-color: white; clear: left; color: rgba(0, 0, 0, 0.54); font-family: Roboto, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0px; user-select: text !important; width: inherit;"><br class="Apple-interchange-newline" /></div>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b><span lang="IN">7. SEBUAH
LEGENDA DAYAK <o:p></o:p></span></b></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Satu-satunya barang
rumah tangga berharga yang ditemukan di rumah Dayak adalah apa yang disebut
martavanen, tempayan atau belanga, guci yang sangat mirip dengan guci Cologne,
kecuali bukaannya yang lebih sempit dan bagian perutnya yang lebih lebar.
Mereka memiliki telinga tegak, biasanya berwarna kuning kecokelatan, mengkilap
di dalam dan di luar dan ditandai dengan ular hias yang indah dan iguana, yang
mengelilingi bagian perut dengan karya yang sedikit terangkat. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Berdasarkan ukuran,
bentuk dan hiasan, mereka dibagi menjadi beberapa jenis dengan nama
masing-masing, sementara setiap jenis memiliki jantan dan betina. </span><span lang="DE">Schtvaner membuat daftar jenis, Perelaer
12, Grabowsky (Zeitschrift für Ethnologie 1885, hlm. 121) memberikan deskripsi
dan ilustrasi dari 18 jenis. Harganya berkisar antara 8 - 3000 gulden masing-masing
dan beberapa dijual tanpa harga. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="DE">Keinginan orang Dayak untuk
memiliki satu atau lebih dari ini sangat besar, seluruh aktivitas dan usaha
mereka ditujukan untuk kepemilikan ini, karena tempayan-tempayan ini sakral,
telah dipuja sebagai pusaka oleh banyak generasi, berfungsi sebagai barang
pajangan dan memberi pemiliknya tidak hanya gengsi, tetapi juga memberinya
keberuntungan dan berkah, memastikan dia panen yang melimpah, panen yang kaya
saat berburu dan memancing atau kasih sayang dari gadis-gadis yang paling
cantik, juga melindungi dari penyakit dan bencana serta mengusir roh-roh
jahat. Air yang tersimpan di
dalamnya memiliki kekuatan penyembuhan, sangat diperlukan dalam banyak upacara
dan dikorbankan untuk mereka pada berbagai kesempatan. Dan tidak hanya jenis
utuh yang sangat berharga, bahkan tempayan retak yang disatukan dengan anyaman
kadang-kadang dibayar 1.000 gulden, sementara pecahannya pun memiliki nilai.
Menumpuk tempayan-tempayan yang pecah adalah perdagangan terpisah, yang dibayar
dengan baik. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="DE">Alasan mengapa orang Dayak membayar harga selangit untuk martavan asli dari
jenis langka ini adalah keyakinan bahwa mereka memiliki asal-usul supernatural
dan memiliki sifat-sifat supernatural. Pembelian tempayan-tempayan semacam itu
tentu saja merupakan hal yang sangat penting; semua anggota keluarga terlibat,
negosiasi terkadang berlangsung berbulan-bulan, dan setelah harga disepakati,
cara pembayaran masih harus ditentukan, karena ini tidak boleh dilakukan dengan
uang. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="DE">Ketika tempayan-tempayan dibawa masuk ke dalam rumah, semua jenis upacara
dilakukan dan mereka merayakannya, menurut Perelaer bahkan selama berhari-hari.
Tidak ada yang diketahui dengan pasti tentang asal-usul dan keasliannya,
meskipun sangat mungkin bahwa mereka awalnya, setidaknya sebagian, berasal dari
Martaban, sebuah bentang alam di provinsi Tenasserim saat ini di Hindia
Belanda, tempat di mana seni tembikar mungkin telah dibawa ke Brunai di
Kalimantan Utara, tempat di mana seni tembikar berada di bawah pengaruh Cina.
Di sinilah juga banyak tempayan-tempayan tua diproduksi, seperti yang dapat
dilihat dari ornamen Cina, kecuali jika diimpor langsung dari Siam atau Annam. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="DE">Orang Jepang dan Cina mencoba meniru tempayan tua yang asli dan berhasil
dengan sangat baik, tetapi orang Dayak
segera tahu bagaimana
membedakannya dan membayar tidak lebih dari beberapa gulden untuk tempayan
palsu. Jelas bahwa ketidaktahuan
tentang asal-usul mereka membuat orang Dayak
mengaitkan asal-usul ilahi dengan
blanga, dan Perelaer menceritakan legenda berikut ini. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="DE">Pada abad-abad pertama zaman kita, penduduk Hindia, orang-orang Hindu,
datang ke Jawa, menetap di sana dan mendirikan beberapa kerajaan, di antaranya
adalah Majapahit di Jawa Timur, yang paling kuat dan kekuasaannya meluas hingga
ke luar Jawa. Pada suatu ketika, Rajah Pahit, putra salah satu penguasa Majapahit,
tidak hanya kehilangan sejumlah besar uang dan banyak barang berharga, tetapi
juga seluruh 38 wilayah kekuasaannya dalam sebuah permainan dadu. Penuh dengan
keputusasaan, ia tidak lagi berani menunjukkan diri kepada ayahnya, tetapi
mencari perlindungan bersama keluarganya di hutan belantara di sekitar puncak
gunung berapi Merbaboe di Jawa Tengah. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="DE">Di sini ia hidup dalam kesendirian selama bertahun-tahun, hingga Mahatara
sang dewa tertinggi (lihat halaman 17), yang secara kebetulan adalah penguasa
Modjopaït merasa kasihan pada putranya yang hilang dan mengirim Kadjanka, sang
penguasa bulan, ke bumi untuk membantunya. Suatu malam, ketika Kadjanka, yang
awalnya tidak begitu berminat dengan tugas yang diberikan kepadanya, berkunjung
ke puncak Merbabut dengan menaiki sinar bulan dan mengintip dengan penuh rasa
ingin tahu dari balik keledai di gubuk bambu milik Rajah Pahit, ia langsung
jatuh cinta pada putri Rajah Pahit yang bernama Rawoema, seorang dara dengan
kecantikan yang tak terlukiskan. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="DE">Oleh karena itu, ia berjanji akan membuat Rajah Pahit kaya raya, asalkan
Rajah Pahit mau menikahkan putrinya, dan Rajah Pahit tidak keberatan untuk
menikah dengan penguasa bulan.
Menurut Dayak Mahatara, bulan dibuat dari tanah liat yang
tersisa dari pembentukan matahari. Namun, sebelum bulan mencapai kepadatan
penuhnya, Kadjanka menyelipkan sejumlah kecil massa rajutan, yang darinya ia
dan Rajah Pahit, setelah mengajari mereka tembikar, sekarang membuat banyak
sekali tempayan, sehingga terdiri dari zat yang sama dengan matahari dan bulan
dan mendapatkan sifat khusus mereka darinya. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="DE">Dalam tujuh hari mereka membuat begitu banyak blanga sehingga tidak hanya
menutupi puncak Gunung Merbaboe tetapi juga enam gunung yang lebih rendah yang
mengelilingi gunung raksasa itu dalam bentuk setengah lingkaran. Hanya sedikit
tanah liat yang tersisa, dan karena tidak ada tempat untuk satu tempayan,
mereka memanggangnya dengan keras, menumbuknya hingga menjadi bubuk dan
menyebarkannya ke seluruh area di sekitar Merbabu, yang membuat Merbabu
memiliki kesuburan yang tinggi saat ini. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="DE">Untuk mencegah pencurian tempayan-tempayan berharga itu, Rajah Pahit
bekerja sama dengan anak-anaknya dan sejumlah pekerja untuk membangun pagar
yang kokoh di sekelilingnya, sementara Kadjanka, yang harus menyerahkan
administrasi bulan kepada orang lain untuk beberapa waktu dan juga memiliki
banyak urusan lain yang harus diurus, kembali ke kerajaannya untuk sementara
waktu. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="DE">Pada awalnya, pekerjaan di tujuh gunung mengalami kemajuan yang baik,
tetapi ketika sinar matahari mulai turun lebih tegak lurus, para pekerja
menjadi sangat kepanasan dan kehausan. Itulah sebabnya beberapa pekerja ingin
merampok kebun tetangga yang memiliki buah yang paling lezat, sementara yang
lain menolak. Hal ini menyebabkan pertengkaran sengit sehingga tempayan-tempayan
nya gemetar ketakutan dan mereka berusaha keras untuk menjauh dari lingkungan
yang berisik. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="DE">Segera setelah kedua kecenderungan menyadari hal ini, mereka menyelesaikan
pagar, tetapi pada malam hari ketika Kadj'anka, sekembalinya ke bumi, dan Rajah
Pahit pergi untuk melihat-lihat gudang bersama mereka, ternyata dalam
pertengkaran yang tidak suci ini, blanga-blanga dari empat gunung telah
melarikan diri. Namun, penjualan barang-barang yang ditinggalkan itu lebih dari
cukup untuk memberikan Rajah Pahit harta yang tak terhingga, memungkinkannya
untuk menebus warisannya dan berdamai dengan ayahnya. <o:p></o:p></span></p>
<p><span style="text-align: justify;">Kadjanka, yang telah menepati janjinya dengan sangat baik, menikahi Rawoema
yang cantik dan memberinya tujuh putra dan tujuh putri dalam pernikahan mereka
yang bahagia.</span><span style="text-align: justify;"> </span><span style="text-align: justify;">Keluarga tempayan,
yang telah melarikan diri, berlindung di Kalimantan karena takut akan kematian,
di mana mereka bersembunyi di hutan-hutan lebat. Mereka ditemukan oleh nenek
moyang suku Dayak</span><span style="text-align: justify;"> </span><span style="text-align: justify;"> </span><span style="text-align: justify;">saat ini dan dibawa keluar dari tempat
persembunyian mereka; mereka kemudian diwariskan sebagai pusaka dari generasi
ke generasi, yang sangat dihargai karena khasiatnya yang langka. <b>(SELESAI)</b></span> </p>Marx Mahinhttp://www.blogger.com/profile/13756946988006790093noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2676729609984011517.post-52126165107388044262023-09-02T14:13:00.000-07:002023-09-09T02:07:58.389-07:00GROOT DAYAKSCH HUIS, RUMAH BESAR ORANG DAYAK (7)<p> </p><p></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjjgZm2xeuWIKvwf_-Giu0TEkwTtuQ6tG2bNd3YwgbGCscuo10hDciMd3v0_7gq4aHnLyNBrNahGY7XwVSIY7BRpkTipMYJX-JTyWI7jn3uPRUxJDRnycpmPqmHVsH47QfTs7_gfxrIZqEq6maf_LXiI0ESUtGZ7MzW9iYOi7Z09iQ86gQbvaCc3UqsE1g/s3052/Schwaner_BORNEO-Titel_Band_1.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="3052" data-original-width="1956" height="640" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjjgZm2xeuWIKvwf_-Giu0TEkwTtuQ6tG2bNd3YwgbGCscuo10hDciMd3v0_7gq4aHnLyNBrNahGY7XwVSIY7BRpkTipMYJX-JTyWI7jn3uPRUxJDRnycpmPqmHVsH47QfTs7_gfxrIZqEq6maf_LXiI0ESUtGZ7MzW9iYOi7Z09iQ86gQbvaCc3UqsE1g/w410-h640/Schwaner_BORNEO-Titel_Band_1.jpg" width="410" /></a></div><br /><span face="Roboto, sans-serif" lang="NL" style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small; user-select: text;"><br /></span><p></p><p><span face="Roboto, sans-serif" lang="NL" style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small; user-select: text;">(Sumber: </span><i style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small; text-align: justify;"><span lang="IN" style="text-align: left; user-select: text;">Insulinde in </span><span lang="NL" style="text-align: left; user-select: text;">W</span><span lang="IN" style="text-align: left; user-select: text;">oord en </span><span lang="NL" style="text-align: left; user-select: text;">B</span><span lang="IN" style="text-align: left; user-select: text;">eeld</span></i><span face="Roboto, sans-serif" lang="NL" style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small; user-select: text;">, </span><span face="Roboto, sans-serif" lang="NL" style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small; user-select: text;"> </span><span face="Roboto, sans-serif" lang="NL" style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small; user-select: text;"> </span><span face="Roboto, sans-serif" lang="IN" style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small; user-select: text;">door </span><span face="Roboto, sans-serif" lang="NL" style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small; user-select: text;">H</span><span face="Roboto, sans-serif" lang="IN" style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small; user-select: text;">enri </span><span face="Roboto, sans-serif" lang="NL" style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small; user-select: text;">Z</span><span face="Roboto, sans-serif" lang="IN" style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small; user-select: text;">ondervan</span><span face="Roboto, sans-serif" lang="NL" style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small; user-select: text;">, <b>“</b></span><b style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small; text-align: justify;"><span lang="IN" style="text-align: left; user-select: text;">Groot </span><span lang="NL" style="text-align: left; user-select: text;">D</span><span lang="IN" style="text-align: left; user-select: text;">ayaksch </span><span lang="NL" style="text-align: left; user-select: text;">H</span><span lang="IN" style="text-align: left; user-select: text;">uis</span></b><span face="Roboto, sans-serif" lang="NL" style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small; user-select: text;"><b>”</b>, </span><span face="Roboto, sans-serif" lang="IN" style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small; user-select: text;">te </span><span face="Roboto, sans-serif" lang="NL" style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small; user-select: text;">G</span><span face="Roboto, sans-serif" lang="IN" style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small; user-select: text;">roningen </span><span face="Roboto, sans-serif" lang="NL" style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small; user-select: text;">B</span><span face="Roboto, sans-serif" lang="IN" style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small; user-select: text;">ij </span><span face="Roboto, sans-serif" lang="NL" style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small; user-select: text;">J.</span><span face="Roboto, sans-serif" lang="IN" style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small; user-select: text;"> B. Wolters </span><span face="Roboto, sans-serif" lang="NL" style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small; user-select: text;">U</span><span face="Roboto, sans-serif" lang="IN" style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small; user-select: text;">. M.</span><span face="Roboto, sans-serif" lang="NL" style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small; user-select: text;"> 1915)</span><span style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small; user-select: text !important;"> </span></p><p><b><span lang="IN">6. LITERATUUR </span></b></p>
<p class="MsoNormal"><span lang="IN">C. A. L. M. SCHWANER, <b><i>Borneo,
Beschrijving van het stroomgebied van
den Barito</i></b>, dln., Amsterdam 1853—1854. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><span lang="IN">P. J. Veth, <b><i>Borneo’s Wester-Afdeeling, dln</i></b>.,
Zaltbommel 1854—1856. 35 <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><span lang="IN">M. T. H. Perelaer, <b><i>Ethnographische
beschrijving der Dayak</i></b> s, Zaltbommel 1870. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><span lang="IN">Carl Bock, <b><i>Unter den Kannibalen auf
Borneo</i></b>, Jena 1882. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><span lang="IN">Carl Bock, <b><i>Reis in Oost- en Zuid-Borneo</i></b>,
’s Gravenhage 1887. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><span lang="IN">H. LING Roth, <b><i>The natives of Sarawah and
North Borneo</i></b>, dln., Londen
1896. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><span lang="IN">H. Breitenstein, <b><i>21 Jahre in Indien</i></b>,
Erster Theil, Borneo. Leipzig
1899. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><span lang="IN">A. W. Nieuwenhuis, <b><i>In Centraal-Borneo,
Leiden 1901. A. W. Nieuwenhuis, Quer
durch Borneo</i></b>, dln., Leiden
1904—1907. Encyclopaedie van
Nederlandsch-Indië, dl. artikel Dayak s. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><span lang="IN">S. W. Tromp, <b><i>Een reis naar de
Bovenlanden van Koetei</i></b>,
Tijdschrift van het Bataviaasch Genootschap, dl. XXXII, blz. 273.
<o:p></o:p></span></p>
<span lang="IN" style="font-family: "Calibri",sans-serif; font-size: 11.0pt; line-height: 107%; mso-ansi-language: IN; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin; mso-no-proof: yes;">C. M. PLEYTE Wzn., <b><i>De
geographische verbreiding van het
koppensnellen inden Oost-Indischen Archipel</i></b>, Tijdschrift v.h. Kon. Ned.
Aardr. Genoots </span>Marx Mahinhttp://www.blogger.com/profile/13756946988006790093noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2676729609984011517.post-51309081477403831052023-09-01T16:59:00.000-07:002023-09-09T02:07:50.823-07:00GROOT DAYAKSCH HUIS, RUMAH BESAR ORANG DAYAK (6)<p> <span style="text-align: justify;"> </span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhcmsf5d9_Cq5IsrbuZORAarrQvsRJgkbOg3UkNuAmmaLxPIY49pV-NtLXe7A5selRxBOMoLrYb7TkDOcQW6lW9vA5tikm8H2SkbjTfTp19xOdVJj1HubBWaBgw_x6wJ0cmrneuU0oCTMBTIfsdUz33xndGWE95gJpDhvBwsir8V5qT031_5hE9XWrFXkk/s800/RUMAH%20DAYAK.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="502" data-original-width="800" height="402" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhcmsf5d9_Cq5IsrbuZORAarrQvsRJgkbOg3UkNuAmmaLxPIY49pV-NtLXe7A5selRxBOMoLrYb7TkDOcQW6lW9vA5tikm8H2SkbjTfTp19xOdVJj1HubBWaBgw_x6wJ0cmrneuU0oCTMBTIfsdUz33xndGWE95gJpDhvBwsir8V5qT031_5hE9XWrFXkk/w640-h402/RUMAH%20DAYAK.png" width="640" /></a></div><br /><p></p><p><span face="Roboto, sans-serif" lang="NL" style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small; user-select: text;">(Sumber: </span><i style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small; text-align: justify;"><span lang="IN" style="text-align: left; user-select: text;">Insulinde in </span><span lang="NL" style="text-align: left; user-select: text;">W</span><span lang="IN" style="text-align: left; user-select: text;">oord en </span><span lang="NL" style="text-align: left; user-select: text;">B</span><span lang="IN" style="text-align: left; user-select: text;">eeld</span></i><span face="Roboto, sans-serif" lang="NL" style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small; user-select: text;">, </span><span face="Roboto, sans-serif" lang="NL" style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small; user-select: text;"> </span><span face="Roboto, sans-serif" lang="NL" style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small; user-select: text;"> </span><span face="Roboto, sans-serif" lang="IN" style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small; user-select: text;">door </span><span face="Roboto, sans-serif" lang="NL" style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small; user-select: text;">H</span><span face="Roboto, sans-serif" lang="IN" style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small; user-select: text;">enri </span><span face="Roboto, sans-serif" lang="NL" style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small; user-select: text;">Z</span><span face="Roboto, sans-serif" lang="IN" style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small; user-select: text;">ondervan</span><span face="Roboto, sans-serif" lang="NL" style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small; user-select: text;">, <b>“</b></span><b style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small; text-align: justify;"><span lang="IN" style="text-align: left; user-select: text;">Groot </span><span lang="NL" style="text-align: left; user-select: text;">D</span><span lang="IN" style="text-align: left; user-select: text;">ayaksch </span><span lang="NL" style="text-align: left; user-select: text;">H</span><span lang="IN" style="text-align: left; user-select: text;">uis</span></b><span face="Roboto, sans-serif" lang="NL" style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small; user-select: text;"><b>”</b>, </span><span face="Roboto, sans-serif" lang="IN" style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small; user-select: text;">te </span><span face="Roboto, sans-serif" lang="NL" style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small; user-select: text;">G</span><span face="Roboto, sans-serif" lang="IN" style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small; user-select: text;">roningen </span><span face="Roboto, sans-serif" lang="NL" style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small; user-select: text;">B</span><span face="Roboto, sans-serif" lang="IN" style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small; user-select: text;">ij </span><span face="Roboto, sans-serif" lang="NL" style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small; user-select: text;">J.</span><span face="Roboto, sans-serif" lang="IN" style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small; user-select: text;"> B. Wolters </span><span face="Roboto, sans-serif" lang="NL" style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small; user-select: text;">U</span><span face="Roboto, sans-serif" lang="IN" style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small; user-select: text;">. M.</span><span face="Roboto, sans-serif" lang="NL" style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small; user-select: text;"> 1915)</span><span style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small; user-select: text !important;"> </span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="DE"> <b>4. TEMPAT TINGGAL<o:p></o:p></b></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="DE"> Sementara suku Dayak yang masih
mengembara hanya tinggal di gubuk-gubuk setinggi beberapa meter, sebagian besar
suku yang sudah menetap memiliki rumah-rumah kayu yang besar. Di masa lalu,
rumah-rumah ini biasanya terletak di atau dekat tepi sungai kecil, di tempat
yang tidak terlalu mudah dijangkau dan sepenuhnya tertutup oleh pagar yang
kokoh. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="DE">Pada masa-masa baru, banyak orang Dayak
yang menetap lebih dekat ke
sungai-sungai besar dan pagar pembatas sebagian besar ditinggalkan. Biasanya,
seluruh anggota suku tinggal di satu rumah; jika medan memungkinkan, lebih dari
satu rumah dapat ditemukan. Untuk perlindungan dari musuh, rumah-rumah dibangun
tinggi di atas permukaan tanah. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="DE">Nieuwenhuis membedakan tiga gaya bangunan yang berbeda; contohnya adalah rumah-rumah
suku Kayan di Mahakam, yang merupakan yang paling umum, Long-"Glat dan
Ma-Touwan. Rumah Kayan (lihat gambar) terdiri dari serangkaian rumah yang
terpisah, masing-masing untuk satu keluarga atau garis keturunan, dengan lebar
sekitar satu meter, dalam 12-14 meter dan tinggi satu meter, bertumpu pada
tiang-tiang setinggi satu meter, sangat kokoh dan sebagian besar terbuat dari
kayu ulin. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="DE">Atapnya yang tinggi memiliki bubungan lurus yang sejajar dengan lebar rumah
dan menjulang di depan dan belakang rumah setinggi sekitar 1 m di atas lantai.
