Postingan

Tulisan-Tulisanku

SEJARAH DAYAK MENURUT P. J. VETH (1)

Gambar
Sumber: Veth, P J. 1854. Borneo’s Wester-Afdeeling: Geografisch, Statistich, Historisch. Zaltbommel: John Norman en Zoon. 1. Sejarah Zaman Purba Borneo Sangat Gelap Sejarah zaman purba dari Pantai Barat Borneo sama sekali gelap. Ini bukan merupakan sesuatu yang aneh, karena ini dapat dikatakan hampir terdapat di semua negara. Tepatlah apa yang dikatakan oleh seorang ahli etnologi : “Sebenarnya tidak ada satu negarapun dari mana dapat dipastikan bahwa masyarakatnya yang dikenal sekarang atau salah satu yang sebelumnya, menjadi yang tertua. Di kebanyakan daerah ditemukan peninggalan-peninggalan atau ceritera-ceritera bersejarah dari suku-suku yang lebih dulu, yang oleh penduduk sekarang dianggap sebagai yang berbeda dari mereka sendiri. Pada semua bangsa yang tidak beradab, zaman dulu cepat menjadi gelap dan tidak jelas; satu kali sangat dibesarkan, lain kali sama sekali dilupakan. Karena itu, keinginan untuk membuktikan bahwa salah satu suku yang menduduki salah satu daerah, merupak

Dayak Tomun 4

Gambar
𝗣𝗔𝗥𝗔 𝗟𝗘𝗟𝗨𝗛𝗨𝗥 𝗬𝗔𝗡𝗚 𝗠𝗔𝗕𝗨𝗞 𝗝𝗔𝗠𝗨𝗥 Orang-orang Dayak Tomun yang saya jumpai selalu mengajukan pengakuan bahwa mereka semua berasal dari satu tempat atau asal-usul yang sama yaitu Kerajaan Sarang Pruya, satu tempat yang sekarang ini berada di hulu Sungai Batang Kawa berbatasan dengan Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat. Berdasarkan tuturan lisan, konon Kerajaan Sarang Paruya berdiri sebelum Masehi yaitu sekitar tahun ±1522, penduduk tempatan menyebutkannya dengan istilah 𝙩𝙖𝙣𝙖𝙝 𝙢𝙪𝙡𝙖 𝙩𝙪𝙢𝙗𝙪𝙝 𝙠𝙖𝙧𝙤𝙨𝙞𝙠 𝙢𝙪𝙡𝙖 𝙖𝙙𝙖 (pada awal mula zaman), dipimpin seorang Raja bernama Santomang dengan permaisuri bernama Laminding. Sebelum eksistensi di Sarang Pruya, juga diceritakan tentang sejarah asal-usul nenek moyang yang diturunkan ke bumi, namun gagal karena setiap kali diturunkan mati dilahap oleh hantu. Hingga akhirnya datang seekor anjing yang menggonggong keras sehingga hantu lari terbirit-birit dan akhirnya manusia bisa mendiami bumi. Karena itu orang

𝗗𝗔𝗬𝗔𝗞 𝗧𝗢𝗠𝗨𝗡 (𝗕𝗮𝗴𝗶𝗮𝗻 𝟯)

Gambar
  IDENTITAS BERSAMA Dalam "Laporan Akhir Kajian Tata Adat Masyarakat di Kabupaten Lamandau" disebutkan bahwa istilah Tomun atau Dayak Tomun sudah muncul sekitar tahun 1980-an. Artinya istilah Dayak Tomun telah muncul 22 tahun sebelum Kabupaten Lamandau berdiri (2009: 45). Kabupaten Lamandau merupakan salah satu kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Kotawaringin Barat berdasarkan Undang– Undang Nomor 5 tahun 2002, yang diresmikan pada tanggal 4 Agustus 2002 dengan Ibukota Nanga Bulik. Benhard Badu, seorang guru yang juga adalah penilik kebudayaan, disebutkan sebagai salah seorang yang mengintroduksi penamaan Dayak Tomun untuk menyebutkan semua kelompok Dayak yang berada di Kabupaten Lamandau sekarang ini. Seiring pada waktu itu di Pangkalan Bun didirikan Perhimpunan Pemuda Pelajar Dayak Tumon. Dengan demikian nama Dayak Tumon sudah mulai dipakai sebagai identitas diri. Pada 3 November 1999 diadakan sosialisasi rencana pemekaran Kabupaten Kotawaringin Barat menjadi dua k

DAYAK TOMUN (Bagian 2)

Gambar
  DAYAK BLAMAN Pada tahun 2000-an, suku Dayak Tomun sempat menyandang atau diberi nama sebagai Dayak Blaman. Penamaan itu tampak dari beberapa tulisan antara lain: - "Hukum Adat Dayak Blaman" yang ditulis oleh Thedan Usit dkk., pada tahun 2000 di Nanga Bulik, Kecamatan Bulik. Tulisan ini kemudian diterbitkan oleh Biro Hukum Setda Provinsi Kalimantan Tengah pada tahun 2008, dengan judul "Hukum Adat Dayak Blaman Kabupaten Lamandau.". - "Adat Istiadat dan Seni Budaya Masyarakat Blaman Bulik", ditulis oleh Edi Yakob, dicetak pada tahun 2008 di Yogyakarta oleh Penerbit Kanisius. Sebagaimana dijelaskan oleh Yosepha dan Jelahu (2019:236) kata “Blaman“ berasal dari Bahasa Bulik yang berarti “pedesaan”. Menurutnya Dayak Blaman adalah Suku Dayak yang masyarakatnya terpencar di desa-desa sekitar Sungai Bulik dan Mentobi, antara lain Desa Sungkup, Nanga Koring, Toka, Sepondam, Merambang, Batu Tunggal, Kemujan, Pedongatan, Melata, Nanuah dan Lubuk Hiju. Namun p

DAYAK TOMUN (bagian 1)

Gambar
Dayak Tomun adalah nama satu kelompok suku-bangsa Dayak yang berdiam di daerah perbatasan antara Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat, secara spesifik di hulu sungai Lamandau, khususnya di sepanjang anak sungai Bulik, Delang, Batang Kawa dan Belantikan serta bagian sungai-sungai kecilnya. Pada masa kolonial Belanda, kelompok Dayak Tomun disebut dengan Dayak Mama atau Dayak Mamak (Malinckordt 1924/25: 399) satu istilah yang berkonotasi negatif dan bersifat peyoratif. Pada peta tahun 1900 yang dibuat oleh Zending Basel, nama Dajak Mama disebutkan untuk menunjukkan kelompok masyarakat Dayak atau non-Melayu yang berada di wilayah Kotawaringin. Dalam buku Tjilik Riwut (1958:184), tulisan klasik yang sering dikutip begitu saja tanpa sikap kritis seolah data yang tidak terbantahkan, suku Dayak Tomun disebutkan sebagai bagian dari suku-suku kecil Dayak Ngaju dengan nama Dayak Bulik, Batang Kawa, Belantikan dan Lamandau. Namun perlu dicermati bahwa pada bagian lain Riwut (1958: 187) juga me