BUKU TENTANG SAREKAT DAYAK
Seorang bayi yang kurus-kering dan kurang gizi. Itulah gambaran yang muncul saat membaca buku tipis 53 halaman ini. Ditulis oleh Asnaini dari Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Wilayah Kalimantan, Pontianak Kalimantan Barat, pada tahun 2011.
Umumnya
buku terbitan pemerintah, buku ini kesannya ditulis apa adanya
sebagai bukti pertanggungjawaban keuangan atau laporan proyek. Sehingga jangan
berharap banyak terdapat kebaruan (novelty) data, informasi atau pemikiran.
Seperti yang
tercantum dalam judul “Sarekat Dayak: Peranannya Dalam Merebut dan
Mempertahankan Kemerdekaan di Kalimantan Tengah” buku ini dibebani target historiografi khas Indonesia yang
membayangkan bahwa penulisan sejarah itu selalu berkaitan dengan merebut dan
mempertahankan kemerdekaan dari penjajah Belanda. Pada titik inilah kegagalan
buku ini yaitu ingin membuktikan bahwa terdapat peranan Sarekat Dayak dalam merebut
dan mempertahankan kemerdekaan di Kalimantan Tengah. Tidak ada aksi
berdarah-darah, apalagi tembak-menembak yang dilakukan oleh Sarekat Dayak atau
Pakat Dayak.
Tentu saja ini
sesuatu yang absurd karena Kalimantan Tengah sebagai provinsi baru berdiri tahun
1957, kemudian perjuangan Dayak dikerangkeng dalam konsep perjuangan nasional
yaitu melawan penjajah. Padahal perjuangan Dayak tidaklah sesederhana itu. Perjuangan Dayak adalah melawan ketertindasan yang muncul dari
struktur-struktur objektif yang ada di sekitarnya entah itu penduduk pantai,
kesultanan, zending, pemerintah kolonial, bahkan pemerintah Indonesia.
Seperti yang
dilaporkan oleh Gerry van Klinken (2011) mereka tidak sungkan memanfaatkan kelemahan
pemerintahan pusat dan ancaman dari Darul Islam, menciptakan "huru-hara" di
pedalaman untuk melancarkan politik partisi mendirikan Provinsi Kalimantan
Tengah. “Orang Dayak itu secara spiritual saja sangat pragmatis, apalagi secara
politis”, demikian kata Douglas Miles (1976) dalam bukunya “Mandau dan Bulan Sabit
(Cutlass and Crescent Moon). Mereka bisa saja melakukan politik
kooperatif dengan entitas yang dilabel “penjajah”, untuk melawan penyingkiran dari
kelompok lain.
Walaupun ada logo “Tut
Wuri Handayani“, haruslah bersikap kritis untuk menjadikan buku ini sebagai sumber penulisan
ilmiah sejarah Kalimantan Tengah. Selain hanya daur ulang data-data lama atau
pengulangan saja (repetitif), juga terlalu banyak kesalahan ketik (typo). Misalnya pada
halaman 28 ditulis demikian, “Dalam organisasi Pakat Dayak ini kemudian
dibentuk Departemen Urusan Perempuan yang disebut dengan Bahara Nyangkal”. Padahal
Bahara Nyangkal adalah nama orang, pemimpin organisasi Kaoem Wanita Dayak, yang
berdiri sekitar tahun 1938. [*MM*].
Daftar Pustaka:
Asnaini. 2011. Sarekat
Dayak: Peranannya Dalam Merebut dan Mempertahankan Kemerdekaan di Kalimantan
Tengah. Pontianak: Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Wilayah Kalimantan.
Klinken, Gerry van. 2011.
“Mengkolonisasi Borneo: Pembentukan Provinsi Dayak di Kalimantan” dalam Sita
van Bemmelen dan Remco Raben (ed.). Antara Daerah dan Negara: Indonesia
Tahun 1950- an. Jakarta: Pustaka Obor Indonesia-KITLV.
Miles,
Douglas. 1976. Cutlass and Crescent Moon, Sydney:
Center for Asian Studies, University of Sydney
Komentar
Posting Komentar