Di bagian belakang, atap dan lantai dihubungkan dengan dinding yang tertutup
rapat setinggi kurang lebih satu meter, sedangkan di bagian depan terdapat
dinding terbuka yang sama tingginya namun berbentuk kisi-kisi. </span>Masing-masing rumah dipisahkan satu sama lain
oleh dinding samping setinggi sekitar satu meter. Di antara bagian depan rumah,
yang berfungsi sebagai beranda, dan bagian belakang, yang digunakan sebagai
tempat tinggal dan tempat tidur, terdapat sekat setinggi 3-4 meter. <o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Rumah-rumah tersebut dibangun sedemikian rupa sehingga lantai, dinding
tengah dan atap semuanya sejajar satu sama lain, membentuk deretan panjang
rumah keluarga di bawah satu atap yang sama, dengan bagian depan membentuk satu
beranda umum dan bagian belakang terdiri dari kamar-kamar terpisah. <span lang="NL">Beranda dan tempat tinggal dihubungkan
oleh sebuah pintu di dinding tengah. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="NL">Kayu digunakan sebanyak mungkin, dan jika tidak mencukupi, juga bambu dan
daun lontar. Panjangnya sangat tidak merata, tergantung pada jumlah keluarga
yang tinggal bersama, dan bervariasi dari 100-250 M.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="NL">Tempat tinggal kepala suku, orang merdeka, dan budak diatur dengan cara
yang hampir sama; hanya saja tempat tinggal kepala biasanya lebih luas dan
lebih dalam dan atapnya sedikit lebih tinggi. Untuk setiap 10-15 tempat tinggal
terdapat tangga umum, yang terdiri dari batang pohon yang miring dan
berlekuk-lekuk. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="NL">Di Long-Glat tidak ada beranda umum, sehingga ruang tamu memenuhi seluruh
lebarnya dan orang memasuki rumah melalui lubang di lantai, sementara pintu di
dinding samping menghubungkan rumah-rumah individu. Alih-alih beranda, ada
lantai dua yang diletakkan di antara tiang-tiang sedikit di atas tanah. Di sini
juga, para kepala keluarga tinggal secara terpisah dan rumah mereka memiliki beranda
atau beranda. Di Ma-Tuwan, akhirnya, semua rumah mirip dengan rumah para kepala
Long-Glat, jadi ada beranda yang terus menerus di bagian depan rumah, yang
terhubung ke rumah-rumah individu dengan tangga. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="NL">Banyak rumah juga memiliki panggung bambu yang tidak jauh dari sana. Di
desa-desa di mana suku-suku yang berbeda tinggal, gaya bangunan yang berbeda
dapat ditemukan berdampingan. Meskipun
pembangunan rumah-rumah besar seperti itu membutuhkan waktu yang lama dan
pekerjaannya sering kali harus terganggu oleh pekerjaan di ladang, penangkapan
ikan, perang, penyakit, dan lain-lain, terkadang rumah-rumah tersebut segera
ditinggalkan lagi, misalnya jika ada yang sakit dalam waktu lama. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="NL">Tak perlu dikatakan bahwa dalam pemilihan, pengangkutan dan pemrosesan
bahan, serta dalam pembangunan dan peresmian rumah, sejumlah aturan harus
diperhatikan agar tidak mengganggu salah satu dari banyak roh. Di masa lalu, kepala yang dikumpulkan sangat
diperlukan untuk ini, tetapi sekarang tengkorak tua digunakan. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="NL">Di bawah rumah sering kali terdapat gudang dan tempat tinggal babi dan
unggas, yang hidup terutama dari sampah buangan penghuninya, karena lantainya
terbuat dari kisi-kisi atau bambu yang dibelah, diletakkan melintang, dan
semuanya dibuang ke bawah melalui lubang yang terbentuk, yang kemudian dibuang.
<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Bagian dalam rumah Dayak yang besar. Di sebelah kiri, bagian dapur dan
ruang tidur dengan bantal yang dibungkus tikar; di sebelah kanan, di bagian
lantai yang ditinggikan, sebuah l-eel-c |-,1r.n0-q' dan Petnn."
nrrvqJ.-1-dan nn Jan m.n-M- 30 yang ingin disingkirkan. <o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Khususnya pada rumah kepala suku, ukiran-ukiran halus biasanya dipasang
pada tiang-tiang utama. Namun, orang juga masih dapat menemukan tengkorak
manusia, yang berasal dari ekspedisi sebelumnya, sebagai hiasan. Barang-barang
rumah tangga berukuran kecil, karena sebagian besar terdiri dari tikar dan
keranjang, peralatan memasak, beberapa alat pertanian, senjata dan seringkali
satu atau lebih blanga atau periuk keramat (gbr. 8). <o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Di dekat rumah biasanya terdapat sejumlah tiang untuk mengenang anggota
keluarga yang meninggal, tempat pengorbanan bagi para arwah, serta
patung-patung menakutkan berukir kayu setinggi 3-4 m atau bahkan lebih tinggi
(salah satunya terlihat di gambar), biasanya berupa figur manusia, yang
bertugas menjauhkan roh-roh jahat dari rumah.
<o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Karena penghuni rumah Dayak yang begitu besar, yang jumlahnya mencapai
beberapa ratus orang, menghabiskan sebagian besar waktu mereka di rumah di beranda
umum, orang dapat dengan mudah membayangkan keaktifan yang biasanya terjadi di
sana. Sulit dipercaya, kata Perelaer, "berapa banyak ayah, ibu, ibu
mertua, anak, cucu, paman, bibi, saudara laki-laki, saudara perempuan, sepupu,
dan sebagainya yang berkerumun di dalam keluarga Dayak. Semua pekerjaan
dilakukan di sini atau di depan rumah, terkadang memasak, memasak, dan makan. <o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Orang Dayak tidak
terlalu rewel tentang makanan sehari-hari mereka, juga tidak banyak peralatan
yang digunakan untuk menyiapkannya. Di
pedalaman, makanan mereka sebagian besar terdiri dari piring bambu untuk
memasak nasi, sagu, atau buah-buahan dan sayuran; ikan bukanlah bagian dari
menu sehari-hari, apalagi daging.
Peralatan makan impor, serta panci dan wajan besi, ditemukan hampir
secara eksklusif di dataran rendah. <o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Selama makan, para pengunjung berkumpul sambil berjongkok, dengan kaki
disilangkan di bawah tubuh, atau duduk di atas balok kayu, mengelilingi makanan
yang diletakkan di tengah-tengah mereka di atas tikar atau piring, di mana
setiap orang menyajikan makanan sesuka hatinya. <span lang="NL">Daun pohon membentuk piring, jari-jari tangan
memegang garpu dan sendok. Selama makan, orang jarang minum, tetapi setelah
itu, dan pada saat yang sama mereka mulut dan tangan, di mana air yang
diperlukan disimpan di dalam pot bambu atau labu yang dilubangi. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="NL">Hanya pada saat festival, arak dan arak yang dibuat di rumah diminum. Jamuan
lainnya adalah sirih pinang, yang dikunyah, dan tembakau, yang dihisap dan
dikunyah. Beberapa suku juga menggunakan tanah yang dapat dimakan sebagai
stimulan. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="NL">Sebagai sarana relaksasi, suku Dayak
memiliki berbagai macam
permainan, serta latihan senam dan pertunjukan musik. Jadi mereka bermain dengan gasing, saling
menembak dengan kemudi kandung kemih, saling menyemprotkan air dan melakukan
permainan topeng di malam hari, di mana para peserta, yang menutupi wajah
mereka dengan topeng, mengadakan parade, menampilkan tarian, meniru pesta
berburu dan sebagainya. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="NL">Namun, yang paling umum adalah tarian senjata, yang selalu dilakukan oleh
hanya satu orang, dengan pakaian perang lengkap, di tengah-tengah lingkaran
penonton, seperti yang ditunjukkan pada gambar. Di antara latihan senam, gulat,
meskipun juga berlari dan melompat, sangat populer, serta bermain bola dengan
bola tebal yang dianyam dari rotan. Semacam tric-trac dan permainan catur
sederhana juga dilakukan. Laki-laki dan perempuan memainkan permainan yang
sama, dan begitu pula dengan anak-anak, yang memiliki permainan lain, beberapa
di antaranya mirip dengan permainan anak-anak kita. Gadis-gadis kecil,
misalnya, bermain dengan boneka, lebih disukai dengan papan kecil seperti yang
digunakan para ibu untuk menggendong anak-anak mereka. Anak laki-laki suka
melempar batu pipih ke lubang yang mereka gali sendiri, atau pada malam hari
saat mandi melempar batu ke tepian sungai, atau bermain lempar-lemparan. <b>(Bersambung)</b><o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="NL"> </span></p>Marx Mahinhttp://www.blogger.com/profile/13756946988006790093noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2676729609984011517.post-23729451227996492562023-08-31T19:40:00.002-07:002023-09-09T02:07:26.188-07:00GROOT DAYAKSCH HUIS, RUMAH BESAR ORANG DAYAK (5)<p> </p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjtRmotXbxX5I3tzdDq_s0u_WRBlTYEEEEhiySBMeFXEYr5heNF5G2gbcwJeaBDsXaZQ0u4WyByu8PuBNIDtLJKScd9SJS1ao4GELcx-2_FP0_1h3ct4Znovp495Z75VzQLOPP2G20YYLX-17_xU2Lp71Oq-is07FdEOk0qf_kUYbTDBP3JejXTTBWAHM8/s701/Orang%20Dayak3.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="701" data-original-width="500" height="400" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjtRmotXbxX5I3tzdDq_s0u_WRBlTYEEEEhiySBMeFXEYr5heNF5G2gbcwJeaBDsXaZQ0u4WyByu8PuBNIDtLJKScd9SJS1ao4GELcx-2_FP0_1h3ct4Znovp495Z75VzQLOPP2G20YYLX-17_xU2Lp71Oq-is07FdEOk0qf_kUYbTDBP3JejXTTBWAHM8/w285-h400/Orang%20Dayak3.jpg" width="285" /></a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><span face="Roboto, sans-serif" lang="NL" style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small; user-select: text;">(Sumber: </span><i style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small; text-align: justify;"><span lang="IN" style="text-align: left; user-select: text;">Insulinde in </span><span lang="NL" style="text-align: left; user-select: text;">W</span><span lang="IN" style="text-align: left; user-select: text;">oord en </span><span lang="NL" style="text-align: left; user-select: text;">B</span><span lang="IN" style="text-align: left; user-select: text;">eeld</span></i><span face="Roboto, sans-serif" lang="NL" style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small; user-select: text;">, </span><span face="Roboto, sans-serif" lang="NL" style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small; user-select: text;"> </span><span face="Roboto, sans-serif" lang="NL" style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small; user-select: text;"> </span><span face="Roboto, sans-serif" lang="IN" style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small; user-select: text;">door </span><span face="Roboto, sans-serif" lang="NL" style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small; user-select: text;">H</span><span face="Roboto, sans-serif" lang="IN" style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small; user-select: text;">enri </span><span face="Roboto, sans-serif" lang="NL" style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small; user-select: text;">Z</span><span face="Roboto, sans-serif" lang="IN" style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small; user-select: text;">ondervan</span><span face="Roboto, sans-serif" lang="NL" style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small; user-select: text;">, <b>“</b></span><b style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small; text-align: justify;"><span lang="IN" style="text-align: left; user-select: text;">Groot </span><span lang="NL" style="text-align: left; user-select: text;">D</span><span lang="IN" style="text-align: left; user-select: text;">ayaksch </span><span lang="NL" style="text-align: left; user-select: text;">H</span><span lang="IN" style="text-align: left; user-select: text;">uis</span></b><span face="Roboto, sans-serif" lang="NL" style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small; user-select: text;"><b>”</b>, </span><span face="Roboto, sans-serif" lang="IN" style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small; user-select: text;">te </span><span face="Roboto, sans-serif" lang="NL" style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small; user-select: text;">G</span><span face="Roboto, sans-serif" lang="IN" style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small; user-select: text;">roningen </span><span face="Roboto, sans-serif" lang="NL" style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small; user-select: text;">B</span><span face="Roboto, sans-serif" lang="IN" style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small; user-select: text;">ij </span><span face="Roboto, sans-serif" lang="NL" style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small; user-select: text;">J.</span><span face="Roboto, sans-serif" lang="IN" style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small; user-select: text;"> B. Wolters </span><span face="Roboto, sans-serif" lang="NL" style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small; user-select: text;">U</span><span face="Roboto, sans-serif" lang="IN" style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small; user-select: text;">. M.</span><span face="Roboto, sans-serif" lang="NL" style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small; user-select: text;"> 1915)</span><span style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small;"> </span></div><div><span style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: x-small;"><br /></span></div><p></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"> <b><span lang="DE">3.</span></b><span lang="DE"> <b>PERBURUAN KEPALA</b><o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="DE">Kebiasaan berburu kepala, yang terdiri dari pergi menyerang orang, membunuh
mereka dan mengambil serta menyimpan tubuh kepala mereka, tersebar luas di
seluruh Kepulauan India; bahkan jejak-jejak kebiasaan ini dapat ditemukan di
antara orang-orang yang sekarang sudah bebas dari kebiasaan ini, seperti di
Jawa. <o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="DE">Seperti yang ditunjukkan oleh Profesor Wilken, kebiasaan keji ini berkaitan
erat dengan pengorbanan untuk orang mati, karena diyakini dengan kuat bahwa
jiwa-jiwa mereka yang tengkoraknya telah diambil diwajibkan untuk melayani jiwa
si pembunuh di alam baka. <o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="DE">Kepala, dan lebih khusus lagi tengkorak, dianggap sebagai tempat kedudukan
jiwa. Pemujaan tengkorak yang dihasilkan dari kepercayaan ini sekarang
menyebabkan orang memburu tengkorak tidak hanya dalam kasus kematian, tetapi
juga pada banyak kesempatan lainnya. Tengkorak korban, atau lebih tepatnya jiwa
yang menyatu dengannya, kemudian menjadi roh pelindung atau jimat bagi
pemiliknya. Jalan pintas dilakukan sebelum rumah dibangun, sebelum keluarga
baru didirikan melalui pernikahan, pada saat kelahiran anak, pada saat
berkabung, dll., tetapi terutama pada saat kematian seorang kepala suku,
meskipun juga untuk mendapatkan budak untuk jiwanya sendiri di akhirat, atau
agar dianggap berani. <o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="DE">Braches menceritakan bagaimana seorang kepala suku Dayak di daerah aliran sungai Kahayan telah
"mengirim lebih dari 30 budak ke negeri para arwah, untuk melayaninya di
sana. Di sana-sini, kepala-kepala dari orang yang dikalahkan juga disebutkan
namanya, ditawari makanan pengorbanan atau suapan terbaik yang dimasukkan ke
dalam mulut mereka agar mereka disukai oleh pemiliknya. <o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="DE">Perburuan kepala dulunya adalah hal yang umum di Kalimantan dan bahkan
sampai saat ini masih terjadi di beberapa suku. Namun, kebiasaan ini semakin
tidak digunakan lagi dalam setengah abad terakhir, baik karena perluasan
kekuasaan Belanda maupun karena ekspedisi-ekspedisi penyerangan yang dilakukan
terkadang menimbulkan perang yang berlarut-larut, yang selalu membutuhkan usaha
dan kerja keras yang besar, dan para pesertanya terkadang tidak hadir selama
berbulan-bulan atau bahkan setahun, sehingga sangat merugikan mereka yang
ditinggalkan. Jika adat sudah tidak
ada lagi, dalam kasus-kasus di mana adat menetapkan adanya tengkorak, tengkorak
tua digunakan, kadang-kadang bahkan dipinjam dari suku lain. <o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="DE">Para pemburu kepala Dayak biasanya hanya keluar dalam jumlah kecil, kurang
dari satu orang, agar tidak terlalu diperhatikan; hanya pada saat kampanye
militer tertentu, di mana tujuannya adalah untuk menyerang sebanyak mungkin
desa musuh, banyak orang yang ikut serta. Mereka mengenakan baju zirah lengkap,
yang terdiri dari rompi tanpa lengan yang diisi dengan kapas atau kapuk atau
ditenun dari tali dan dengan demikian tahan terhadap sabetan pedang, di mana
jubah perang yang terbuat dari kulit binatang dikenakan. Bagian belakang
dilindungi oleh tikar persegi atau sepotong kulit binatang, yang juga berfungsi
sebagai alas duduk, di sekitar leher mereka memakai banyak jimat; kepala
ditutupi oleh topi prajurit bundar yang terbuat dari kulit atau rotan, dihiasi
dengan bulu, kerang dan lempengan tembaga atau topeng binatang pada
pinggirannya dan manik-manik <o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="DE"> </span>Yang menjadi senjata adalah sumpit yang dibyat dari batang pohon kayu ulin
yang panjang dan setebal lengan, ditusuk dengan hati-hati memanjang dan
dilengkapi dengan anak sumpit, kadang-kadang juga dengan ujung tombak. Dengan kayu
berlobang ini, anak panah kecil, sering kali beracun dan berduri, diterbangkan
dengan akurasi tinggi hingga jarak yang sangat jauh. Pemburu kepala juga
membawa sumpit, tombak, dan perisai. Senjata utamanya, bagaimanapun, adalah
mandau, pedang lurus, setajam silet, dan runcing dari baja yang sangat keras,
dengan lebar 6-7 dcm, dengan genggaman dari kayu ulin atau tanduk rusa,
biasanya dihiasi dengan ukiran halus dan seikat rambut manusia.</p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="DE">Penumpasan korban, tidak hanya laki-laki, tetapi kadang-kadang perempuan
atau orang setengah dewasa, selalu dilakukan dari penyergapan. Tiba-tiba, salah
satu peserta pesta cepat melompat ke arah korban dari belakang, menjambak
rambutnya dengan tangan kiri dan mengayunkan mandau dengan tangan kanan,
sehingga dengan satu pukulan, kepala korban terlepas dari badannya dan korban
yang malang itu tidak bisa berteriak. Mayat disembunyikan dengan hati-hati,
semua jejak darah dihilangkan dan korban berikutnya ditunggu, sampai jumlah
kepala telah diperoleh terpenuhi jumlahnya. <o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="DE">Meskipun di mata kita, berburu kepala menunjukkan sedikit keberanian, orang
Dayak berpikir sebaliknya dan para pejuang yang
kembali dirayakan sebagai pahlawan dan dihormati oleh para wanita dan
gadis-gadis dengan berbagai cara. Juga tidak boleh dilupakan bahwa hal ini
sering kali membutuhkan perjalanan yang panjang, penuh bahaya dan kesulitan,
sementara pihak lain sering kali mengejar Anda seperti binatang buas tanpa ada
peluang untuk dilukai, sehingga harus lari secepatnya sering kali membutuhkan
bukti keberanian dan tanpa takut terhadap kematian. <o:p></o:p></span></p><p>
</p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="DE"> Yang lebih jarang terjadi
dibandingkan dengan perburuan kepala adalah kanibalisme di Kalimantan saat ini,
meskipun hal ini masih terjadi pada beberapa suku, seperti suku Tering di
