BIAJU, NGAJU DAN DAYAK NGAJU (Bagian 2)

BIAJU, NGAJU DAN DAYAK NGAJU
(Bagian 2)



Catatan di atas geladak kapal dan bersumber dari mulut penutur asing itu tentulah bias dan sangatlah berbeda dari catatan seseorang yang bertemu langsung dengan orang Dayak Ngaju. Antonio Ventimiglia, seorang pastor kebangsaan Portugis, yang diam, tinggal dan hidup bertahun-tahun di tengah orang Dayak Ngaju, memakai kata Ngaju dan tidak Biaju. Ketika berkirim surat ia melaporkan bahwa ia tinggal di satu wilayah yang bernama Rio Ngaju atau Sungai Ngaju (Ferro [1690]1705 via Baier 2002, Demarteau 2006: 4).

Pada masa awal, pemerintah kolonial Belanda di Banjarmasin juga memungut istilah Biaju begitu saja dan memakainya sebagai istilah teknis dalam tata administrasi kependudukan dan laporan-laporan. Karena itu dalam literaturliteratur dan arsip-arsip Belanda sebelum abad 19, istilah Biaju dipakai sebagai istilah generik atau kolektif. Biaju dipakai dalam pengertian Dayak secara umum, yang dipukul rata sebagai Ngaju, karena itu kata Ngaju, dalam literatur-literatur tersebut, juga bisa berarti orang Ma’anyan dan Bukit (Ave 1972:185). Generalisasi semacam ini tampak dari pembagian suku yang dipakai oleh Tjilik Riwut (1958). Karena memakai sumber-sumber sebelum Perang Dunia Kedua yang memang cenderung pada generalisasi (1958: 190, bdk. Nila Riwut 2003: 64- 65), ia memasukkan suku Dayak Ma’anyan, Lawangan dan Dusun sebagai bagian dari Dayak Ngaju. Bahkan orang Dayak Meratus [yang terdapat di Tapin, Amandit, Labuan Amas, Alai, Pitap dan Balangan], Dayak Pasir yang terdapat di Kalimantan Timur, orang Dayak Tumon di sungai Lamandau, Batang Kawa dan Bulik, juga dimasukkannya sebagai bagian dari suku Dayak Ngaju. (1958: 184, bdk. 2003: 63). Tentu saja fakta empirik tidaklah demikian, orang Dayak Ma’anyan bukanlah orang Dayak Ngaju, begitu juga dengan orang Dayak Tumon. Ketika melakukan penelitian saya berjumpa dengan beberapa orang Dayak Ma’aanyan dan Dayak Tumon yang keberatan dan memprotes generalisasi ini.   (BERSAMBUNG KE BAGIAN 3)



Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENGKHOTBAH DAN BUDAK-BELIAN, NYANYIAN PARODI

RIWAYAT HIDUP DAN KARYA AUGUST FRIEDERICH ALBERT HARDELAND

MENGENANG BETHABARA