Koetei dan Paikering di bagian Selatan dan Timur. <span style="color: red;"><b> (Bersambung) </b></span><o:p></o:p></span></p>Marx Mahinhttp://www.blogger.com/profile/13756946988006790093noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2676729609984011517.post-80781057917941907642023-08-30T14:32:00.004-07:002023-08-30T14:39:05.298-07:00GROOT DAYAKSCH HUIS, RUMAH BESAR ORANG DAYAK (4)<p><span style="font-size: x-small;"><span face="Roboto, sans-serif" lang="NL" style="background-color: white; color: #757575; user-select: text;"><br /></span></span></p><p><span style="font-size: x-small;"><span face="Roboto, sans-serif" lang="NL" style="background-color: white; color: #757575; user-select: text;"></span></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><span style="font-size: x-small;"><span face="Roboto, sans-serif" lang="NL" style="background-color: white; color: #757575; user-select: text;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgoNdaufxfJ2TkdfRLCq53OT2hMjQRw1xQswlkqw1TOYqVuINXIHqH3iZS_nlvqPWYJ2_R_2VzvF8rWrqXhxhe_q_e0mKp9oItTHs8pB_dF4G4Yo43BMiYeHofu76a2-1-9WhCnzkmSym-N-KtjkSHnwzsUvXSVCtnRHw6XZJxxbA4m54y1Xzx2LhT7A-E/s325/Orang%20Dayak.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="325" data-original-width="200" height="640" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgoNdaufxfJ2TkdfRLCq53OT2hMjQRw1xQswlkqw1TOYqVuINXIHqH3iZS_nlvqPWYJ2_R_2VzvF8rWrqXhxhe_q_e0mKp9oItTHs8pB_dF4G4Yo43BMiYeHofu76a2-1-9WhCnzkmSym-N-KtjkSHnwzsUvXSVCtnRHw6XZJxxbA4m54y1Xzx2LhT7A-E/w394-h640/Orang%20Dayak.jpg" width="394" /></a></span></span></div><span style="font-size: x-small;"><span face="Roboto, sans-serif" lang="NL" style="background-color: white; color: #757575; user-select: text;"><br />(Sumber: </span><i style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; text-align: justify;"><span lang="IN" style="text-align: left; user-select: text;">Insulinde in </span><span lang="NL" style="text-align: left; user-select: text;">W</span><span lang="IN" style="text-align: left; user-select: text;">oord en </span><span lang="NL" style="text-align: left; user-select: text;">B</span><span lang="IN" style="text-align: left; user-select: text;">eeld</span></i><span face="Roboto, sans-serif" lang="NL" style="background-color: white; color: #757575; user-select: text;">, </span><span face="Roboto, sans-serif" lang="NL" style="background-color: white; color: #757575; user-select: text;"> </span><span face="Roboto, sans-serif" lang="NL" style="background-color: white; color: #757575; user-select: text;"> </span><span face="Roboto, sans-serif" lang="IN" style="background-color: white; color: #757575; user-select: text;">door </span><span face="Roboto, sans-serif" lang="NL" style="background-color: white; color: #757575; user-select: text;">H</span><span face="Roboto, sans-serif" lang="IN" style="background-color: white; color: #757575; user-select: text;">enri </span><span face="Roboto, sans-serif" lang="NL" style="background-color: white; color: #757575; user-select: text;">Z</span><span face="Roboto, sans-serif" lang="IN" style="background-color: white; color: #757575; user-select: text;">ondervan</span><span face="Roboto, sans-serif" lang="NL" style="background-color: white; color: #757575; user-select: text;">, <b>“</b></span><b style="background-color: white; color: #757575; font-family: Roboto, sans-serif; text-align: justify;"><span lang="IN" style="text-align: left; user-select: text;">Groot </span><span lang="NL" style="text-align: left; user-select: text;">D</span><span lang="IN" style="text-align: left; user-select: text;">ayaksch </span><span lang="NL" style="text-align: left; user-select: text;">H</span><span lang="IN" style="text-align: left; user-select: text;">uis</span></b><span face="Roboto, sans-serif" lang="NL" style="background-color: white; color: #757575; user-select: text;"><b>”</b>, </span><span face="Roboto, sans-serif" lang="IN" style="background-color: white; color: #757575; user-select: text;">te </span><span face="Roboto, sans-serif" lang="NL" style="background-color: white; color: #757575; user-select: text;">G</span><span face="Roboto, sans-serif" lang="IN" style="background-color: white; color: #757575; user-select: text;">roningen </span><span face="Roboto, sans-serif" lang="NL" style="background-color: white; color: #757575; user-select: text;">B</span><span face="Roboto, sans-serif" lang="IN" style="background-color: white; color: #757575; user-select: text;">ij </span><span face="Roboto, sans-serif" lang="NL" style="background-color: white; color: #757575; user-select: text;">J.</span><span face="Roboto, sans-serif" lang="IN" style="background-color: white; color: #757575; user-select: text;"> B. Wolters </span><span face="Roboto, sans-serif" lang="NL" style="background-color: white; color: #757575; user-select: text;">U</span><span face="Roboto, sans-serif" lang="IN" style="background-color: white; color: #757575; user-select: text;">. M.</span><span face="Roboto, sans-serif" lang="NL" style="background-color: white; color: #757575; user-select: text;"> 1915)</span> </span><p></p><p><b style="text-align: justify;"><span lang="IN">2. PANDANGAN
KEAGAMAAN</span></b><span lang="IN" style="text-align: justify;"> </span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Suku Dayak hampir
semuanya penyembah berhala, dan agama mereka disebut animisme atau pemujaan
roh. Karena mereka hidup terutama dari pertanian, yang sangat bergantung pada
iklim, dan karena iklim juga memiliki pengaruh pada kondisi fisik mereka dengan
menyebabkan penyakit, tidak mengherankan jika dalil-dalil agama mereka
mencerminkan rasa ketergantungan mereka pada alam sekitarnya. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Oleh karena itu,
kaum Dayak menganggap diri mereka hanya memiliki tempat yang sangat sederhana
di dunia alam; karena menurut konsepsi mereka sendiri, mereka hanya sedikit
berbeda dengan tumbuhan, hewan, dan benda-benda mati. Namun semua ini memiliki,
seperti diri mereka sendiri, jiwa, dan jiwa-jiwa ini memiliki sensasi yang sama
dengan manusia. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Jiwa-jiwa juga
memiliki kemampuan untuk meninggalkan selubung materi mereka untuk sementara
atau untuk selamanya. Jika hal ini terjadi pada manusia dan dia tidak segera
kembali, dia jatuh sakit; jika dia pergi untuk selamanya, dia mati dan jiwa
berpindah ke negeri jiwa, karena pesta kematian telah terjadi. Tanah jiwa itu
jauh dan perjalanan ke sana penuh dengan bahaya bagi jiwa. Sesampai di sana,
jiwa-jiwa hidup selamanya. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Sebelum Pesta
Kematian dirayakan, jiwa yang masih berkeliaran di bumi sangat ditakuti karena
kejahatannya, tetapi setelah itu tidak terlalu menjadi perhatian. Hal yang
sebaliknya terjadi pada roh-roh yang tak terhitung jumlahnya yang menghuni
daerah tersebut menurut kepercayaan kaum Dayak ,dan yang terbagi menjadi yang baik dan
yang jahat. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Bantuan dari yang
pertama diminta jika terjadi bencana, melawan ketergesaan dan penyakit, yang
kedua, sebagai penyebab semua kejahatan, dicoba untuk diusir dengan cara
kekerasan atau menenangkan dengan pengorbanan. Sementara bagi orang yang kurang
berpendidikan, roh-roh ini adalah penyebab dari segala kebaikan dan kejahatan,
yang lebih tinggi secara spiritual, seperti para kepala suku dan pendeta,
menganggap mereka hanya sebagai alat langsung atau tidak langsung dari dewa
tertinggi, pencipta seluruh dunia, yang murah hati dan memiliki nama yang berbeda
di berbagai suku. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Di sebagian besar
suku, penyembahan dimanifestasikan pertama dan terutama dalam memerangi roh-roh
jahat oleh para pendeta dan pendeta wanita, yang juga, karena semua penyakit
adalah pekerjaan roh-roh ini, memenuhi fungsi tabib, yaitu seperti halnya
kutukan setan. Mereka juga membuat keinginan roh-roh tersebut diketahui oleh
manusia dan mengembalikan jiwa manusia, yang meninggalkan tubuh karena
alasan-alasan kecil seperti rasa takut atau tidak senang, terutama dalam kasus
penyakit. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Di antara orang
Bahau, manusia dan hewan peliharaannya, serta rusa, monyet abu-abu dan babi
hutan, memiliki dua jiwa, sedangkan hewan lain, tumbuhan dan benda mati hanya
satu. Dari dua jiwa tersebut, hanya
satu yang dapat meninggalkan tubuh untuk sementara waktu, yang lainnya
terhubung erat dengan tubuh sepanjang hidup, dan hanya setelah kematian jiwa
tersebut juga meninggalkan tubuh material. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Pengorbanan juga
merupakan bagian dari ibadah, di mana terkadang banyak hewan disembelih dan
tidak jarang budak disiksa hingga mati dengan cara yang mengerikan; pada saat
yang sama, banyak makanan yang disajikan. </span>Bagian esensial dari pengorbanan memberi manfaat bagi para arwah, bagian
substansial bagi para pengorbanan. <o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="DE">Seringkali kurban hanya terdiri dari telur, beras, ayam, dll. Tidak ada
kuil atau tempat pemujaan lain yang dikenal. Namun, ada banyak tempat terlarang
yang tidak boleh dimasuki oleh Dayak atau dalam kasus-kasus khusus tidak boleh
dimasuki, seperti halnya ada banyak benda yang tidak boleh disentuh atau
nama-nama yang tidak boleh diucapkan.
<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="DE">Tempat khusus dalam agama ini ditempati oleh ilmu sihir, yang orang-orang
coba buat tidak berbahaya atau dibatalkan dengan bantuan pendeta atau pendeta
wanita dengan menggunakan jimat dan alat kontrasepsi. Jumlah alat kontrasepsi
sangat banyak dan yang paling berharga adalah kepala yang diasah, serta pot
suci (blanda), yang oleh Dayak dikaitkan dengan asal-usul ilahi, seperti yang
akan ditunjukkan di bagian akhir. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="DE">Seni meramal masa depan, dengan melihat pertanda baik atau buruk dari luar,
seperti terbang ke atas (kiri atau kanan), atau teriakan burung-burung
tertentu, dan lain-lain, juga tidak kalah pentingnya. Tanpa berkonsultasi
dengan ini Bahkan, sepanjang hidupnya dia adalah budak dari rasa takutnya
terhadap setan. Dia juga merasa terdorong untuk melakukan pengorbanan di setiap
kesempatan untuk setiap objek yang bersentuhan dengannya. Ketika menanam padi,
misalnya, dia berkorban untuk kapaknya, parangnya, batu asahnya, singkatnya
untuk semua alat yang telah membantunya, dan tentu saja untuk jiwa padi itu
sendiri. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="DE">Nieuwenhuis menggambarkan upacara keagamaan yang rumit dan rumit yang harus
dilakukan sebelum menggarap sawah untuk memuaskan roh-roh dan mencegah
kerusakan atau gangguan. Kehidupan
masa depan tidak terlalu menarik bagi orang Dayak ; baginya, kehidupan duniawi
adalah segalanya, dan fakta ini juga menjelaskan mengapa misi Kristen sejauh
ini hanya memiliki sedikit keberhasilan di Kalimantan. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="DE">Zimmer menulis dalam "Rhenish Mission": "Jika
keuntungan-keuntungan eksternal melekat pada transisi ke agama Kristen, semua
orang Dayak akan menjadi Kristen suatu hari nanti",
dan misionaris Sundermann juga menulis: "Orang-orang akan dengan mudah
dibujuk untuk dibaptis, jika hal itu membawa keuntungan-keuntungan eksternal,
misalnya celana panjang atau jaket berwarna-warni. <b>(Bersambung)</b><o:p></o:p></span></p>Marx Mahinhttp://www.blogger.com/profile/13756946988006790093noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2676729609984011517.post-72492137318460341292023-08-30T06:50:00.000-07:002023-08-30T14:43:47.219-07:00GROOT DAYAKSCH HUIS, RUMAH BESAR ORANG DAYAK (3)<p><span style="text-align: justify;">Bahkan, pakaiannya juga harus mencakup tato, karena sebagian besar
menghilangkan kesan ketelanjangan.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="NL">Tato ini terdiri dari menusuk kulit dengan berbagai gambar yang tidak bisa
dihancurkan dan berfungsi sebagian sebagai ornamen, sebagian lagi untuk
membedakan suku-suku yang berbeda (gbr. 2). Meskipun ini adalah operasi yang
sangat menyakitkan, yang dilakukan selama bertahun-tahun secara berkala, hal
ini terjadi di semua suku, kecuali mungkin suku Bekatan. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="NL">Memang benar bahwa banyak wanita yang merasa muak setelah percobaan
pertama, tetapi banyak juga yang dengan sabar menahan rasa sakit yang parah
karena, menurut agama Dayak, hanya mereka yang ditato dengan benar yang
diizinkan untuk mandi di sungai Telang Djoelan di alam baka, di mana
manik-manik yang paling indah ditemukan di bagian bawahnya, dan wanita sangat
suka memiliki banyak manik-manik yang indah. Yang juga umum dilakukan adalah
mengolesi seluruh tubuh bagian atas dengan pewarna kuning tua dan mewarnai
kaki, kuku, dan ujung jari dengan warna coklat kemerahan. <o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj2EOLlb4TyKUd_fgiAgu8KWozYLT0YafirKcI6eI3s-6A0BJE1TF3s_aNuGmiPlOTrpd7plNxf3wMtriQuwbaANNP0agJA-o-rHqfyVONBHo9hGzS47MvifBVWjNJU557O2NNMg_KYFnltEOUq6cLZHFc43bETchW6KsakDVe6-l-M88Y7XMFkqEX3WEA/s907/Tato%20Dayak.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="629" data-original-width="907" height="444" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj2EOLlb4TyKUd_fgiAgu8KWozYLT0YafirKcI6eI3s-6A0BJE1TF3s_aNuGmiPlOTrpd7plNxf3wMtriQuwbaANNP0agJA-o-rHqfyVONBHo9hGzS47MvifBVWjNJU557O2NNMg_KYFnltEOUq6cLZHFc43bETchW6KsakDVe6-l-M88Y7XMFkqEX3WEA/w640-h444/Tato%20Dayak.jpg" width="640" /></a></div><br /><span lang="NL"><br /></span><p></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="NL">Ekspresi selera yang lebih aneh lagi adalah keinginan untuk meregangkan
daun telinga secara artifisial sebanyak mungkin dengan menindiknya di usia muda
dan mengenakan cincin logam di dalamnya (lihat gbr. 1), yang berat dan
jumlahnya terus bertambah dan kadang-kadang mencapai 20, dengan hasil bahwa
daun telinga akhirnya mengambil bentuk yang mengerikan. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="NL">Yang pastinya bukan hiasan, seringnya adalah penyakit gondok seukuran
kepala anak-anak, yang banyak diderita kaum wanita. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="NL">Telah ditunjukkan betapa banyak wanita yang menyukai mutiara. Secara umum,
perhiasan sangat populer, hampir tidak kurang populer di kalangan pria
dibandingkan dengan wanita, terutama cincin lengan dan kaki, kalung, dan
anting-anting. Cincin sebagian terbuat dari rotan atau kayu, kadang-kadang
diwarnai dengan indah atau dihias dan kadang-kadang dipakai oleh satu orang
dalam jumlah 200. Cincin yang terbuat dari gading dan logam juga sangat
populer, seperti halnya kalung yang terbuat dari manik-manik baru atau lama,
dan dalam kasus yang terakhir, manik-manik yang sangat berharga.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="NL">Selama masa berkabung, semua perhiasan harus dilepaskan, begitu juga dengan
pakaian berwarna-warni. Justru dalam
pembuatan perhiasan inilah keterampilan seni mereka yang terbaik. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="NL">Di antara semua suku, suku Bahau menempati posisi pertama dalam bidang
seni. Mereka biasanya mendapatkan motif untuk produk mereka dari lingkungan
sekitar, sehingga bentuk hewan dan tumbuhan menjadi yang utama, namun
dimodifikasi oleh imajinasi seniman. Mereka juga memiliki reputasi yang baik
sebagai pengrajin senjata, sementara pengukiran dan penatahan pedang dengan
tembaga atau perak, ukiran potongan pedang dan dekorasi perahu
dan rumah dengan ukiran patut disebutkan.
<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="NL">Tidak ada pengrajin profesional, semua orang adalah pandai besi, tukang
kayu, pengukir, dll. pada masanya masing-masing; setiap wanita mempraktikkan
menenun, mewarnai, dan memintal. Namun demikian, pola-pola anyaman dan kain,
serta bordir manik-manik, patut mendapat banyak perhatian karena garis-garisnya
yang anggun dan kombinasi warna yang berselera tinggi. Jika kita juga tahu bahwa sebuah pola tidak
pernah ditiru, tetapi selalu dibuat dengan hati, maka jelaslah bahwa suku Dayak adalah "seniman yang terlahir dalam hal
ini". <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="NL">Namun, selain kerajinan tangan, industri tidak banyak yang ditawarkan. Yang
lebih tidak berkembang lagi adalah perdagangan, sementara berburu juga tidak
banyak berguna. Orang Dayak lebih tertarik untuk memancing. Ikan ditangkap
dengan pancing, jaring dan perangkap; mereka sering membuat ikan pingsan dengan
meracuni air dan kemudian menangkapnya dengan tombak, jaring dan keranjang. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="NL">Meskipun babi, unggas, dan bahkan kerbau dapat ditemukan di mana-mana di
dekat rumah-rumah, tidak ada peternakan dalam arti sebenarnya. </span>Mata pencaharian utama adalah pertanian, namun
pada tingkat yang sangat rendah. <o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Jarang sekali ada keluarga yang menanam lebih dari kebutuhan
sehari-hari, sehingga hasil panen yang buruk biasanya mengakibatkan kelaparan.
Tanaman utama adalah padi, biasanya ditanam di ladang yang tidak diolah dengan
baik dan kering, sedangkan tanaman kedua adalah jagung, umbi-umbian,
kacang-kacangan, dan sebagainya. Buah-buahan disediakan oleh hutan, juga
sayuran, kayu, rotan, bambu, dll. <o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Sama kurangnya dengan metode pertanian, adalah peralatan. Di mana orang Dayak berada di bawah kekuasaan Belanda atau Melayu,
mereka diperintah oleh kepala suku yang ditunjuk; di mana tidak demikian,
mereka tidak mengetahui fakta maupun. <span lang="IN"><o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Setiap rumah tangga
memiliki kepala rumah tangga sendiri, terkadang seorang perempuan, yang
pengaruhnya sering kali kecil. Hanya pada saat perang atau bahaya, seorang
kepala dipilih sebagai pemimpin tertinggi. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Dalam perselisihan
yang tidak dapat diselesaikan oleh para kepala keluarga, keputusan ilahi
digunakan.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Selain orang merdeka, ada juga budak, beberapa
di antaranya adalah tawanan perang, beberapa di antaranya adalah anak-anak
budak. Banyak suku juga memiliki hamba atau budak yang terikat utang. Namun,
nasib mereka pada umumnya tidak buruk, dan terlepas dari kurangnya kebebasan
pribadi mereka dan apa yang menyertainya, di sebagian besar suku, mereka tidak
jauh berbeda dari orang Dayak yang bebas.
<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Pernikahan tidak
pernah terjadi selain melalui campur tangan perantara, saudara sedarah atau
teman, sementara mas kawin selalu harus dibayar oleh pengantin pria kepada
orang tua pengantin wanita, bahkan ketika gadis itu dilarikan, seperti yang
kadang-kadang terjadi di beberapa suku ketika orang tua menentang. Pernikahan
selalu dilakukan dengan beberapa upacara dan sering kali mengarah pada pesta
besar, di mana orang-orang makan dan minum banyak. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Pernikahan lebih
dari satu kali jarang terjadi karena tingginya biaya yang harus dikeluarkan.
Hanya di beberapa suku, kepala suku memiliki kemewahan untuk memiliki dua atau
tiga istri. Kelahiran dan terutama kematian menimbulkan banyak upacara yang
terkadang memakan waktu, serta makanan besar dan berlebihan. <b>(Bersambung)</b><o:p></o:p></span></p>Marx Mahinhttp://www.blogger.com/profile/13756946988006790093noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2676729609984011517.post-20587352017242851432023-08-28T09:56:00.003-07:002023-08-30T14:41:58.450-07:00GROOT DAYAKSCH HUIS, RUMAH BESAR ORANG DAYAK (2)<p><span style="text-align: justify;"><b>Profesor Nieuwenhuis</b>, ahli terbaik mengenai suku Dayak, membagi mereka ke
dalam dua kelompok: pertama, sejumlah kecil masyarakat pemburu, yang dikenal
dengan nama Punan, Bukat, </span><span style="text-align: justify;"> </span><span style="text-align: justify;">Beketan, dan
lain-lain, yang mengembara di pegunungan, di daerah sumber sungai-sungai besar,
sebagai pengembara, yang hampir tidak bertani, dan hidup dari berburu,
menangkap ikan, dan hasil hutan. Mereka mungkin adalah penduduk tertua di pulau
ini; kedua, para petani, yang memiliki rumah permanen dan sekali lagi terdiri
dari dua kelompok besar. Dari segi bentuk tengkorak dan ciri-ciri fisik
lainnya, serta perilaku dan adat istiadat, bahkan secara historis, kedua kelompok
ini sangat berbeda.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="NL">Kelompok pertama adalah kelompok Bahau dan Kenyah di bagian Timur Borneo,
di hulu Mahakam dan sungai-sungai lain yang mengalir ke pesisir Utara atau Selatan;
kelompok kedua adalah Ot Danum dan Siang di Melawi Hulu, Kahayan Hulu dan
Barito Hulu. Masing-masing terdiri dari banyak suku; salah satu yang paling
penting dari kelompok pertama adalah misalnya suku Kayan di sepanjang Mahakam,
dan kelompok kedua adalah suku Ulu-Air di Sungai Mandai. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="NL">Karena seluruh penduduk Kalimantan diperkirakan diperkirakan tidak lebih
dari satu juta jiwa, dan dari jumlah tersebut sebagian besar masih menetap di
daerah pesisir, maka jumlah anggota setiap suku di pedalaman pasti kecil,
berkali-kali jumlahnya tidak seringkali tidak lebih dari 100-200 jiwa. Hal ini terutama
berlaku bagi banyak suku pengembara, yang disebut sebagai Poenan dll. Dalam
kelompok-kelompok yang terdiri dari 4 - 10 keluarga, misalnya suku Poenans di
hutan belantara yang paling dalam, di gubuk-gubuk yang terbuat dari ranting,
kulit kayu dan dedaunan, atau mencari tempat berlindung di bawah kanopi daun
palem atau di dalam liang kecil. Di sini mereka biasanya tinggal selama
beberapa bulan saja, di mana para pria berkeliaran, sementara para wanita
melakukan semua pekerjaan berat. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="NL">Jadi, meskipun suku-suku ini masih berada pada tingkat perkembangan yang
sangat rendah, namun sangat berbeda dengan suku Dayak yang menetap, yang
terutama kelompok Bahau telah menjadi jauh lebih dikenal melalui perjalanan <i>Prof.
Niewenhuis</i>. Mereka bertubuh tegap dan berotot kuat, memiliki mata yang
lincah dan berwarna coklat tua, mulut yang tidak terlalu besar dan gigi yang
sangat bagus, yang, bagaimanapun juga, dimutilasi dengan cara dipotong, dikikir
atau ditindik, yang seringkali juga dihitamkan atau ditutupi dengan lempengan
logam. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="NL">Tangan dan kaki selalu kecil dan berbentuk bagus, tetapi sering kali
berubah bentuk karena kerja keras di usia tua. Warna kulit yang terang akan
segera menjadi gelap karena pengaruh sinar matahari. Penyakit kulit sering
terjadi, sementara malaria dan penyakit lainnya membunuh begitu banyak orang sehingga
salah satu penyebab utama rendahnya kepadatan penduduk dapat ditemukan dalam
hal ini dan bukan, seperti yang sering diklaim, dalam perburuan kepala.
Sebagian besar suku hanya menyukai rambut kepala mereka, itulah sebabnya
mereka, yang secara alami berambut tipis, dengan hati-hati mencukur semua
rambut lain di tubuh, kadang-kadang bahkan bulu mata dan alis. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="NL">Mereka sangat rentan terhadap gangguan mental dan tidak tahan terhadap rasa
sakit. Secara umum, mereka ceria, suka bernyanyi dan menari dan senang tertawa.
Emosi yang kuat sangat jarang terjadi pada mereka. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="NL">Seperti yang dicatat Perelaer, suku-suku yang hanya memiliki sedikit kontak
dengan dunia luar mengenakan kurang lebih "kostum surga sebelum kasus
memakan apel yang terkenal". <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="NL">Pakaian utama pria di rumah, saat bekerja di ladang, berburu dan memancing
adalah cawat, sepotong kulit kayu atau kapas sempit yang dililitkan di
pinggang, di luar rumah kadang-kadang juga tabung dari bahan yang sama,
sementara di dalam rumah wanita tidak mengenakan apa pun kecuali rok pendek,
yang dilepas saat mandi, menimba air, dll., Sementara di luar rumah ia
mengenakan sarung dan sering kali pakaian renang, yaitu sarung dengan atau
tanpa lengan. Sebagai gantinya, semacam selendang digunakan pada hari libur.
Tujuan utama pemakaian pakaian adalah untuk melindungi tubuh dari panas, di
daerah pegunungan yang tinggi juga dari hawa dingin, dan juga agar kulit tidak
terbakar; selain itu, pakaian juga dipakai sebagai perhiasan, terutama pada
acara-acara perayaan, dan sebagai alat untuk menakut-nakuti musuh (pakaian
perang, lihat halaman 23). <o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEghjpgOveqTGluB6REnueZ1Mk2jUiKOuFgitz7sCXdRgh1j0RxXslVVNxMUsVmlkjVjmSqsliE50aKoNDrL0eXh7Orea0Bgt8XpAo1wFAl72a7EwQ4yhgUiMXmrBXubc7mgeJdF3LNzu0CD8T8UtnI2klDDvZHYbx_OE0aV89J5DeUdvyy0TpwrDJW0C_M/s867/Topi%20Pelindung.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="388" data-original-width="867" height="324" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEghjpgOveqTGluB6REnueZ1Mk2jUiKOuFgitz7sCXdRgh1j0RxXslVVNxMUsVmlkjVjmSqsliE50aKoNDrL0eXh7Orea0Bgt8XpAo1wFAl72a7EwQ4yhgUiMXmrBXubc7mgeJdF3LNzu0CD8T8UtnI2klDDvZHYbx_OE0aV89J5DeUdvyy0TpwrDJW0C_M/w640-h324/Topi%20Pelindung.jpg" width="640" /></a></div><br /><span lang="NL"><br /></span><p></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="NL">Terutama pria dan wanita yang sudah menikah dan pengantin baru sangat
memperhatikan pakaian mereka, dan para wanita menunjukkan selera dan perasaan
artistik yang tinggi saat membuatnya. Khususnya selama pakaian itu tidak dibeli
dari orang Melayu tetapi dibuat sendiri, kain-kain yang indah ditenun dan
sering dihiasi dengan hiasan-hiasan yang indah dan berwarna-warni, seperti yang
masih berlaku di Hulu Mahakam. Korset sama sekali tidak asing bagi wanita Dayak,
meskipun bentuk dan bahannya berbeda dengan korset yang ada di mode kita;
korset ini tidak dikenakan di bawah, tetapi di atas pakaian. Terdiri dari sabuk
selebar tangan yang terbuat dari anyaman rotan yang sangat halus, yang sering
dililitkan dengan sangat erat di pinggang hingga dua puluh kali. Bahkan ada
juga yang disebut tourniquet, yang terdiri dari bantalan yang terbuat dari
rotan yang diikat di bawah sarung. Untuk melindungi kepala dari sinar matahari,
digunakan topi anyaman rotan yang besar dan ringan, yang juga dikenal dengan
sebutan topi. <b> (Bersambung)</b><o:p></o:p></span></p>Marx Mahinhttp://www.blogger.com/profile/13756946988006790093noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2676729609984011517.post-80813284478811930992023-08-27T20:42:00.002-07:002023-08-30T14:40:54.258-07:00GROOT DAYAKSCH HUIS, RUMAH BESAR ORANG DAYAK (1)<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><br /></div><p></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgyh0SaykBdnwYhg0YCWVZbXpdMxBbzEWmNS4JOEpS3PdSFIHyMrnw5UgwevDNSYPD7BONUwW_Fd93pnELHQlFiKdfCiBEeFzIzokPnP9urq29PiSccvfzI1bva6dC_-M2WimYGiqAJWbVVyhHT4Gz6VqO4mqrmGft17uYXQecmsVd5j6arPibQwIEZtj4/s628/Rumah%20Besar%20Dayak.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="509" data-original-width="628" height="518" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgyh0SaykBdnwYhg0YCWVZbXpdMxBbzEWmNS4JOEpS3PdSFIHyMrnw5UgwevDNSYPD7BONUwW_Fd93pnELHQlFiKdfCiBEeFzIzokPnP9urq29PiSccvfzI1bva6dC_-M2WimYGiqAJWbVVyhHT4Gz6VqO4mqrmGft17uYXQecmsVd5j6arPibQwIEZtj4/w640-h518/Rumah%20Besar%20Dayak.jpg" width="640" /></a></div><br /><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="NL" style="text-align: left;">(Sumber: </span><i><span lang="IN" style="text-align: left;">Insulinde in </span><span lang="NL" style="text-align: left;">W</span><span lang="IN" style="text-align: left;">oord en </span><span lang="NL" style="text-align: left;">B</span><span lang="IN" style="text-align: left;">eeld</span></i><span lang="NL" style="text-align: left;">, </span><span lang="NL" style="text-align: left;"> </span><span lang="NL" style="text-align: left;"> </span><span lang="IN" style="text-align: left;">door </span><span lang="NL" style="text-align: left;">H</span><span lang="IN" style="text-align: left;">enri </span><span lang="NL" style="text-align: left;">Z</span><span lang="IN" style="text-align: left;">ondervan</span><span lang="NL" style="text-align: left;">, <b>“</b></span><b><span lang="IN" style="text-align: left;">Groot </span><span lang="NL" style="text-align: left;">D</span><span lang="IN" style="text-align: left;">ayaksch </span><span lang="NL" style="text-align: left;">H</span><span lang="IN" style="text-align: left;">uis</span></b><span lang="NL" style="text-align: left;"><b>”</b>, </span><span lang="IN" style="text-align: left;">te </span><span lang="NL" style="text-align: left;">G</span><span lang="IN" style="text-align: left;">roningen </span><span lang="NL" style="text-align: left;">B</span><span lang="IN" style="text-align: left;">ij </span><span lang="NL" style="text-align: left;">J.</span><span lang="IN" style="text-align: left;"> B. Wolters </span><span lang="NL" style="text-align: left;">U</span><span lang="IN" style="text-align: left;">. M.</span><span lang="NL" style="text-align: left;"> 1915)</span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="NL" style="text-align: left;"><br /></span></p><p class="MsoNormal"><span lang="IN"><o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="NL"><b>PENDAHULUAN. </b> <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="NL">Dari sekian banyak suku yang mendiami Insulinde (Nusantara), mungkin tidak
ada yang namanya dikenal luas seperti suku Dayak di Kalimantan. Namun, sampai
saat ini, tidak ada satupun di Kepulauan Sunda Besar yang memiliki informasi
yang dapat dipercaya tentang populasinya, berdasarkan pengamatan yang
menyeluruh, seperti Kalimantan. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="NL">Semua orang tahu bahwa "pemburu kepala" tinggal di pulau ini,
tetapi itu juga menghabiskan sebagian besar pengetahuan orang Belanda tentang
penduduknya. Namun, hanya sedikit orang yang tahu bahwa, di satu sisi,
penyiksaan ini relatif jarang terjadi di Borneo saat ini dan, di sisi lain, hal
ini pernah tersebar luas di sebagian besar Kepulauan Hindia dan masih jauh
lebih umum terjadi di beberapa pulau lain daripada di Borneo saat ini! <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="NL">Di sini, upaya agama Kristen dan pemerintah dalam setengah abad terakhir
telah melakukan banyak hal untuk memberantas masalah ini, tetapi masyarakat
sendiri juga telah meninggalkan kebiasaan yang tidak suci ini, karena sadar
akan dampak yang sangat merugikan yang ditimbulkannya. Dan bahkan jika di
sana-sini di pedalaman Kalimantan, di bawah pengaruh agama dan adat, beberapa
kepala masih dipenggal, apa artinya jumlah ini dibandingkan dengan ratusan dan
ribuan kepala yang jatuh dalam perang Eropa, seperti yang terjadi lagi di
Tripolis saat ini, di mana motifnya sama sekali tidak lebih tinggi secara moral
dibandingkan dengan motif "Dayak yang haus darah" yang sangat dihina, yang
secara keliru dihina, seperti yang akan ditunjukkan di bawah ini. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="NL"> </span></p>
<p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><!--[if !supportLists]--><b><span lang="NL">1.<span style="font-feature-settings: normal; font-kerning: auto; font-optical-sizing: auto; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-variant-alternates: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; font-variation-settings: normal; line-height: normal;">
</span></span><!--[endif]--></b><span lang="NL"><b>SUKU DAYAK</b><o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="NL">Seperti yang telah disebutkan dalam penjelasan mengenai gambar <i>Kampong Di Daerah Sungai Barito</i>, penduduk Kalimantan biasanya dibagi menjadi dua kelompok:
<b>Orang Melayu</b>, orang asing dari tempat lain, yang mendiami daerah pesisir, dan
<b>orang Dayak</b> penduduk asli, yang tinggal di pedalaman,
tetapi di bagian utara (Inggris) pulau ini juga mendiami daerah pesisir dan
disebut di sini sebagai orang <b>Dayak Laut</b>, berbeda dengan orang <b>Dayak Darat</b> yang tinggal lebih jauh ke pedalaman.
Sebaliknya, di sepanjang sungai-sungai besar, kita dapat menemukan apa yang
disebut suku Melayu jauh ke pedalaman dan di banyak tempat terdapat percampuran
yang kuat antara Melayu dan Dayak. Oleh karena itu, orang Dayak yang
murni harus dicari jauh di pedalaman. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="NL">Tidak ada yang dapat dikatakan dengan pasti tentang arti nama Dayak
tersebut. Mereka sendiri tidak menyebut diri mereka dengan nama itu, dan juga
tidak menggunakannya untuk menyebut anggota suku mereka. Apakah mereka adalah penghuni pertama
Kalimantan, kita tidak tahu.
Bagaimanapun, mereka terkait dengan cabang barat dari ras Melayo-Polinesia,
yang juga mendiami pulau-pulau lain di Nusantara. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="NL">Suku Dayak terbagi lagi menjadi banyak suku, sehingga <b>H.
Ling Roth</b> mendaftarkan 147 suku, tanpa uraian yang mendetail. Banyak dari suku-suku ini sangat berbeda satu
sama lain, baik secara fisik, kualitas spiritual, dan situasi sosial. Namun
demikian, beberapa karakteristik fisik umum dapat ditunjukkan. Sebagai contoh,
orang Dayak bertubuh sedang, tetapi tegap dan umumnya
berotot kuat, memiliki tangan dan kaki yang kecil dan berbentuk indah; seperti orang
Melayu pada umumnya, mereka memiliki rambut hitam, lurus, mata hitam dan gigi
putih yang indah. Perkembangan fisik selalu lebih besar pada pria daripada
wanita. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="NL">Tidak ada perdebatan mengenai selera, hal ini ditunjukkan lagi oleh kesan
yang sangat berbeda dari para pengunjung yang berbeda mengenai keindahan fisik
orang Dayak. Dalam hal ini, tampaknya ada perbedaan besar antara berbagai suku
dan sangat bergantung pada usia. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="NL">Di antara gadis-gadis muda (gambar 1) memang ada yang cantik, tetapi
pernikahan dini dan kerja keras membuat mereka segera menjadi tua dan jelek.
Pada usia 12-13 tahun penampilannya cantik, gadis itu menikah beberapa tahun
kemudian dan berkali-kali pada usia 25 tahun membuat kesan sebagai wanita tua.
Tampaknya tidak ada yang lebih sulit bagi orang yang tertinggal daripada menentukan usia mereka, karena mereka
tidak pernah tahu persis berapa usia mereka. <o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjhC1IcU7_VuSFmSnNydxsprLppc1Gq2J9sZw8MsxEwGwb4vYi-0d6T_eVz8YMOo87fe4sd9yiH07gR9cLYX2D_TjflRCCMMg9aMFgeAHSvrOWwfNcTHteg9QeuReQi-6Etq-QZ2l4Nrt_Fyo8OfpYsVz04uUnExWZN2Mur5eXHYPKjFlUFQ_lE3RXLi8M/s725/Gambar%20Gadis%20dari%20Hulu%20Mahakam.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="657" data-original-width="725" height="580" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjhC1IcU7_VuSFmSnNydxsprLppc1Gq2J9sZw8MsxEwGwb4vYi-0d6T_eVz8YMOo87fe4sd9yiH07gR9cLYX2D_TjflRCCMMg9aMFgeAHSvrOWwfNcTHteg9QeuReQi-6Etq-QZ2l4Nrt_Fyo8OfpYsVz04uUnExWZN2Mur5eXHYPKjFlUFQ_lE3RXLi8M/w640-h580/Gambar%20Gadis%20dari%20Hulu%20Mahakam.jpg" width="640" /></a></div><br /><span lang="NL"><br /></span><p></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="NL">Secara psikologis, orang Dayak jauh di atas orang Melayu, seperti halnya dia
melampaui mereka dalam hal kekuatan fisik. Hal yang sama berlaku untuk watak
dan kebajikan sosial mereka, di mana hal ini belum dirusak oleh pengaruh jahat
dominasi Melayu (lihat Catatan Penjelasan tentang Gambar <i>Kampong di Lembah
Barito</i>, hal. 22). Di mana orang Dayak tetap bebas dari pengaruh ini, mereka jujur,
setia pada janji, ramah dan suka menolong, meskipun ceroboh, lamban dan suka
berdebat; berperkara adalah hobinya. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="NL">Di sisi lain, hubungan antara suami dan istri, orang tua dan anak dan
sebaliknya, serta antara anggota keluarga lainnya, menunjukkan kasih sayang dan
toleransi yang besar, sementara posisi wanita yang sudah menikah jauh lebih
baik daripada di negara-negara bagian Malaysia. Selain itu, dia moderat dalam
kehidupan sehari-hari, dan hanya pada acara-acara perayaan saja dia mengenyangkan
perutnya. Betapa handal, rajin, mau dan terampilnya orang Dayak, misalnya
sebagai pendayung dan kuli angkut dalam ekspedisi ilmiah, telah berulang kali
diperlihatkan, tidak hanya di Borneo sendiri, tetapi dalam beberapa tahun
terakhir juga dalam ekspedisi besar ke Nugini. <b>(BERSAMBUNG)</b><o:p></o:p></span></p>Marx Mahinhttp://www.blogger.com/profile/13756946988006790093noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2676729609984011517.post-33015296607749199562023-08-25T15:58:00.004-07:002023-08-30T14:42:28.645-07:00APAKAH ORANG DAYAK ITU BODOH? <p> </p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgZvQqaf_-4ENgqfYqNrwyjjmu2n0Ge-faDUyEf5chOXLQtdfFsefP1lpZJa6dQRuuAeqB5RBvXdv6Mx3NGnbhVEZ1oqpNSXCWB8EpUQrMGvzuU3gTtclHQsPhlmb9JStHd7SB6mAcF5C2045u9Etw62oqev_4rXUDsOnJKucPnCAvdp4eIIy2XDBG_Ne0/s600/Dajak_3.0.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="600" data-original-width="456" height="640" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgZvQqaf_-4ENgqfYqNrwyjjmu2n0Ge-faDUyEf5chOXLQtdfFsefP1lpZJa6dQRuuAeqB5RBvXdv6Mx3NGnbhVEZ1oqpNSXCWB8EpUQrMGvzuU3gTtclHQsPhlmb9JStHd7SB6mAcF5C2045u9Etw62oqev_4rXUDsOnJKucPnCAvdp4eIIy2XDBG_Ne0/w486-h640/Dajak_3.0.jpg" width="486" /></a></div><br /><p></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="color: red;"><span lang="NL" style="text-align: left;">(Sumber: </span><span lang="IN" style="text-align: left;">S</span><span lang="NL" style="text-align: left;">i</span><span lang="IN" style="text-align: left;">nt Fidelisklokje: Gratis orgaan voor de leden van het seraphijnsch werk
der Heilige Missen</span><span lang="NL" style="text-align: left;">,</span><span lang="IN" style="text-align: left;"> No. 1, 1 Januari 1933, dalam bahasa Belanda)</span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Jika mereka
benar-benar percaya dengan kata-kata mereka, maka ya, orang Dayak adalah orang
paling bodoh di dunia, mereka bahkan bukan manusia, mereka lebih mirip dengan
babi hutan. Seberapa sering saya mendengar hal ini dari mulut mereka sendiri,
terutama ketika mereka terlalu banyak meminum minuman buatan mereka sendiri, tuak. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Apakah orang Dayak
itu bodoh? Kita harus percaya begitu, jika kita mempertimbangkan betapa
rendahnya tingkat peradaban mereka. Mereka tidak memiliki sejarah dan
literatur, seperti kebanyakan suku kuno lainnya; mereka bahkan tidak memiliki
tulisan, tidak ada alfabet. Apa yang kita ketahui tentang sejarah mereka, orang
lain harus meneliti dan mengumpulkannya untuk mereka. Sedikit yang mereka
ketahui tentang kehidupan nenek moyang mereka didasarkan pada tradisi yang
tidak jelas, yang tidak banyak berguna bagi kita. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Apakah orang Dayak
itu bodoh? Kita harus berasumsi demikian dari fakta bahwa sejauh ini mereka
hanya mendapat sedikit manfaat dari peradaban orang lain, yang dalam beberapa
tahun terakhir telah semakin dekat dengan mereka di mana-mana dan membuat
mereka menyadari dengan jelas perbedaan besar dalam cara hidup mereka dan
kerugian material dan spiritual yang mereka derita. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Ambil contoh mata
pencaharian utama mereka, yaitu bertani padi. Mereka melakukan perampokan yang
paling murni. Sebidang hutan ditebang dan dibakar, dan sawah mereka sudah siap,
menabur padi selama beberapa hari, menyiangi ladang sekali, mengawasi dan
memastikan bahwa burung, monyet, dan babi hutan tidak merusak ladang mereka,
dan kemudian dengan sabar menunggu panen yang dalam banyak kasus sangat
mengecewakan. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Cara menanam padi
seperti ini membutuhkan area hutan yang luas untuk setiap keluarga Dayak. Karena sawah yang baru digunakan
membutuhkan setidaknya 4 hingga 5 tahun sebelum dapat digunakan kembali untuk
menanam padi. Karena dalam beberapa tahun terakhir, banyak lahan yang telah
ditarik dari penanaman padi, terutama untuk penanaman karet, daerah Dayak yang
paling padat penduduknya, terutama yang tidak terlalu jauh dari pantai, tidak
memiliki lahan yang cocok dan suku Dayak harus masuk lebih jauh ke pedalaman
atau lebih tinggi ke pegunungan untuk menemukan lahan yang cocok untuk ditanami
padi. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Selama
bertahun-tahun, orang Cina dan Melayu telah mengikuti metode penanaman padi
yang berbeda di sekitar perkampungan Dayak; mereka menggunakan apa yang disebut
sawah atau ladang basah. Sebidang tanah dikelilingi oleh tanggul rendah,
dibersihkan dari gulma dan dibanjiri air selama musim tanam dan pertumbuhan
padi. Menjelang panen, sawah dikeringkan.
Dan meskipun sebagian besar wilayah Kalimantan memiliki sungai-sungai
kecil dan aliran air, sawah ini dapat dibangun hampir di semua tempat.
Keuntungan dari metode ini adalah petani hanya membutuhkan lahan yang relatif
kecil untuk sawahnya, yang dapat digunakan setiap tahun, dan padi biasanya
tumbuh lebih baik dan menghasilkan panen yang lebih kaya. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Para petani Dayak
menghadapi kenyataan ini dari tahun ke tahun, namun hanya sebagian kecil saja
yang mau mengikutinya. Jika ini bukan bukti kebodohan, lalu apa lagi? <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Contoh lainnya:
kebersihan, perawatan untuk ide-ide yang sangat bodoh yang dimiliki orang Dayak
tentang terjadinya penyakit. Bahwa orang tua jatuh sakit dan meninggal adalah
hal yang wajar bagi mereka dan mereka tidak peduli sama sekali. Mereka juga
sangat enggan untuk memberikan pertolongan dan bantuan kepada orang-orang yang
sakit di hari-hari terakhir mereka. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Mereka biasanya
membiarkan mereka menjalani takdirnya, dan setelah kematian mereka dengan
terampil dibawa dari kampung ke tempat pemakaman atau tempat pemakaman. Tetapi ketika anak-anak jatuh sakit, dan
terutama ketika orang-orang yang berada di puncak kehidupan mereka terserang
penyakit serius, itu adalah hal yang mengerikan; mereka mencurigai pengaruh
jahat dari kekuatan yang lebih tinggi dan tak terlihat, atau bahkan dari
musuh-musuh duniawi mereka, yang membalas dendam atas kesalahan mereka. Roh-roh jahat ini tidak memberikan
pengaruhnya secara langsung pada tubuh, tetapi pada jiwa manusia, yang mereka
siksa dan momok sampai mereka memutuskan untuk meninggalkan tubuh ini, yang
kemudian didatangi oleh segala macam penyakit. Musuh-musuh manusia biasanya
menggunakan racun untuk menyiksa dan melenyapkan korbannya. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Akan sangat panjang
jika saya menjelaskan di sini bagaimana para dokter Dayak mencoba menyembuhkan
pasien mereka. Secara umum, praktik mereka ditujukan untuk menenangkan jiwa
orang sakit yang telah meninggalkan tubuh mereka dan membuat mereka kembali ke
tubuh mereka. Jika dia melakukannya, semuanya
akan baik-baik saja. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Perawatan satu
pasien terkadang memakan waktu berhari-hari, atau lebih tepatnya semalam
suntuk, dan lebih baik lagi sepanjang malam dari jam delapan malam sampai jam
enam pagi. Saya pernah bersusah payah untuk hadir selama satu malam penuh untuk
pengobatan semacam itu dan kesan saya adalah bahwa hal itu mampu membunuh orang
yang sakit sepenuhnya, tetapi tidak mungkin menyembuhkan mereka. Jika ada orang
yang pernah disembuhkan olehnya, itu pasti orang sakit khayalan. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Selama bertahun-tahun,
pemerintah telah berusaha memperbaiki kondisi higienis di kampung-kampung Dayak
dan terutama pemerintah telah menuntut penggunaan obat-obatan tertentu dari
Barat. Di pusat-pusat utama, pemerintah telah mendirikan rumah sakit dan
menunjuk dokter-dokter Eropa atau pribumi. Para misionaris dan misionaris telah
menerima banyak bantuan dari pemerintah dalam merawat orang sakit. Dan bukan
tanpa keberhasilan. Melalui vaksinasi, mereka telah mencegah wabah cacar dan
menyelamatkan banyak nyawa, dengan menyediakan kina, mereka telah memerangi
malaria dan menyembuhkan banyak orang, terutama dengan memberikan pil kina,
mereka telah menyembuhkan banyak orang yang tak terhitung jumlahnya dari
penyakit frambosia (patek atau puru) dan penyakit lainnya. Di tempat-tempat di
mana para dokter dan Missi didirikan, penduduk semakin percaya pada pengobatan
Eropa. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Namun di
kampung-kampung itu sendiri, pengaruh dukun tetap kuat dan akan terus ada
selama penduduk masih berpegang teguh pada takhayul. Mungkin saja butuh waktu berabad-abad
sebelum dukun terakhir mengobati pasien terakhirnya. Jadi di sini juga Dayak
menunjukkan sisi bodohnya.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Pertanyaan
"Apakah orang Dayak itu bodoh?" dapat dijawab dengan tegas sampai
batas tertentu. Kebodohan besar
mereka terletak pada ketaatan mereka yang keras kepala pada tradisi lama
mereka, hukum adat, dan takhayul. Mereka terus mempercayai apa yang dipercayai
oleh nenek moyang mereka, mereka terus hidup seperti yang mereka jalani dan
tetap buta serta tidak peka terhadap konsekuensi-konsekuensi yang diberkati
dari peradaban Kristen. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Dan kebodohan dan
kebutaan ini pada gilirannya adalah hasil dari ketakutan takhayul mereka yang
besar. Ketakutan adalah salah satu
kesalahan utama orang Dayak. Begitu banyak hal yang terjadi di sekelilingnya
dan di dalam dirinya, yang penyebabnya tidak dapat ia jelaskan secara alamiah,
sehingga ia mengira bahwa ia dikelilingi oleh sepasukan roh-roh yang mendiami
sungai-sungai, gunung-gunung, dan hutan-hutan, yang ia yakini sebagai penyebab
dari segala hal yang tidak dapat dijelaskan yang ia lihat di sekelilingnya
setiap hari, dan yang patut dipersalahkan atas segala kemalangan yang
menimpanya, serta segala kesialan yang menimpanya. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Dia melihat dan
mendengar dan merasakan roh-roh ini dalam mimpinya, dalam penerbangan
burung-burung, dalam suara-suara binatang. Mereka bersamanya dalam
pekerjaannya, mereka mengikutinya dalam perjalanannya, selalu berusaha
mencelakainya. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Satu-satunya
tujuannya adalah untuk tetap berteman baik dengan para penyiksa yang tak
terlihat ini dan melepaskan diri dari pengaruh jahat mereka. Oleh karena itu,
serangkaian tindakan ini, yang tidak dapat kita pahami, yang mengisi hampir
seluruh hidupnya dan, bagi orang luar, adalah tanda-tanda kebodohan yang jelas. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Tetapi pertanyaan,
"Apakah para Dayak itu bodoh?" juga harus dijawab dengan jawaban
negatif dengan lebih dari satu cara. Dalam banyak hal, mereka menunjukkan bahwa
mereka memiliki akal sehat dan mampu melakukan semua jenis pekerjaan. Mereka
menunjukkan kemampuan ini terutama dalam praktik industri rumah tangga; mereka
bahkan unggul dalam pekerjaan besi, menenun dan menganyam. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Seperti halnya
orang lain, orang Dayak terus berjuang untuk bertahan hidup. Tidak peduli
seberapa sedikit kebutuhan yang mereka miliki, mereka tetap harus keluar untuk
mencari nafkah bagi diri mereka sendiri dan keluarga mereka. Hutan dan sungai
menyediakan banyak daging dan ikan, tetapi mereka harus mendapatkan peralatan
untuk mengolahnya. Perdamaian juga jarang terjadi di negara Dayak. Pertempuran
terus-menerus antara suku-suku yang berbeda sering menyebabkan perkelahian
berdarah, takhayul mereka menuntut pengorbanan manusia dan binatang. Oleh
karena itu, mereka membutuhkan segala jenis senjata dan untuk segala tujuan.
Karena kehidupan mereka yang terpencil di pedalaman Kalimantan, mereka
dibiarkan melakukan apa saja. Maka mereka secara bertahap membuat semua jenis
senjata dan peralatan yang diperlukan untuk berburu dan menangkap ikan, untuk
mempertahankan harta benda. Tombak dan tombak mereka, tongkat berbilah dan
terutama pedang mereka menjadi saksi dari sebuah ancaman yang tidak biasa dalam
seni kerajinan besi. Beberapa suku di pedalaman dikenal di seluruh Borneo
karena mandau (pedang) mereka yang indah.
<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Perlu diingat bahwa
suku Dayak tidak hanya menempa senjata mereka sendiri, tetapi juga menyediakan
hampir semua alat yang mereka butuhkan, penghembus api, landasan, palu,
penjepit, bor, dan lain-lain. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Suku Dayak, baik
pria maupun wanita, suka berdandan. Sementara dalam kehidupan sehari-hari
mereka hampir tidak membutuhkan apa-apa untuk menutupi diri mereka, pada
acara-acara perayaan terutama generasi muda suka terlihat sangat rapi dan ingin
dikagumi; terutama pada festival panen tahunan mereka lebih suka tampil dengan
pakaian yang mewah oleh tuan rumah. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Dalam beberapa
tahun terakhir, segala sesuatunya telah dipermudah oleh para pedagang Tionghoa
dan orang Melayu, yang menjual segala macam hiasan kepada mereka dengan harga
yang mahal. </span><span lang="DE">Namun, pada
masa-masa sebelumnya, mereka juga benar-benar mandiri dalam hal ini. Itulah
sebabnya keterampilan menenun dan memintal wanita juga berkembang. Di beberapa
suku, para wanita menenun semua jenis pakaian (terutama sarung dan slendang),
yang bahkan orang Eropa pun dengan senang hati membayarnya dengan harga tinggi.
Ini adalah karya seni yang dikerjakan selama berbulan-bulan, tetapi kemudian
dapat dilihat dan dipuji. Dan di sini juga, semuanya dibuat sendiri, benang,
cat, pola, alat tenun, secara harfiah semuanya. </span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="DE">Hanya ketika suasana pamer para
wanita melangkah lebih jauh dan mereka ingin bersinar dalam arti harfiah dari
kata tersebut, orang asing harus datang untuk menyelamatkan dengan benang emas
dan perak, dengan manik-manik dan kaca cermin dan sebagainya. Seperti semua
saudara perempuannya di Eropa, wanita Dayak juga suka memamerkan perhiasan lain
seperti: gelang, kalung, jepit payudara dan rambut, ceintures dan sejenisnya.
Semuanya dapat dilihat di masyarakat Dayak, semuanya buatan pribumi dan terbuat
dari berbagai macam bahan: rotan, tulang, gading, tembaga, perak dan emas;
terkadang sangat primitif dan sama sekali tidak sesuai dengan selera Barat,
tetapi seringkali juga sangat berseni dan berselera tinggi (lihat foto). <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="DE">Manusia menciptakan banyak kebutuhan dan oleh karena itu membutuhkan semua
jenis barang di rumah dan dalam perjalanan: dompet uang, kotak rokok, kotak
tembakau, gunting, pisau saku, tas, dan lain-lain. Terlalu banyak untuk
disebutkan, orang Dayak tahu kebutuhan ini juga, dan tahu bagaimana membuatnya
sendiri, sering kali tidak dengan cara yang praktis sesuai dengan selera kita,
tetapi sering kali dengan cara yang sedemikian rupa sehingga orang Barat
menganggapnya indah juga. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="DE">Tidak jarang di Kalimantan kita menemukan orang Eropa membawa tembakau Dayak
atau kotak rokok di sakunya. Secara umum, Dayak memiliki watak yang ceria.
Ketakutannya terhadap dunia roh yang misterius biasanya tidak terlalu besar
sehingga merusak kehidupannya. </span><span lang="NL">Dan sifatnya yang ceria ingin mengekspresikan dirinya dalam musik, lagu,
dan tarian. Musik, nyanyian, dan tarian membutuhkan instrumen. Dayak telah
berhasil mendapatkan instrumen yang diperlukan sendiri. Dan selain gong
kuningan besar, yang diimpor dari tempat lain, semuanya adalah buatan sendiri,
mulai dari gendang besar hingga harmonika mulut kecil, dan beberapa instrumen
tersebut terdengar sangat bagus di telinga orang Eropa. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="NL">Percakapan cinta Dayak. Setelah selesai bekerja, sangat menyenangkan untuk
beristirahat. Dan itulah mengapa orang Dayak senang mengobrol dengan tetangga
mereka di kampung setelah makan malam. Mereka dengan mudah duduk atau berbaring
di sekitar kotak sirih dan berbicara satu sama lain tentang apa saja. Karena
peristiwa-peristiwa besar di dunia luar biasanya tidak sampai ke telinga
mereka, dan kehidupan sosial mereka sendiri juga tidak menawarkan banyak hal
yang penting, percakapan sering kali melayang ke ranah jenaka, di mana mereka
mencoba untuk mengalahkan satu sama lain dan di mana mereka tidak jarang
menunjukkan selera humor yang sehat dan sikap yang tegas. Lidah. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="NL">Dengan melihat kehidupan kaum Dayak ini, saya rasa saya telah cukup
menunjukkan bahwa kita tidak dapat menyebut kaum Dayak sebagai orang-orang yang
bodoh. Namun, saya telah menyimpan bukti terkuat untuk yang terakhir, dan bukti
ini disediakan oleh sekolah-sekolah yang didirikan di antara orang-orang Dayak
oleh Dewan, Misi dan Misi. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="NL">Anak-anak Dayak yang secara teratur menghadiri sekolah-sekolah ini
memberikan bukti konklusif bahwa Dayak tidak bodoh. Mereka tidak ketinggalan
dari anak-anak orang Barat, Cina dan Melayu dalam hal kemampuan, keterampilan
dan keinginan untuk belajar. Bagi sebagian besar, kurikulum sekolah terlalu
mudah dan tidak terlalu sulit. Sejauh ini, jumlah murid terbanyak di Sekolah
Normal di Njaroemkop (Kursus Pendidikan Guru Sekolah Rakyat) berhasil, sehingga,
meskipun sekolah-sekolahnya terus berkembang, Misi selalu memiliki banyak staf
pengajar yang siap membantu dan Inspektorat Sekolah Pemerintah selalu
menunjukkan kepuasan mereka terhadap pendidikan yang diberikan. Oleh karena itu, tidak ada yang menghalangi
kita untuk berasumsi bahwa rata-rata anak Dayak mampu mencapai perkembangan
yang lebih tinggi, sehingga tidak lama lagi, orang-orang Dayak juga akan
diperintah oleh putra-putra mereka sendiri dan kepentingan rohani mereka dapat
dengan aman dipercayakan kepada para imam mereka sendiri. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="NL">Dengan demikian, kita dapat menjawab secara singkat pertanyaan apakah kaum Dayak
adalah kaum yang bodoh: Bodoh karena mereka sangat patuh pada tradisi nenek
moyang mereka, pada kepercayaan mereka terhadap pengaruh roh-roh jahat. Karena
itu, mereka kehilangan keuntungan dari peradaban Kristen. Mereka tidak bodoh dalam mencari cara-cara
yang diperlukan untuk bertahan hidup.
Anak-anak mereka khususnya memberikan bukti bahwa mereka memiliki
kapasitas mental yang cukup untuk bekerja dengan cara mereka sendiri keluar
dari keadaan tidak beradab dan bobrok di mana sebagian besar penduduk Dayak
masih menemukan diri mereka sendiri dan mendapatkan tempat yang layak di
jajaran bangsa-bangsa yang beradab. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Semoga mereka mencapai tempat itu dengan mendengarkan ajaran-ajaran Injil
yang menyelamatkan, mengikuti teladan orang-orang kafir pada abad-abad
sebelumnya, dan menembus pengertian Kekristenan yang sejati! <b><span style="color: red;">P. EUGENIUS, O. Min. Cap.</span></b></p>Marx Mahinhttp://www.blogger.com/profile/13756946988006790093noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2676729609984011517.post-17853963911754710012023-08-17T18:02:00.002-07:002023-08-17T18:04:08.096-07:00𝐆𝐄𝐃𝐔𝐍𝐆 𝐁𝐈𝐎𝐒𝐊𝐎𝐏 𝐏𝐀𝐍𝐀𝐋𝐀 𝐓𝐇𝐄𝐀𝐓𝐄𝐑 (2)<p style="text-align: center;"><span style="color: red; font-size: medium;"><b style="text-align: justify;"></b></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><span style="color: red; font-size: medium;"><b style="text-align: justify;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhzFXDZZQs9_8YaK1pJGzKWEWX9315F9nIiCGRV4i0Iix6iHRmDTFK3bPDr9YX87Z1vBdLbgWjHTXYv3IPsgTIMCR4QzJczqWSnIhJwxKXRMjwadn1m2in13rUkRGnlDLsphTZGZPZAxrgVM49sqC0Muq2iYjhTE76wwuC4irReH6FzJS3fhRiRb8w4p8E/s720/Panala1.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="479" data-original-width="720" height="426" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhzFXDZZQs9_8YaK1pJGzKWEWX9315F9nIiCGRV4i0Iix6iHRmDTFK3bPDr9YX87Z1vBdLbgWjHTXYv3IPsgTIMCR4QzJczqWSnIhJwxKXRMjwadn1m2in13rUkRGnlDLsphTZGZPZAxrgVM49sqC0Muq2iYjhTE76wwuC4irReH6FzJS3fhRiRb8w4p8E/w640-h426/Panala1.jpg" width="640" /></a></b></span></div><span style="color: red; font-size: medium;"><b style="text-align: justify;"><br /></b></span><p></p>
<p class="MsoNormal"><span lang="IN"><span style="font-size: medium;">Gedung Bioskop Panala tidaklah dirancang dan
dibangun oleh warga sipil, tetapi dirancang dan dibangun oleh para anggota TNI
Angkatan Darat Kodam/XI Tambun Bungai,
secara khusus dari Detasemen Zeni Bangunan (Denzibang). <o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal"><span lang="IN"><span style="font-size: medium;">Dalam buku <i>Pantjawarsa Supersemar </i>yang
diterbitkan pada tahun 1972 dilaporkan bahwa hingga tahun 1971, telah dilakukan “Operasi Bhakti” yaitu dalam usaha membantu mensukseskan
pelaksanaan Pelita Daerah, Kodam XI/Tambun Bungai telah melaksanakan beberapa
Projek Daerah dengan hasil antara lain:<o:p></o:p></span></span></p>
<ol style="text-align: left;"><li><span lang="IN"><span style="font-size: medium;">Gedung Bioskop 'PANALA THEATRE".</span></span></li><li><span style="font-size: medium;">Gedung Wanita dimana pembiayaanya dipikul bersama antara Kodam XI/Tambun
Bungai dengan Pemerintah Daerah.</span></li><li><span style="font-size: medium;">Gedung "OPERATION-ROOM" PEMDA. masih dalam taraf
pelaksanaan.</span></li><li><span style="font-size: medium;">Gedung Sanggar Pramuka, masih dalam taraf penjelesaian.</span></li><li><span style="font-size: medium;">Gedung Mesdjid, masih dalam taraf penjelesaian.</span></li><li><span style="font-size: medium;">Gedung Perpustakaan "TAMBUN BUNGAI".</span></li></ol>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span lang="IN"><span style="font-size: medium;">Laporan
yang disampaikan oleh Kol. Infantri J.M. Soerachman itu senada dengan laporan
yang disampaikan oleh Waldus Sandy pejabat Wali Kota Kepala Daerah Palangka Raya
pada waktu itu. Waldus Sandy melaporkan
bahwa “…sebuah gedung bioskop dan juga sebuah gedung perpustakaan telah
didirikan” (<i>Pantjawarsa Supersemar, </i>halaman 638).</span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span lang="IN"><span style="font-size: medium;">Dari
data tersebut kita dapat mengetahui bahwa awal pembangunan Gedung Bioskop Panala
adalah sekitar tahun 1970-an dan sudah selesai pada tahun 1971 seiring dengan
pembangunan 5 bangunan gedung lainnya.</span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span lang="IN"><span style="font-size: medium;">Mungkin
setelah selesai dengan pembangunan
gedung, “pihak tentara“ tetap ikut dalam urusan bisnis bioskop. Dari penuturan
nara sumber, beberapa para petinggi militer pada waktu itu memiliki semacam
tanda masuk gratis atau “free pass” sehingga dapat menonton dengan tanpa
membayar. Tanda masuk itu terkadang dipinjamkan kepada saudara atau teman.
Mereka ini bukanlah anggota tentara, namun karena memegang “free pass tentara” maka mereka
dapat masuk ke gedung bioskop dengan leluasa. [*MM*] -------<b>BERSAMBUNG</b></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; text-align: justify;"><span lang="IN" style="color: red;">CATATAN: SAYA TIDAK MENGIZIN SIAPAPUN UNTUK MENERBITKAN
TULISAN SAYA INI DI MEDIA MANAPUN, ATAU MENGALIHKANNYA KE BERBAGAI MEDIA LAIN
MISALNYA YOU TUBE, TIK-TOK, INSTAGRAM DLL.. SILAKAN SHARE ATAU BERBAGI DENGAN
MENEKAN TOMBOL SHARE.<o:p></o:p></span></p>Marx Mahinhttp://www.blogger.com/profile/13756946988006790093noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2676729609984011517.post-84619916618044178332023-08-17T00:28:00.009-07:002023-08-17T16:43:36.154-07:00BIOSKOP PANALA (1)<h1 style="text-align: center;"><span style="color: #cc0000;">Bioskop Panala</span></h1><div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text !important;">“Bioskop belum ada di sini. Palangka Raya hanya berupa hutan ‘tumih‘ dan ‘garunggang‘ dan belukar ‘masisin‘. Demikian sederet kata dari Badar Sulaiman Usin, penyair Kalimantan Tengah, untuk menggambarkan betapa sepi kota Palangka Raya pada tahun 60-an. </div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text !important;">Diperkirakan sekitar awal tahun 1970, tepat di sudut pertemuan Jalan Kinibalu dan Jalan Tangkiling (sekarang Jalan Tjilik Riwut), tidak jauh dari Bundaran Besar yang masih berupa kubangan air, berdirilah salah satu simbol peradaban modern di kota Palangka Raya yaitu "Gedung Bioskop Panala Theater". Pada masa sekarang kawasan ini telah berganti nama menjadi Palangka Raya Mall (PALMA). </div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text !important;">Pemerintah Daerah Tingkat I Provinsi Kalimantan Tengah dengan sengaja membangun gedung bioskop yang diberi nama “Panala” sebagai sarana dan tempat hiburan bagi masyarakat Kota Palangka Raya. Secara literal dalam bahasa Dayak Ngaju, “Panala” berarti “bulan”. </div><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text !important;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgmz5fMXmilnHhxsEQvdoH8uySOwbyV_IlVMw7rig3dTf6kfgb3sW0AsNlx1ztewseaju4H9Z8yq9jlHWjYr_00nQ336bvu-sQAHtDobcPlb2kxDdhvagXVsWDS4EwyGkugoccgCXrN7XQNRl0-C8R2ztCIUg1kdoUyPNxMhLe4ETvc0Up4Lmxdn5-B-_s/s720/Panala2.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="421" data-original-width="720" height="374" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgmz5fMXmilnHhxsEQvdoH8uySOwbyV_IlVMw7rig3dTf6kfgb3sW0AsNlx1ztewseaju4H9Z8yq9jlHWjYr_00nQ336bvu-sQAHtDobcPlb2kxDdhvagXVsWDS4EwyGkugoccgCXrN7XQNRl0-C8R2ztCIUg1kdoUyPNxMhLe4ETvc0Up4Lmxdn5-B-_s/w640-h374/Panala2.jpg" width="640" /></a></div><br /><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text !important;"><br /></div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text !important;">***</div><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text !important;">Sebenarnya pada tahun 60-an sudah ada cikal-bakal gedung bioskop yaitu “Gedung Ureh”. Oleh pemiliknya, Bapa Gading atau Midel Binti seorang Dayak asal Bukit Rawi, gedung ini kerap kali dijadikan sebagai tempat pemutaran film, namun bukan atau lebih tepatnya belum menjadi gedung bioskop permanen. Dulu pada gedung ini ada tulisan besar sehingga dapat terbaca dari jauh. Tulisan dalam bahasa Dayak Ngaju yaitu <b>"MAMUT MAMEH MENTENG UREH" </b>yang secara harafiah berarti "gagah berani" Karena itu gedung ini disebut "Gedung Ureh". </div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text !important;">Saya sempat berjumpa dengan seorang kakek berusia 80 tahun di hulu Kahayan, ia masih bisa bercerita tentang kapan pertama kali ia menonton layar gambar hidup atau film yaitu di Gedung Ureh, yang pada waktu itu sering diplesetkan menjadi “Gedung Ureh Mameh”. Kata “ureh” dalam bahasa Dayak Ngaju berarti “gagah-berani”, namun bila ditambah dengan kata “mameh” berarti “berani tapi bodoh”, namun juga dapat berarti "candaan yang bodoh". </div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text !important;">Paska tahun 1965, gedung itu sempat dijadikan sebagai tempat penahanan mereka yang diduga terlibat Gerakan Tiga Puluh September (G30S). Pada masa kini, tempat “Gedung Ureh” telah menjadi Markas Kodim 1016/Palangka Raya, di Jalan Ahmad Yani No.80, Palangka Raya. </div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text !important;">Setelah Gedung Ureh, masyarakat Kota Palangka Raya mengenal “Misbar“ yang terletak di Jalan Darmosugondo, Pahandut, didirikan pada lapangan atau kawasan terbuka yang dikenal dengan nama Bukit Ngalangkang. </div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text !important;">Masih berbentuk gedung terbuka tanpa atap, diberi nama Bioskop Misbar (Gerimis Bubar) karena kalau turun hujan maka penonton akan bubar. Di kemudian hari, Bioskop Misbar ini menjadi gedung beratap dengan nama Bioskop Ampera dan kemudian berubah nama menjadi Bioskop Diana. Pemilik bioskop ini adalah Bapa Sida atau Waldus Sandy yang pernah menjabat sebagai Walikota Palangka Raya ketiga. </div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text !important;">***</div><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text !important;">Posisi Gedung Bioskop Panala sangatlah strategis karena tidak jauh dari perumahan penduduk yang sedang berkembang yaitu Bukit Hendu (sekarang menjadi Bukit Hindu), Tunjung Nyaho, Kehutanan dan Panahan, serta berdekatan dengan tempat kediaman gubernur yang sekarang diberi nama Istana Isen Mulang. Sudah tentu dan pasti, Gedung Bioskop Panala tepat berhadapan dengan ikon sentral kota yaitu Bundaran Besar.</div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text !important;">Berbeda dengan bioskop pada masa kini yang pada umumnya menyatu dengan mall atau pertokoan, Gedung Bioskop Panala berdiri sendiri. Kendatipun demikian di sekitar gedung terdapat banyak warung tempat makan dan minum. Ada warung yang berjualan bakso, dan soto. Juga ada Warung Padang. Konon, inilah Warung Padang pertama di Kota Palangka Raya. </div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text !important;">Juga ada warung berjualan es campur. Ibu Rindang yang pada tahun 85-an bersekolah di SMA bercerita bahwa dulu Bioskop Panala adalah tempat mereka nongkrong. Selain karena tempat menonton film juga karena di sana ada warung es campur yang enak, sehingga menjadi tempat favorit anak SMA. </div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text !important;">Ada juga warung atau “rombong“ tempat berjualan kopi, teh, dan berbagai macam kue. Di warung ini seorang teman saya yang bernama Mansyur suka curang. Mungkin karena lapar, ia dapat dengan cepat makan empat atau lima kue dalam waktu yang sangat singkat. Celakanya, saat membayar ia hanya mengatakan hanya makan satu kue. </div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text !important;">Suatu ketika ia bernasib naas, pemilik warung mengetahui perbuatannya. Tangannya dipelintir ke belakang dan ia dipaksa untuk membayar, namun ia sudah tidak punya uang lagi. Karena tidak tega melihat ia meringis kesakitan, kami para temannya urunan membayar harga kue yang dimakannya kepada pemilik warung. </div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text !important;">Sejak saat itu, nama teman kami itu tidak lagi Mansyur, sudah berubah menjadi “Mancur“ singkatan dari ”Main Curang“. - ---- <b>(Bersambung)</b></div></div><p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; text-align: justify;"><span lang="IN" style="color: red;"><span style="background-color: white; font-family: inherit; font-size: 15px; text-align: left; white-space-collapse: preserve;"><b>CATATAN: SAYA TIDAK MENGIZIN SIAPAPUN UNTUK MENERBITKAN TULISAN SAYA INI DI MEDIA MANAPUN, ATAU MENGALIHKANNYA KE BERBAGAI MEDIA LAIN MISALNYA YOU TUBE, TIK-TOK, INSTAGRAM DLL.. SILAKAN SHARE ATAU BERBAGI DENGAN MENEKAN TOMBOL SHARE.</b></span></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; text-align: justify;"><br /></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><br /></div></div>Marx Mahinhttp://www.blogger.com/profile/13756946988006790093noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2676729609984011517.post-75385734439004392132023-08-16T23:02:00.001-07:002023-08-16T23:29:02.334-07:00BUKIT TINDUH<h1 style="text-align: center;"><span style="color: #cc0000; font-size: large;"><span style="background-color: white; white-space-collapse: preserve;"><b>BUKIT TINDUH:</b></span></span></h1><h3 style="text-align: center;"><span style="color: #cc0000; font-size: medium;"><span style="background-color: white; white-space-collapse: preserve;">(SEJARAH LAMA KOTA PALANGKA RAYA)</span></span></h3><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text;">BUKIT HINDU adalah satu nama kawasan di kota Palangka Raya. Ada banyak orang yang sesat berpikir bahwa dinamakan demikian karena di wilayah itu terdapat Pura Hindu Bali. </div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text;"><span style="font-family: inherit; user-select: text;"><a style="color: #385898; cursor: pointer; font-family: inherit; user-select: text;" tabindex="-1"></a></span>Menurut Bapak TT Suan (2009) kawasan yang jalannya banyak menggunakan nama gunung ini pada mulanya oleh Bapak Tjilik Riwut diberi nama BUKIT TINDUH yang artinya kawasan yang indah-permai, sejuk dan asri. Pendapat ini sangat masuk akal mengingat kawasan tetangga dinamakan BUKIT RAYA yang artinya kawasan besar nan megah, BUKIT TUNGGAL yang artinya kawasan khusus tersendiri. </div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text;">Perubahan itu terjadi saat dibuat Surat Keputusan tentang penetapan status tanah dan pemberian nama kawasan. Staff bagian ketik-mengetik berpikir nama BUKIT TINDUH itu salah tulis dan menggantikannya dengan nama BUKIT HINDU. Jadi nama itu sebenarnya lahir dari hiper-koreksi, keterlanjuran, tidak sempat diralat, hingga sekarang ini. Hal ini pernah terjadi dengan seseorang teman yang bernama KAHARAP dikoreksi menjadi HARAHAP.</div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text;">Gauri Vdk Rampay (2019) pun berpendapat bahwa penamaan kawasan itu pada mulanya bukanlah Bukit Hindu. Ia merujuk pada percakapannya dengan mendiang Basir Ilas yang menyatakan bahwa pada mulanya kawasan itu oleh masyarakat Dayak Ngaju dinamakan BUKIT TANDU. Tandu dalam bahasa Dayak Ngaju artinya "kokokan ayam". Dinamakan demikian karena dari wilayah itu kerap kali terdengar kokokan ayam jantan walaupun tanpa penghuni.</div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text;">Alexandra Binti (2019), juga berpendapat sama bahwa penamaan kawasan itu pada mulanya bukanlah Bukit Hindu. Ia mengajukan pendapat baru yaitu berdasarkan keterangan mendiang bapaknya Arthemas Binti (1927 - 2009, wafat pada usia 82 tahun) bahwa dulu pada awal pembangunan kota Palangka Raya di kawasan itu banyak ditumbuhi pohon HENDU, karena tanahnya agak tinggi maka dinamakan oleh masyarakat setempat BUKIT HENDU. Pendapat ini juga masuk akal karena mengikuti tradisi penamaan tempat (toponimi) orang Dayak yang selalu mengait-hubungkan dengan nama pohon yang banyak tumbuh di tempat itu, misalnya KERENG BANGKIRAI karena banyak ditumbuhi pohon Bangkirai.</div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text;">Pendapat yang tidak masuk akal adalah menghubungkan penamaan kawasan BUKIT HINDU dengan kata HAINDU yang terkadang dilafalkan HINDU. Dalam bahasa Dayak Ngaju, HAINDU artinya memanggil seseorang dengan panggilan ibu (INDU) yang dianggapnya setara dengan ibu kandungnya. Contoh kalimat: “Ie santar haindu tuntang habapa dengan ikei awi ie mangkeme ikei indue tuntang bapae” (Ia selalu memanggil kami ibu dan bapa karena ia merasa kamilah ibu dan bapaknya). Bisa juga berarti mengangkat seseorang menjadi ibu angkat. Contoh kalimat: “Ie haindu dengan mina indu Jenta (Dia menjadikan Ibu Jenta sebagai ibu angkatnya). </div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text;">Begitulah sepenggal sejarah kawasan pemukiman di Palangka Raya. [*MM*].</div><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text;"><br /></div><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text;"><b style="color: red; font-family: georgia; font-size: large;">CATATAN: SAYA TIDAK MENGIZIN SIAPAPUN UNTUK MENERBITKAN TULISAN SAYA INI DI MEDIA MANAPUN, ATAU MENGALIHKANNYA KE BERBAGAI MEDIA LAIN MISALNYA YOU TUBE, TIK-TOK, INSTAGRAM DLL.. SILAKAN SHARE ATAU BERBAGI DENGAN MENEKAN TOMBOL SHARE.</b></div></div>Marx Mahinhttp://www.blogger.com/profile/13756946988006790093noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2676729609984011517.post-49266346803891713482023-08-16T20:42:00.003-07:002023-08-16T23:28:43.165-07:00MAMEH AND HUMUNG AMONG THE NGAJU DAYAK<h1 style="text-align: center;"> <span style="background-color: white; font-family: inherit; white-space-collapse: preserve;"><b><span style="color: #660000; font-size: medium;">MAMEH AND HUMUNG AMONG THE NGAJU DAYAK</span></b></span></h1><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text;">Ada beberapa diksi untuk menyebut "dungu" dalam bahasa Dayak Ngaju antara lain "mameh, bureng, paleng, buntat, humung". Tentu saja itu bukan sekedar "kata", di dalamnya terdapat "konsep" atau "pengertian" tentang apa itu "dungu" (fool). </div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text;">Saya ingin menelusuri konsep "dungu" melalui satu foklore orang Dayak Ngaju di Kalimantan Tengah yaitu Bapa Palui. Melalui foklore Bapa Palui ini kita dapat mengetahui kenapa seseorang itu disebut <span style="font-family: inherit; user-select: text;"><a style="color: #385898; cursor: pointer; font-family: inherit; user-select: text;" tabindex="-1"></a></span>"mameh, paleng, buntat, humung". </div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text;">***</div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text;">Bapa Palui adalah seorang suami yang tidak hanya pemalas, dan naif, tetapi juga bodoh. </div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text;">Suatu hari, di pinggir hutan istrinya mendapat seekor rusa yang terjebak dalam perangkap. Karena terlalu berat membawa pulang seekor rusa secara utuh, maka ia memenggal leher rusa itu dan meninggalkannya di atas tunggul kayu di pinggir telaga.</div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text;">Sesampai di rumah, ia meminta suaminya Bapa Palui untuk mengambil kepala rusa yang ia tinggalkan di atas tunggul di tepi telaga yang terletak di pinggir hutan. </div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text;">Hampir setengah hari Bapa Palui pergi dan tidak kembali. Hal itu menggelisahkan Indu Palui. Ia mengira telah terjadi sesuatu dengan Bapak Palui. Karena itu ia bergegas ke telaga di pinggir hutan menyusul Bapak Palui.</div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text;">Sesampainya di tujuan, Indu Palui melihat suaminya duduk basah kuyup di pinggir telaga sambil menggigil kedinginan. Ia keheranan dan bertanya, "Apa yang terjadi?"</div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text;">Dengan polos Bapa Palui menunjuk ke dalam telaga yang bening sambil berkata, "Lihat itu, saya melihat kepala rusa yang kamu maksudkan terdapat di dasar telaga. Jadi saya berusaha untuk menyelam untuk mengambilnya. Namun ketika saya sudah berenang dan menyelam kepala rusa itu tidak ada dan menghilang". </div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text;">Indu Palui sangat marah melihat betapa dungunya Bapa Palui. Ia mengambil sepotong kayu dan memukul Bapa Palui. Saking kerasnya ia memukul hingga membuat semua kotoran mata (kitat) kotoran hidung, (burek), kotoran telinga (taning) Bapa Palui keluar berjatuhan. Konon katanya, sejak saat itu Bapa Palui berhenti menjadi orang dungu. </div><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjwFmAXLjw7BMs1Kc54cTiOdHGuOa8erXf9rhf3uu2ZdTWs57Ja5kCQJ7IjxGh2K02rNbCStWCTc-YlQITrPBcgDcgnXtQjQKhKcNJtr117aCPTYwjRJjp4gxoIOfePBkF5K3apzqoNT5BQOwf2yDVUBdw7A-CUkKAX6TXTdbGhWOQNMwjbbBsXOj25V8g/s6267/THE%20REAL%20AND%20THE%20FAKE%20TANDUK%20BAJANG.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="5718" data-original-width="6267" height="584" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjwFmAXLjw7BMs1Kc54cTiOdHGuOa8erXf9rhf3uu2ZdTWs57Ja5kCQJ7IjxGh2K02rNbCStWCTc-YlQITrPBcgDcgnXtQjQKhKcNJtr117aCPTYwjRJjp4gxoIOfePBkF5K3apzqoNT5BQOwf2yDVUBdw7A-CUkKAX6TXTdbGhWOQNMwjbbBsXOj25V8g/w640-h584/THE%20REAL%20AND%20THE%20FAKE%20TANDUK%20BAJANG.jpg" width="640" /></a></div><br /><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text;"><br /></div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text;">***</div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text;">Dari foklore ini tampak bahwa dungu itu adalah bila melakukan pekerjaan yang salah secara terus menerus tanpa hasil dan terus dilakukan tanpa ada kesadaran untuk perbaikan. Memperjuangkan sesuatu yang tidak realistis, hanya ilusi, bayangan, atau fatamorgana. Dungu itu tidak mampu melihat obyek atau kebenaran yang sebenarnya, terpaku pada bayangan yang tidak nyata. </div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text;">***</div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text;">Kedunguan Bapa Palui sering kita pentas ulang pada masa kini. Salah satunya adalah dengan meributkan symptom, gejala atau fenomena dari sesuatu yang dianggap persoalan, dan sama sekali tidak ada melakukan tindakan apapun untuk menyelesaikan akar masalah dari persoalan itu. Kita gaduh, ribut, dan omong banyak tetapi pada tataran symptom, gejala atau fenomena saja. Ketika diajak untuk bergerak menyelesaikan "akar masalah" kita pun lari bersembunyi dan bungkam seribu bahasa.</div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text;">Kita ribut pada bagian hilir karena air sungai kotor dan tidak layak diminum, namun kita tidak melakukan tindakan apapun untuk membenahi sumber mata air yang terdapat pada bagian hulu. </div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text;">Lebih konyol lagi, kita dengan gegabah memaksa seseorang agar minum obat demam malaria pada saat melihat seseorang menggigil dan lemah, padahal orang tersebut tidak sakit tetapi hanya tiga hari tidak makan. </div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text;">Kita bisa saja menjadi seperti Bapa Palui, sepanjang hari bekerja keras dan basah kuyup, membuang tenaga dan waktu untuk menyelami bayangan kepala rusa. </div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text;">***</div><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text;">Bagaimana agar tidak dungu ? Akh...foklore ini menceritakan perlu "tindakan keras" dari Indu Palui agar "kotoran-kotoran" atau "bongkahan kebodohan" (butup kabureng) sumber kedunguan itu terpental keluar dan lepas dari diri kita.</div><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text;"><br /></div><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text;"><b style="color: red; font-family: georgia; font-size: large;">CATATAN: SAYA TIDAK MENGIZIN SIAPAPUN UNTUK MENERBITKAN TULISAN SAYA INI DI MEDIA MANAPUN, ATAU MENGALIHKANNYA KE BERBAGAI MEDIA LAIN MISALNYA YOU TUBE, TIK-TOK, INSTAGRAM DLL.. SILAKAN SHARE ATAU BERBAGI DENGAN MENEKAN TOMBOL SHARE.</b></div></div>Marx Mahinhttp://www.blogger.com/profile/13756946988006790093noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2676729609984011517.post-88347490483467070822023-08-16T20:39:00.002-07:002023-08-16T23:28:28.339-07:00PANALA<h1 style="text-align: left;"><span style="color: #2b00fe; font-size: large;"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiVbsNLeLsdNigdUSg54siUgW602gn_R6NImuokOMiWK4cyF5Rv9xH2pnkGavYP2_7RAMkGht1DVQaZkXRgmWQUZTpRNR-3ROj7HuTGlKtBnWrGmi_rqAsZIS9m-ir7Ze46X0dbv3c6oOsA-GQ4zH3PIoeN2pi3JkhGWJcgcxpaZzwZyEfekgbICzZC6Z4/s720/Panala1.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="479" data-original-width="720" height="426" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiVbsNLeLsdNigdUSg54siUgW602gn_R6NImuokOMiWK4cyF5Rv9xH2pnkGavYP2_7RAMkGht1DVQaZkXRgmWQUZTpRNR-3ROj7HuTGlKtBnWrGmi_rqAsZIS9m-ir7Ze46X0dbv3c6oOsA-GQ4zH3PIoeN2pi3JkhGWJcgcxpaZzwZyEfekgbICzZC6Z4/w640-h426/Panala1.jpg" width="640" /></a></div><br /><span style="background-color: white; white-space-collapse: preserve;"><br /></span></span></h1><h1 style="text-align: center;"><span style="color: #2b00fe; font-size: large;"><span style="background-color: white; white-space-collapse: preserve;">𝐏𝐀𝐍𝐀𝐋𝐀</span> </span></h1><div class="xdj266r x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text;">Kosakata ini nyaris tidak dikenal oleh orang Dayak Ngaju masa kini. Beberapa orang yang telah berambut putih, dan berusia lebih dari setengah abad yang saya jumpai di kota Palangka Raya, pun hanya menggelengkan kepala sebagai tanda tidak tahu ketika saya bertanya apa arti kata “panala“. </div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text;">Jawaban receh, namun benar adanya, yang saya dapatkan adalah, “Itu kan nama bioskop jadul yang sekarang telah menjadi Palangka Raya Mall (PALMA). </div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text;">***</div><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text;"><span style="font-family: inherit; user-select: text;"><a style="color: #385898; cursor: pointer; font-family: inherit; user-select: text;" tabindex="-1"></a></span>Kata “panala“ memang bukanlah sesuatu yang umum, dan bukan merupakan bagian dari bahasa Dayak Ngaju sehari-hari. Kata ini merupakan bagian dari bahasa sakral (𝒃𝒂𝒔𝒂 𝒔𝒂𝒏𝒈𝒊𝒂𝒏𝒈) yaitu bahasa para imam Dayak Kaharingan saat melakukan ritual. </div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text;">Secara literal, kata “panala“ berarti “bulan“. Penggunaan kata “panala” dapat kita dengar saat para imam Dayak Kaharingan melakukan ritual “𝒎𝒂𝒏𝒂𝒘𝒖𝒓“ yaitu ritual menabur beras untuk berkomunikasi, memohon doa atau meminta pertolongan para sosok ilahi. Dalam formula doa yang terdiri dari bagian laki-laki (𝒕𝒂𝒏𝒅𝒂𝒌 𝒉𝒂𝒕𝒖𝒆) yang memakai bahasa sehari-hari dan bagian perempuan (𝒕𝒂𝒏𝒅𝒂𝒌 𝒃𝒂𝒘𝒊) yang memakai bahasa sakral dituturkan bahwa untuk menjadi beras maka benih padi harus berproses sekian “bulan” atau sekian “panala”. </div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text;">***</div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text;">Dalam Kamus Dayak-Jerman (𝑫𝒂𝒋𝒂𝒄𝒌𝒔𝒄𝒉-𝑫𝒆𝒖𝒕𝒔𝒄𝒉𝒆𝒔 𝑾𝒐̈𝒓𝒕𝒆𝒓𝒃𝒖𝒄𝒉) karangan August Hardeland yang terbit pada tahun 1859, diperlihatkan bahwa kata “panala” berarti “bulan”. Namun kamus itu juga memperlihatkan bahwa kata “panala“ pada sekitar 164 tahun yang lalu masih dipakai oleh orang Dayak Ngaju sebagai bagian bahasa sehari-hari. </div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text;">Hardeland memperlihat dua contoh penggunaan kata “panala” dalam konteks sehari-hari:</div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text;">“𝑷𝒂𝒏𝒂𝒍𝒂 𝒃𝒖𝒏𝒕𝒆𝒓 𝒂𝒍𝒆𝒎 𝒕𝒐𝒉” (Bulan purnama pada malam ini).</div><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text;">“𝑷𝒂𝒏𝒂𝒍𝒂 𝒓𝒂𝒉𝒊𝒂𝒏 𝒂𝒌𝒖 𝒃𝒂𝒕𝒐𝒍𝒂𝒌” (Bulan depan aku akan berangkat).</div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text;">Hardeland juga menyatakan bahwa kata “panala“ adalah “bahasa 𝒑𝒂𝒍𝒊/𝒕𝒂𝒃𝒖“. Hal itu terjadi karena ada ibu-ibu yang memakai nama “bulan“ sebagai nama diri. Karena itu adalah 𝒑𝒂𝒍𝒊/𝒕𝒂𝒃𝒖 bagi anak-anak untuk mengucapkan kata “bulan“ yang adalah nama ibunya, sebab itu diganti dengan kata “panala“. </div></div><div class="x11i5rnm xat24cr x1mh8g0r x1vvkbs xtlvy1s x126k92a" style="background-color: white; color: #050505; font-family: "Segoe UI Historic", "Segoe UI", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 15px; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text; white-space-collapse: preserve;"><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text;">***</div><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text;">Sampai sekarang kita belum tahu secara pasti kenapa salah satu bioskop di kota Palangka Raya pada masa lalu itu diberi nama “Bioskop Panala“. Namun setidaknya kita sekarang ini tahu bahwa “panala“ itu artinya “bulan“. [*MM*].</div><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text;"><br /></div><div dir="auto" style="font-family: inherit; user-select: text;"><b style="color: red; font-family: georgia; font-size: large;">CATATAN: SAYA TIDAK MENGIZIN SIAPAPUN UNTUK MENERBITKAN TULISAN SAYA INI DI MEDIA MANAPUN, ATAU MENGALIHKANNYA KE BERBAGAI MEDIA LAIN MISALNYA YOU TUBE, TIK-TOK, INSTAGRAM DLL.. SILAKAN SHARE ATAU BERBAGI DENGAN MENEKAN TOMBOL SHARE.</b></div></div>Marx Mahinhttp://www.blogger.com/profile/13756946988006790093noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2676729609984011517.post-64941194994002348162022-09-14T18:29:00.000-07:002022-09-14T18:29:05.453-07:00Catatan Perjalanan<h2 style="text-align: center;"></h2><h1 style="text-align: center;"><b>KOPIAH TANPA AGAMA: </b></h1><b><div style="text-align: center;"><b>STRATEGI DAN ADAPTASI BUDAYA DI TANAH ANGKOLA</b></div></b><div style="text-align: center;"><b>(Oleh: Marko Mahin)</b></div><div style="text-align: center;"><b><br /></b></div><div style="text-align: center;"><b><br /></b></div>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;"><span lang="DE"><b></b></span></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;"><b><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi-5WEQ3W5yezI53KhQL4GwElMTyS0HnrCCW-p3PhbLYUJvOWVdjcEaKusPuhVBNLg7ZJ58uzMV0GPxETH7B0BF3B34ZJGPXyiAbgZZhnO-oUXlf0xbP3Z2ZYTysWjtIS83zsOfLEGaIAYLuIsmnwpMciiERsUjl9EfX9UyLthhULsRfcJIDMXYVBs7/s493/299311604_8086882558019128_3061694988852572214_n.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="345" data-original-width="493" height="393" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi-5WEQ3W5yezI53KhQL4GwElMTyS0HnrCCW-p3PhbLYUJvOWVdjcEaKusPuhVBNLg7ZJ58uzMV0GPxETH7B0BF3B34ZJGPXyiAbgZZhnO-oUXlf0xbP3Z2ZYTysWjtIS83zsOfLEGaIAYLuIsmnwpMciiERsUjl9EfX9UyLthhULsRfcJIDMXYVBs7/w644-h393/299311604_8086882558019128_3061694988852572214_n.jpg" width="644" /></a></b></span></div><span style="font-family: georgia; font-size: medium;"><b><br /><br /></b></span><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;"><span lang="DE"><b>Berkunjung</b> ke Padangsidimpuan dan Sipirok, serta bertemu
dengan sekelompok masyarakat yang menyebut dirinya orang Angkola, mengajar saya
bahwa Batak itu tidak selalu keras, kasar, dan meledak-ledak, serta tidak harus
beragama Kristen. Logat bahasa orang Angkola <span style="background: white;">t</span></span><span lang="IN" style="background: white;">erdengar lebih lembut </span><span lang="DE" style="background: white;">bila </span><span lang="IN" style="background: white;">dibandingkan orang Toba</span><span lang="DE" style="background: white;">, namun </span><span lang="IN" style="background: white;">terdengar lebih tegas jika
dibandingkan dengan </span><span lang="DE" style="background: white;">orang </span><span lang="IN" style="background: white;">Mandailing.</span><o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;"><span lang="IN" style="background: white;">Orang Angkola umumnya beragama Islam dan
sebagian kecil beragama Kristen. </span><span lang="IN">Masuknya
agama Islam ke Padangsidimpuan dan Sipirok selain melalui jalur damai
perdagangan juga melalui jalur pedang pasukan Padri. Agama Kristen masuk
melalui jalur perkebunan kopi milik pemerintah kolonial Belanda. Gerrit van
Asselt, seorang missionaris dari Jemaat Ermelo, Belanda, terlebih dahulu
menjadi <i>opkooper</i> atau pembeli kopi di pasar Sipirok, sehingga dapat melakukan
baptisan pertama atas dua orang Batak pada 1861. <o:p></o:p></span></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;"><span lang="IN"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;">Hadirnya
agama Islam dan Kristen seolah membelah kelompok masyarakat Angkola menjadi dua
kotak kebudayaan yang tidak hanya berbeda tetapi juga berlawanan. Keluarga-keluarga
atau warga suku yang pada mulanya bersatu padu menjadi terpecah-belah dalam dua
kelompok agama. <o:p></o:p></span></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;"><span lang="IN"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;">Fenomena
muram ini terlihat dari pengalaman pahit tiga orang anak Djaroemahot Nasution,
seorang Muslim yang telah menghadiahkan sebidang tanah kepada Gerrit van Asselt
di Parausorat pada 1857. Ketiga orang itu adalah Sintua Johannes Nasoetion,
Pendeta Petroes Nasoetion (salah satu pendeta pertama di Tanah Batak
ditahbiskan pada tanggal 19 Juli 1885) dan Tandoek Nasoetion (Demang pertama di
Balige tahun 1914-1928). Menurut Togar
Nainggolan (2014: 44) setelah van Asselt tidak lagi berada di Parausorat,
mereka diusir dan harus <i>bukas</i> atau pindah ke Padangmatinggi yang
mengakibatkan gedung gereja di Parausorat kosong, tidak dipergunakan lagi.</span></span></p><p align="center" class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: center;"><span lang="EN-US"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;">***<o:p></o:p></span></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;"><span lang="IN"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;">Agama
yang disfungsional, pemicu riak-riak
pertikaian yang mengancam ketentraman hidup di masyarakat, sangat disadari
keberadaannya oleh orang Angkola, secara khusus yang bergabung di Gereja
Kristen Protestan Angkola (GKPA). Sejarah yang terentang panjang dari masa lalu,
mengajarkan mereka bahwa hidup tercerai dan bertikai hanyalah salah satu pilihan,
sementara pada sisi lain terdapat pilihan yang lebih baik yaitu hidup bersatu,
damai tanpa perselisihan. <o:p></o:p></span></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;"><span lang="IN"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;">Pilihan
atas hidup bersama itu mendorong mereka melakukan gerak lincah kultural yaitu dengan
rendah hati dan rajin menenun kerukunan dengan saudara-saudara yang tidak
seagama tetapi satu adat dan nenek-moyang. <o:p></o:p></span></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;"><span lang="IN">Secara
sadar, walaupun beragama Kristen, mereka memakai peci atau kopiah dalam
kegiatan gereja maupun kehidupan sehari-hari. Dengan cara itu, secara visual
tidak ada kontras tajam antara yang beragama Kristen dan Islam. Dikotomi
berdasarkan cara berpakaian dapat didamaikan. Sehingga kopiah yang pada mulanya
adalah simbol keagamaan, kini menjadi simbol kultural milik bersama. Ia tidak
lagi menjadi penanda dan pembeda, tetapi
menjadi pemersatu. </span><span lang="EN-US"><o:p></o:p></span></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;">Tidak hanya
pada tataran busana. Adaptasi kebudayaan juga dilakukan hingga ke pada hidangan
pesta pada acara-acara adat. Secara sadar, <span lang="IN">orang
Angkola</span><span lang="IN"> </span><span lang="IN">menggunakan ayam, kambing dan kerbau sebagai makanan yang
dikonsumsi pada acara-acara adat.</span><span lang="IN"> </span><span lang="EN-US">Daging babi
yang umumnya dilihat sebagai daging terlezat dalam pesta-pesta adat, disingkirkan
demi saudara-saudara Muslim. <o:p></o:p></span></span></p><p align="center" class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: center;"><span lang="EN-US"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;">***<o:p></o:p></span></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;"><span lang="EN-US">Tindakan kultural demikian oleh Van
Peursen </span><span lang="IN">(1978:216)</span><span lang="IN"> </span><span lang="EN-US">disebut sebagai “strategi kebudayaan” yaitu “…</span><span lang="IN">cerita
tentang perubahan-perubahan, riwayat manusia yang selalu memberikan wujud baru
kepada pola kebudayaan yang sudah ada… Sehingga kebudayaan bukanlah sebuah kata
benda, melainkan sebuah kata kerja. Kebudayaan tak lain dari caranya seorang
manusia mengekspresikan diri, caranya ia mencari relasi-relasi tepat terhadap
dunia sekitarnya…” <o:p></o:p></span></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;"><span lang="IN"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;">Strategi
kebudayaan yang dilakukan secara sadar itu, secara tidak langsung menjadi sarana untuk mengikis
jelaga hitam dan kerak-kerak kebencian yang muncul akibat perbedaan agama. Fitur-fitur
kebudayaan yang dimodifikasi sedemikian rupa membuat kehidupan tidak terjerumus
dalam comberan kekacauan. <o:p></o:p></span></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;"><span lang="IN"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;">Pada
sisi lain, hal ini memungkinkan GKPA
menjadi gereja yang tidak terasing atau teralienasi dari lingkungan budaya dan
sosialnya. Keterasingan dapat diatasi dengan kerja-kerja budaya, yang mungkin
kelihatan sederhana dan bersahaja, misalnya berkunjung pada saat Hari Raya Idul
Fitri, namun terasa manfaatnya untuk kehidupan bersama.</span></span></p><p align="center" class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: center;"><br /></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;"><span lang="IN"></span></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh2AVlz9T_2R10cBYOFUgZrQp7O_BOrw7DBT1XmOSViS_wry19_aKA361KiqK8V4hfdaJSyPA93jmO_KhOJZfVKj23QbWZUrS3cAqOjc2UvO0zlo8dxpHf9VIS7_yGCUW85NZBKrOJOveJZkhSICtK_uiy4sq8P6T6OQioYkJ-XBONpRxDQrurmFXaE/s2048/298330627_8076784512362266_4045219660945004673_n%20(2).jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="2048" data-original-width="1918" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh2AVlz9T_2R10cBYOFUgZrQp7O_BOrw7DBT1XmOSViS_wry19_aKA361KiqK8V4hfdaJSyPA93jmO_KhOJZfVKj23QbWZUrS3cAqOjc2UvO0zlo8dxpHf9VIS7_yGCUW85NZBKrOJOveJZkhSICtK_uiy4sq8P6T6OQioYkJ-XBONpRxDQrurmFXaE/w301-h320/298330627_8076784512362266_4045219660945004673_n%20(2).jpg" width="301" /></a></span></div><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><span style="font-family: georgia;"><span lang="IN">Dalam acara <i>Jews, Christian, and Muslim Conference (JCMC), </i> 7-15 Agustus 2022 di Padangsidimpuan, Panitia memberi saya hadiah yang sangat
berkesan yaitu satu peci atau kopiah Angkola.
Kopiah cantik, yang menurut </span>masyarakat Angkola adalah identitas kultural, bukan identitas agama.
Hal itu membuat nyaman siapapun yang memakainya, entah apapun agamanya. Pun
demikian saya.</span></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;">Bagi saya pribadi, kopiah Angkola ini, selain membuat
saya tampak berwibawa juga menambah kegantengan, sehingga ada salah seorang
peserta kegiatan yang “ngotot” mengatakan saya mirip artis "Helmi
Yahya" saat mengenakan kopiah itu. Jujur,
kopiah seperti ini sangat berguna bagi saya karena dapat menambah tinggi badan
yang memang relatif pendek. [**MM**]. <o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;"> </span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;"><span lang="EN-US"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;"> </span></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: "Georgia",serif; font-size: 12.0pt;"> </span></p>Marx Mahinhttp://www.blogger.com/profile/13756946988006790093noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2676729609984011517.post-68851767145269373732022-05-08T20:00:00.000-07:002022-05-08T20:00:03.487-07:00<p style="text-align: justify;"><span style="background-color: white; color: #050505; white-space: pre-wrap;"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;"><b></b></span></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><div style="text-align: left;"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;"><b><br /></b></span></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;"><b><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgVuCl8AEflJ5KRgEvfDwIO2F_eYd8NFJUUXzVyV8iTQogPQe7C2owulBDaHAsxWv4sZlkMwfcxhQ-pUQUiYnKml2RwxAqcvhao2tH6ISieDM9tq15Z8wJys55fPw3j4W-5r-m6rDRORZp2tTBLjy1OEc_MMw8BOsVG-y8VIO2fD6ubnI4TbcyUeAeX/s2397/Mahir%20Mahar%20IM%2003.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="2397" data-original-width="1699" height="344" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgVuCl8AEflJ5KRgEvfDwIO2F_eYd8NFJUUXzVyV8iTQogPQe7C2owulBDaHAsxWv4sZlkMwfcxhQ-pUQUiYnKml2RwxAqcvhao2tH6ISieDM9tq15Z8wJys55fPw3j4W-5r-m6rDRORZp2tTBLjy1OEc_MMw8BOsVG-y8VIO2fD6ubnI4TbcyUeAeX/w244-h344/Mahir%20Mahar%20IM%2003.jpg" width="244" /></a></b></span></div></div><span style="font-family: georgia; font-size: medium;"><b>Perjumpaan masyarakat Dayak</b> di Kalimantan Tengah dengan konsepsi nasionalisme salah satunya melalui keberangkatan para anak muda untuk bersekolah di luar pulau Kalimantan; Makassar, Surabaya, Batavia dan Bandung.</span><p></p><div class="cxmmr5t8 oygrvhab hcukyx3x c1et5uql o9v6fnle ii04i59q" style="background-color: white; color: #050505; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; white-space: pre-wrap;"><div dir="auto" style="text-align: justify; user-select: text !important;"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;">Adalah Mahir Mahar, anak Dayak kelahiran Kampung Pangkoh Kahayan Muara, setelah menamatkan Meer Uit gebreid Lager Onderwijs (MULO) di Banjarmasin, pada tahun 1930-an pergi ke Makassar untuk sekolah di Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren (OSVIA) atau Sekolah Pendidikan Pribumi untuk Pegawai Negeri Sipil. </span></div></div><div class="cxmmr5t8 oygrvhab hcukyx3x c1et5uql o9v6fnle ii04i59q" style="background-color: white; color: #050505; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; white-space: pre-wrap;"><div dir="auto" style="text-align: justify; user-select: text !important;"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;">Ketika di Makassar, Mahir Mahar muda giat menjadi aktivist INDONESIA MOEDA yaitu organisasi pemuda yang diresmikan tanggal 31 Desember 1930, merupakan penggabungan antara organisasi Jong Java, Pemuda Indonesia dan Jong Sumatera. Sebagai organisasi dengan haluan nasionalistik ini, Indonesia Moeda secara tegas mengakui Sumpah Pemuda, dan menjunjung bahasa Indonesia dan lagu Indonesia Raya, dan bendera Merah Putih sebagai identitas organisasi ini. Walaupun organisasi ini secara resmi tidak berkiprah dalam politik, organisasi ini adalah salah satu gerakan yang mempelopori lahirnya Indonesia Merdeka. </span></div></div><div class="cxmmr5t8 oygrvhab hcukyx3x c1et5uql o9v6fnle ii04i59q" style="background-color: white; color: #050505; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; white-space: pre-wrap;"><div dir="auto" style="text-align: justify; user-select: text !important;"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;">Selama di Makassar dan aktif sebagai anggota Indonesia Muda, Mahir Mahar muda berteman dengan Manai Sophian dan A. M. Sangadji, yang kemudian menjadi tokoh pergerakan nasional. Bersama dengan A. M. Sangadji, pada 9 Oktober 1945 Mahir Mahar melakukan Pengibaran Bendera Merah Putih di Puruk Cahu sebagai tanda Kemerdekaan Indonesia.</span></div></div><div class="cxmmr5t8 oygrvhab hcukyx3x c1et5uql o9v6fnle ii04i59q" style="background-color: white; color: #050505; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; white-space: pre-wrap;"><div dir="auto" style="text-align: justify; user-select: text !important;"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;">Saat aktif di Indonesia Moeda Makasar (ca.1931 s/d 1933, Mahir Mahar pernah ditahan oleh pihak Politieke Inlichtingen Dienst (PID), polisi rahasia yang tugasnya memata-matai kaum pergerakan nasional pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Penahanannya hanya sementara dan dia dibebaskan kembali.</span></div></div><div class="cxmmr5t8 oygrvhab hcukyx3x c1et5uql o9v6fnle ii04i59q" style="background-color: white; color: #050505; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; white-space: pre-wrap;"><div dir="auto" style="text-align: center; user-select: text !important;"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;">***</span></div><div dir="auto" style="text-align: left; user-select: text !important;"><span style="text-align: justify;"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;">Karena sesuatu dan lain hal, OSVIA Makassar dibubarkan, karena itu Mahir Mahar harus pindah ke OSVIA Bandung-Jawa Barat.</span></span></div></div><div class="cxmmr5t8 oygrvhab hcukyx3x c1et5uql o9v6fnle ii04i59q" style="background-color: white; color: #050505; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; white-space: pre-wrap;"><div dir="auto" style="text-align: justify; user-select: text !important;"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;">Selama di Jawa Barat ( ca. 1933 s/d 1936), Mahir Mahar menjadi anggota Indonesia Moeda Jawa Barat di kota Bandung, bersama dengan Ruslan Abdoel Gani, Lukman Hakim, Sukarni, Djama Ali, dan Pandu Kartawiguna. Seperti di Makassar, di Bandung pun Mahir Mahar pernah ditahan oleh PID Belanda dan ditahan oleh Komisaris Polisi Lebruin di kota Bogor.</span></div></div><div class="cxmmr5t8 oygrvhab hcukyx3x c1et5uql o9v6fnle ii04i59q" style="background-color: white; color: #050505; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; white-space: pre-wrap;"><div dir="auto" style="text-align: center; user-select: text !important;"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;">***</span></div><div dir="auto" style="text-align: justify; user-select: text !important;"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;">Pada tahun 1937, Mahir Mahar kembali ke Banjarmasin, Kalimantan. Banyak ide, konsep dan pemikiran yang dibawanya serta, salah satu adalah NASIONALISME. Tentu saja situasi di Kalimantan sangat berbeda dari Makassar dan Jawa. Mahir Mahar mesti berdialektika dengan situasi konkrit masyarakat Dayak, nuansa politik Kalimantan Selatan yang sangat religius, serta semangat nasionalisme itu sendiri. </span></div></div><div class="cxmmr5t8 oygrvhab hcukyx3x c1et5uql o9v6fnle ii04i59q" style="background-color: white; color: #050505; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; white-space: pre-wrap;"><div dir="auto" style="text-align: justify; user-select: text !important;"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;">Puncak perjuangan Mahir Mahar adalah politik partisi pemisahan Kalimantan Tengah dari Kalimantan Selatan. Dengan jenial Mahir Mahar mengorkestrasi berbagai kelompok elemen masyarakat yang memang menginginkan provinsi sendiri, pada sisi lain ia memanfaatkan suasana kacau dan kekecemasan pemerintah Jakarta karena pemberontakan Ibnu Hajar (KRjT). Dengan cerdik ia memperlihatkan "difference" perjuangan Masyarakat Dayak dari Ibnu Hajar. Bahwa masyarakat Dayak tidak menuntut pemisahan negara atau hendak memberontak mendirikan negara sendiri, mereka hanya ingin menuntut daerah otonomi tersendiri yang terpisah dari Provinsi Kalimantan Selatan namun masih dalam dekapan Republik Indonesia. </span></div></div><div class="cxmmr5t8 oygrvhab hcukyx3x c1et5uql o9v6fnle ii04i59q" style="background-color: white; color: #050505; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; white-space: pre-wrap;"><div dir="auto" style="text-align: center; user-select: text !important;"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;">***</span></div></div><div class="cxmmr5t8 oygrvhab hcukyx3x c1et5uql o9v6fnle ii04i59q" style="background-color: white; color: #050505; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; white-space: pre-wrap;"><div dir="auto" style="text-align: justify; user-select: text !important;"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;">Tentu saja, nasionalisme khas Dayak itu membuat senang para petinggi militer di Jakarta yang cukup pusing menghadapi distabilitas di beberapa daerah dan secara khusus membuat gembira Presiden Soekarno yang memang gandrung dengan ide persatuan dan kesatuan bangsa.</span></div></div><div class="cxmmr5t8 oygrvhab hcukyx3x c1et5uql o9v6fnle ii04i59q" style="background-color: white; color: #050505; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; white-space: pre-wrap;"><div dir="auto" style="text-align: justify; user-select: text !important;"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;">Pada tanggal 23 Mei 1957, dikeluarkannya Undang-Undang Darurat No. 10 tahun 1957 tentang Pembentukan Daerah Swatantra Tingkat I Kalimantan Tengah. Dengan demikian resmilah terbentuk Provinsi Kalimantan Tengah sebagai Daerah Otonom, yang kemudian hari tanggal 23 Mei 1957 tersebut dinyatakan sebagai hari jadi Provinsi Kalimantan Tengah. [*MM*]</span></div><div dir="auto" style="text-align: justify; user-select: text !important;"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;"><br /></span></div><div dir="auto" style="text-align: justify; user-select: text !important;"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;"><br /></span></div></div><div class="cxmmr5t8 oygrvhab hcukyx3x c1et5uql o9v6fnle ii04i59q" style="background-color: white; color: #050505; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; white-space: pre-wrap;"><div dir="auto" style="user-select: text !important;"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;">KETERANGAN FOTO:</span></div><div dir="auto" style="user-select: text !important;"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;">Foto Kegiatan INDONESIA MOEDA di Bandung. Mahir Mahar dengan tanda silang (X). Terimakasih kepada Keluarga Besar Mahir Mahar secara khusus Ibu Septhea Hilda Adjie-Mahar yang telah memberi izin untuk mengakses album foto keluarga. cc. <span style="user-select: text !important;"><a class="oajrlxb2 g5ia77u1 qu0x051f esr5mh6w e9989ue4 r7d6kgcz rq0escxv nhd2j8a9 nc684nl6 p7hjln8o kvgmc6g5 cxmmr5t8 oygrvhab hcukyx3x jb3vyjys rz4wbd8a qt6c0cv9 a8nywdso i1ao9s8h esuyzwwr f1sip0of lzcic4wl gpro0wi8 q66pz984 b1v8xokw" href="https://www.facebook.com/icha.chaqee07?__cft__[0]=AZU7eFy1eDbZ7MNBNrMM0dr2W641z8Rfq6F-c2NKZpiZdP-LdEXfhFJ3eKvOyV_fOEkoy7Ap3vYwCNpE-8BeVI2sLzhrzjktZIvKbPN6Kz-DRI9wywFnatu5_QwV7XAnVnw&__tn__=-]K-R" role="link" style="-webkit-tap-highlight-color: transparent; background-color: transparent; border-color: initial; border-style: initial; border-width: 0px; box-sizing: border-box; cursor: pointer; display: inline; list-style: none; margin: 0px; outline: none; padding: 0px; text-align: inherit; text-decoration-line: none; touch-action: manipulation; user-select: text !important;" tabindex="0"><span class="nc684nl6" style="display: inline; user-select: text !important;">Icha Ajie</span></a></span>, <span style="user-select: text !important;"><a class="oajrlxb2 g5ia77u1 qu0x051f esr5mh6w e9989ue4 r7d6kgcz rq0escxv nhd2j8a9 nc684nl6 p7hjln8o kvgmc6g5 cxmmr5t8 oygrvhab hcukyx3x jb3vyjys rz4wbd8a qt6c0cv9 a8nywdso i1ao9s8h esuyzwwr f1sip0of lzcic4wl gpro0wi8 q66pz984 b1v8xokw" href="https://www.facebook.com/eldoniel.mahar?__cft__[0]=AZU7eFy1eDbZ7MNBNrMM0dr2W641z8Rfq6F-c2NKZpiZdP-LdEXfhFJ3eKvOyV_fOEkoy7Ap3vYwCNpE-8BeVI2sLzhrzjktZIvKbPN6Kz-DRI9wywFnatu5_QwV7XAnVnw&__tn__=-]K-R" role="link" style="-webkit-tap-highlight-color: transparent; background-color: transparent; border-color: initial; border-style: initial; border-width: 0px; box-sizing: border-box; cursor: pointer; display: inline; list-style: none; margin: 0px; outline: none; padding: 0px; text-align: inherit; text-decoration-line: none; touch-action: manipulation; user-select: text !important;" tabindex="0"><span class="nc684nl6" style="display: inline; user-select: text !important;">Eldoniel Mahar</span></a></span>, <span style="user-select: text !important;"><a class="oajrlxb2 g5ia77u1 qu0x051f esr5mh6w e9989ue4 r7d6kgcz rq0escxv nhd2j8a9 nc684nl6 p7hjln8o kvgmc6g5 cxmmr5t8 oygrvhab hcukyx3x jb3vyjys rz4wbd8a qt6c0cv9 a8nywdso i1ao9s8h esuyzwwr f1sip0of lzcic4wl gpro0wi8 q66pz984 b1v8xokw" href="https://www.facebook.com/ebeb.ebeb.3785?__cft__[0]=AZU7eFy1eDbZ7MNBNrMM0dr2W641z8Rfq6F-c2NKZpiZdP-LdEXfhFJ3eKvOyV_fOEkoy7Ap3vYwCNpE-8BeVI2sLzhrzjktZIvKbPN6Kz-DRI9wywFnatu5_QwV7XAnVnw&__tn__=-]K-R" role="link" style="-webkit-tap-highlight-color: transparent; background-color: transparent; border-color: initial; border-style: initial; border-width: 0px; box-sizing: border-box; cursor: pointer; display: inline; list-style: none; margin: 0px; outline: none; padding: 0px; text-align: inherit; text-decoration-line: none; touch-action: manipulation; user-select: text !important;" tabindex="0"><span class="nc684nl6" style="display: inline; user-select: text !important;">Ebeb</span></a></span><span class="pq6dq46d tbxw36s4 knj5qynh kvgmc6g5 ditlmg2l oygrvhab nvdbi5me sf5mxxl7 gl3lb2sf hhz5lgdu" style="display: inline-flex; height: 16px; margin: 0px 1px; user-select: text !important; vertical-align: middle; width: 16px;"><img alt="🙏" height="16" referrerpolicy="origin-when-cross-origin" src="https://static.xx.fbcdn.net/images/emoji.php/v9/td9/1.5/16/1f64f.png" style="border: 0px;" width="16" /></span><span class="pq6dq46d tbxw36s4 knj5qynh kvgmc6g5 ditlmg2l oygrvhab nvdbi5me sf5mxxl7 gl3lb2sf hhz5lgdu" style="display: inline-flex; height: 16px; margin: 0px 1px; user-select: text !important; vertical-align: middle; width: 16px;"><img alt="🙏" height="16" referrerpolicy="origin-when-cross-origin" src="https://static.xx.fbcdn.net/images/emoji.php/v9/td9/1.5/16/1f64f.png" style="border: 0px;" width="16" /></span><span class="pq6dq46d tbxw36s4 knj5qynh kvgmc6g5 ditlmg2l oygrvhab nvdbi5me sf5mxxl7 gl3lb2sf hhz5lgdu" style="display: inline-flex; height: 16px; margin: 0px 1px; user-select: text !important; vertical-align: middle; width: 16px;"><img alt="🙏" height="16" referrerpolicy="origin-when-cross-origin" src="https://static.xx.fbcdn.net/images/emoji.php/v9/td9/1.5/16/1f64f.png" style="border: 0px;" width="16" /></span></span></div><div dir="auto" style="user-select: text !important;"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;"><span class="pq6dq46d tbxw36s4 knj5qynh kvgmc6g5 ditlmg2l oygrvhab nvdbi5me sf5mxxl7 gl3lb2sf hhz5lgdu" style="display: inline-flex; height: 16px; margin: 0px 1px; user-select: text !important; vertical-align: middle; width: 16px;"><br /></span></span></div></div><div class="cxmmr5t8 oygrvhab hcukyx3x c1et5uql o9v6fnle ii04i59q" style="background-color: white; margin: 0.5em 0px 0px; overflow-wrap: break-word; user-select: text !important; white-space: pre-wrap;"><div dir="auto" style="user-select: text !important;"><span style="color: red; font-family: georgia; font-size: medium;"><b>CATATAN: SAYA TIDAK MENGIZIN SIAPAPUN UNTUK MENERBITKAN TULISAN SAYA INI DI MEDIA MANAPUN, ATAU MENGALIHKANNYA KE BERBAGAI MEDIA LAIN MISALNYA YOU TUBE, TIK-TOK, INSTAGRAM DLL.. SILAKAN SHARE ATAU BERBAGI DENGAN MENEKAN TOMBOL SHARE.</b></span></div></div>Marx Mahinhttp://www.blogger.com/profile/13756946988006790093noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2676729609984011517.post-27235714178173407992022-04-25T13:56:00.001-07:002022-04-25T13:56:13.805-07:00KAMPUNG PALINGKAU YANG MEMUKAU<p> </p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjcnUW37erKhXUP0AroXSHXMN7YW_sixa3ny8jYQcgD6XsTJjtE-cnsTOnng0TO0WyHhmmGQzJzrNpnoddulgMaXCkSWRCcKq0ZqlkHXBBtbToX-HIvzE2QZsWRr5Tr7QJ6K59eM3iAF8U0bAQDp4o4SErY7prAt1TPDPGBW8wOGkeea_0uaaYHUmzL/s904/PALINGKAU2.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="553" data-original-width="904" height="392" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjcnUW37erKhXUP0AroXSHXMN7YW_sixa3ny8jYQcgD6XsTJjtE-cnsTOnng0TO0WyHhmmGQzJzrNpnoddulgMaXCkSWRCcKq0ZqlkHXBBtbToX-HIvzE2QZsWRr5Tr7QJ6K59eM3iAF8U0bAQDp4o4SErY7prAt1TPDPGBW8wOGkeea_0uaaYHUmzL/w640-h392/PALINGKAU2.jpg" width="640" /></a></div><br /><div><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;"><span lang="EN-US"><b>Kampung</b> yang terletak di bagian kiri mudik Sungai
Murong itu bernama Palingkau. </span><span lang="DE">Dalam peta Schwaner (1853) kampung
ini bernama Kampung Sungei Palingkau. Tampaknya pemukiman awal didirikan di
sekitar muara Sungei Palingkau, sungai kecil yang bermuara di Sungai Murong. Palingkau dalam bahasa Dayak Ngaju adalah
nama jenis bambu. Mungkin karena ditumbuhi banyak bambu Palingkau maka sungai
diberi nama Sungei Palingkau yang akhirnya menjadi nama kampung. <o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="DE"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;">Missionar Becker tiba di kampung ini pada tahun 1840. Ia menggambarkannya
sebagai “<i><b>kampung sepi yang mirip reruntuhan“</b></i> (Kriele 1915: 42). Ia menyebutnya
demikian karena banyak rumah-rumah yang tidak terawat karena para pemiliknya
tinggal lama di sawah yang letaknya jauh dari kampung. <o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="DE"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;">Pada tahun 1857, atas perintah dari Gezahebber (Penguasa Sipil Belanda)
dilakukan penataan kampung. Dimulai
dengan pembangunan jalan kampung dengan lebar 11 kaki atau sekitar 3,6
meter. Di sebelah kiri dan kanan jalan
di tanam pohon kelapa dan pinang. Dengan demikian maka ada jalan menghubungkan
rumah ke rumah. Penataan jalan juga diikuti dengan penataan jalan atau titian
yang menghubungkan rumah penduduk dengan sungai. Pada saat itu dilaporkan ada pembangunan
20 rumah baru. Missionar Zimmer menulis, “Kami sudah dapat berkunjung dari
rumah ke rumah dengan berjalan kaki, tidak lagi menggunakan perahu“. Jalan yang dibangun itu cukup panjang, untuk
tiba di ujung jalan memerlukan waktu 15 menit berjalan kaki. Kampung Palingkau
menjadi cantik dan tertata rapi, sehingga Zimmer mengatakan, <i><b>“Palingkau
sayangku menjadi seperti kota kecil“</b></i> (BRMG 1858: 17).</span></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="DE"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;"><span lang="DE">Dalam satu lukisan diperlihatkan di Kampung Palingkau pada pertengahan abad
19 telah berdiri semacam pesanggrahan tempat Gezahebber tinggal, dengan
pelabuhannya yang tampak kokoh. </span><span lang="NL">Tampak juga lanting atau rumah terapung milik para pedagang dan perahu-perahu
yang terapung hilir-mudik sungai. [*MM*].</span> </span><o:p></o:p></span></p></div>Marx Mahinhttp://www.blogger.com/profile/13756946988006790093noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2676729609984011517.post-79191663762253628792022-04-21T15:40:00.004-07:002022-04-21T15:43:03.871-07:00KEHIDUPAN RUWET MISSIONARIS HUPPERTS (2)<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span lang="IN"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><span lang="IN"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiLsGbGfLAEfRdTrDmnvCtYIX8UBacsk6w-vPdVBeeQR0EKRpo8TM2W6g1d_DcDPIGWOHM-9amy2RGhRdKKwhB65p42fxd3iKsGZ7I0I5VNLhU18bG5L_gxxPMkB2neJmTBlNiNiEqc87irEMe4LuHRS1T-L6XFCM0r-y0wYVB8i1tkSl45iVZq2g-Z/s800/BENTENG-PENGARON2.jpeg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="527" data-original-width="800" height="422" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiLsGbGfLAEfRdTrDmnvCtYIX8UBacsk6w-vPdVBeeQR0EKRpo8TM2W6g1d_DcDPIGWOHM-9amy2RGhRdKKwhB65p42fxd3iKsGZ7I0I5VNLhU18bG5L_gxxPMkB2neJmTBlNiNiEqc87irEMe4LuHRS1T-L6XFCM0r-y0wYVB8i1tkSl45iVZq2g-Z/w640-h422/BENTENG-PENGARON2.jpeg" width="640" /></a></span></div><span lang="IN"><br /><span style="font-family: georgia; font-size: medium;"><br /></span></span><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span lang="IN"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;"><b>Pada 1841,</b> Hupperts juga pernah mencoba merintis pembukaan
pos Pekabaran Injil di Gohong, Kahayan (sekarang desa Gohong, Pulang Pisau). Di
sana ia mendapat tantangan keras dari <b>Tamanggung Singa Pati</b>, kepala suku
Dayak yang berkedudukan di <b>Petak Bahandang-Buntoi</b>. Tamanggung Singa Pati tersinggung karena Hupperts lewat begitu saja
melintas kampungnya dan berencana mendirikan sekolah di Gohong yang terdapat
dibagian hulu, padahal ia sudah terlebih dahulu menghadap Residen di
Banjarmasin meminta agar dikirimkan guru dan didirikan sekolah di tempatnya. Dengan pengaruhnya, ia menghalangi dan
mempersulit pekerjaan para missionaris, sehingga pada tahun 1845 para
misionaris pergi keluar meninggalkan Gohong mencari tempat lain yang lebih
terbuka dengan kedatangan mereka (Von Rohden, Geschichte, 60, Witschi 1942:
16). <o:p></o:p></span></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;"><span lang="IT">Selepas wafatnya
Berger pada 1845, pelayanan di stasi Bethabara diserahkan kepada Missionar
Hupperts yang sebelumnya melayani di <b>Sungei Apui</b>. Selama melayani di
Bethabara atau Palangkai, Hupperts memperluas pelayanan ke kampung terdekat. Ia
membangun pos kedua di <b>Kampung Barasak</b>, setengah jam dengan naik perahu
dari Bethabara. Di kampung itu ia mengangkat seorang seorang pemuda Dayak
bernama <b>Idol</b> menjadi guru dengan murid berjumlah 20 orang. Kemudian
Hupperts juga membuka satu sekolah lagi di <b>Kampung Sungei Palinget</b> dengan
jarak setengah jam naik perahu dari <b>Kampung Barasak</b>, dipimpin oleh seorang pemuda Dayak bernama <b>Paman
</b>menjadi guru dengan murid berjumlah 20 orang (</span><span lang="IT">MNZG 1849: 107, </span><span lang="IT">van der Loeff 1851: 356). Dengan demikian, melalui Hupperts lahir <b>dua
orang guru Dayak pertama</b> yaitu Idol dan Paman.</span></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;">Dari Januari 1841- Maret
1842, Hupperts melayani di Sungei Bintan yang jaraknya sekitar tiga jam naik
perahu dari Bethabara, mengganti Missionar Hardeland yang bertugas di Banjar (RZT
1871: 78, von Rohden 1856:199).</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><b><span lang="IT" style="line-height: 115%;"><span style="font-family: georgia;"><span style="color: red; font-size: large;">RUWET</span><span style="font-size: medium;"><o:p></o:p></span></span></span></b></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span lang="IT"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;">Kehidupan tidak
selalu baik-baik saja. Hupperts mengalami kehidupan yang ruwet. Saat melayani
di Kahayan, istrinya meninggal dunia dengan indikasi mati keracunan. Kriele
(1915:48) melaporkan tentang istri
kepala suku yang ahli meracik racun (<i>pulih</i>) dan pernah ditemukan kain
lap beracun dalam bejana air di rumah missionaris. Di kemudian hari Hupperts
menikah lagi hingga memiliki delapan orang anak. <o:p></o:p></span></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;"><span lang="IN">Pada 1848</span><span lang="IT">, Hupperts </span><span lang="IN">diberhentikan
dari pekerjaan missionaris, dianggap tidak layak karena kebiasaan mabuk</span><span lang="IN"> </span><span lang="IT">(</span><span lang="IN">Von Rohden,
Geschichte, 63–64</span><span lang="DE">, </span><span lang="IN">Von Rohden, Geschichte, 295</span><span lang="IT">). Missionar G. Zimmer secara halus menyebutkan pemecatan
dilakukan dengan alasan “kelemahan moral“ (</span><span lang="IN">Westhoff</span><span lang="IN"> </span><span lang="IT">1872: 33). Setelah itu,
Hupperts alih profesi menjadi pengawas atau
operator di pertambangan batu-bara <i>Oranje Nassau</i> di Kalangan (sekarang
ini Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan).</span></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;"><span lang="IT">Ketika meletus Perang Banjar 1859, yang
diawali dengan </span><span lang="IN" style="background: white; color: #2a2a2a; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;">penyerangan
terhadap benteng Belanda dan tambang batubara di wilayah Pengaron</span><span lang="IT" style="background: white; color: #2a2a2a; mso-ansi-language: IT; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;">, Hupperts dan seorang
anaknya menjadi korban.<o:p></o:p></span></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none;"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;"><span lang="IT" style="color: #2a2a2a;">Saat </span><span lang="IT">sedang duduk saat
sarapan bersama keluarganya, para
penyusup menyerbu masuk, menangkapnya, menyeretnya keluar dan di bawa ke satu
tempat yang bernama</span><span lang="IT"> Bangkai
(Banyu Irang), kira-kira 45 menit berjalan kaki dari Kalangan.</span><span lang="IT"> Di tempat itu, Hupperts yang saat itu telah menjadi
seorang operator tambang dibunuh bersama dengan seorang anak perempuannya yang
masih kecil. Istri Hupperts bersama
dengan tujuh orang anaknya berusaha lari dan menyelamatkan diri. Atas bantuan
dan perlindungan Pangeran Hidayatullah, akhirnya mereka dapat tiba dengan
selamat di Banjarmasin (Sjamsuddin 2021: 57-58).</span></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none;"><span style="font-size: medium;"><span style="font-family: georgia;"><span lang="IT">Dengan demikian, </span><b><span lang="IN">Johann Gottfried</span><span lang="IN"> </span><span lang="IN">Hupperts</span></b><span lang="IT"> yang pernah menjadi missionaris di </span><a name="_Hlk101496565"><span lang="IN">Banjarmasin, </span></a><span lang="IT">Sungei </span><span lang="IN">Apui</span><span lang="IT">, </span><span lang="IN">Bethabara, Gohong, Kahayan</span><span lang="IN"> </span><span lang="IT">dan </span></span><span lang="IN" style="font-family: georgia;">Bintang</span><span lang="IT" style="font-family: georgia;">, mati terbunuh sebagai operator
pertambangan di Kalangan, 2 Mei 1859, di awal Perang Banjar. [*MM*].</span></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none;"><span lang="IT" style="font-family: georgia; font-size: large;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #757575; cursor: auto; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: 15px; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; user-select: text;"><span style="font-family: georgia; user-select: text;"><span lang="IT" style="text-indent: 36pt; user-select: text;"><span style="color: red; font-size: x-large; user-select: text;"><b>PERINGATAN !!!!</b></span></span></span></p><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span lang="IN" style="line-height: 17.12px;"></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none;"><span lang="IT" style="font-family: georgia; font-size: large;"></span></p><p class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #757575; cursor: auto; font-family: Roboto, sans-serif; font-size: 15px; margin-bottom: 0cm; user-select: text;"><span style="font-family: georgia; user-select: text;"><span lang="IT" style="text-indent: 36pt; user-select: text;"><span style="color: red; font-size: medium; user-select: text;"><b>SAYA TIDAK MENGIZINKAN SIAPAPUN MEMPUBLIKASIKAN ATAU MENGALIHKAN TULISAN SAYA KE MEDIA YANG LAIN, MISALNYA MENJADI CONTENT YOU TUBE, TIK-TOK, DLL.).</b></span></span></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
</p><p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0cm;"><span lang="IT"><span style="font-family: georgia; font-size: medium;"> </span></span></p><div><div id="edn1"><p class="MsoEndnoteText"><br /></p>
</div>
</div>Marx Mahinhttp://www.blogger.com/profile/13756946988006790093noreply@blogger.com0