BIAJU, NGAJU & OLOH NGAJU (Bagian 5)
BIAJU, NGAJU & OLOH NGAJU
(Bagian 5)
Hardeland (1858: 87) juga mencatat ada jenis tanaman padi yang bernama parei Dayak (padi Dayak) yaitu padi yang batangnya pendek namun berdiameter besar/gemuk. Dalam pengamatan saya, kenapa padi ini disebut padi Dayak, tidak hanya batang padinya yang pendek dan gemuk, tetapi juga bentuk bulir padinya berbentuk pendek dan gemuk. Pada pertengahan abad ke-18 (sekitar 1761-1794) dalam surat-menyurat para pedagang Belanda di Banjarmasin disebutkan tentang komoditas rotan yang berasal dari wilayah orang Dayak yang disebut dengan nama rotan Dayak, rotan Biadjoe, dan rotan Dusun (Knappen, 2001: 355).
Pada masa kini, terutama di pedesaan, masih ditemukan pemakaian kata dadayak. Ternyata, kata ini tidak hanya ditujukan untuk manusia tetapi juga untuk seekor ayam. Seorang petani Dayak Ngaju yang memelihara banyak ayam kampung, suatu ketika menunjukkan kepada saya ayam peliharaannya dan berkata “Lihat ayam itu kalau berjalan dadayak”. Ayam yang ditunjuknya memang gemuk dan berkaki pendek sehingga kalau berjalan agak limbung karena menyandang berat badannya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa baik pemberian nama Biaju maupun Dayak sangatlah bersifat eksonem artinya diberi atau penamaan oleh orang luar. Pertama-tama oleh orang Melayu untuk menyebutkan penduduk asli pulau Kalimantan yang tidak beragama Islam. Kemudian penamaan ini diambil begitu saja oleh pemerintah kolonial Belanda. Karena itu, pada tahap awal orang Ngaju tidak menyebut dirinya Dayak, bahkan tidak merasa bahwa dirinya adalah orang Dayak. Mereka hanya tahu bahwa sebutan itu muncul dari mulut orang luar atau para pendatang yang dipakai untuk merendahkan atau menghina diri mereka.
Bila bertemu dengan orang luar, mereka lebih senang mengidentifikasi diri berdasarkan nama sungai-sungai dimana kampung atau tanah kelahiran mereka berada, misalnya oloh Katingan (orang dari daerah aliran sungai Katingan), oloh Kahayan (orang dari daerah aliran sungai Kahayan), oloh Kapuas (orang dari daerah aliran sungai Kapuas)atau oloh Barito (orang dari daerah aliran sungai Barito). Dayak artinya sama dengan orang buas, tidak beradab, biadab, liar, kejam, primitif, pemenggal kepala, tidak beragama, pemakan daging manusia (kanibal), bodoh, dan berekor seperti monyet dst..
Pada awal abad 20, ketika semangat nasionalisme berhembus kuat di kepulauan nusantara yang ditandai dengan kebangkitan rasa kebangsaan. Kelompok terdidik Dayak, yang pada waktu itu sudah menduduki beberapa posisi di pemerintahan Belanda, tidak luput dari semangat ini. Mereka dengan sadar mengadopsi kata Dayak dan membangun kebanggaan diri menjadi orang Dayak. Pada tahun 1919 mereka mendirikan satu organisasi sosial politik berbasis etnis yang bernama Pakat Dayak atau Sarekat Dayak. Sejak saat itu, nama Dayak dipakai oleh orang Dayak sendiri sebagai nama generik untuk mempersatukan semua suku-suku di Kalimantan yang bukan Melayu atau Banjar. Identitas Dayak dipakai untuk memperjuangkan hak-hak sosial-politik, dibawa masuk ke pentas perjuangan politik nasional, sejajar dengan identitas lain. Sebelum Perang Dunia Kedua, sudah tampak ada sepuluh organisasi yang memakai nama Dayak yaitu:
1. Pakat Dayak atau Sarekat Dayak, berdiri tahun 1919 oleh Hausmann Baboe
2. Koperasi Dayak, berdiri tahun 1920 oleh Lui Kamis
3. Hollandsch Dayaksche School, berdiri tahun 1924 oleh Aktivist Pakat Dayak
4. Pakat Guru Kristen Dayak, berdiri tahun 1926 oleh Hendrik Sima Binti
5. Jong Dajak, berdiri tahun 1933 oleh A.R. Tahat & J. Lampe
6. Gereja Dayak Evangelis, berdiri tahun 1935 oleh Zending Basel
7. Comite Kesedaran Bangsa Dajak, berdiri tahun 1938 oleh Mahir Mahar
8. Kaoem Wanita Dayak,, berdiri tahun c.1938 oleh Bahara Nyangkal
9. Kepandoean Bangsa Dajak, berdiri tahun c.1938
10. Christelijk Hollandsch Dayaksche School, berdiri tahun c. 1940 oleh B. Sandan
Untuk membedakan diri dari suku-suku Dayak lainnya, misalnya Ma’anyan, Dusun, Lawangan, atau Ot Danum maka kata Dayak dijadikan prefiks, sehingga menjadi Dayak Ngaju. Begitu juga dengan suku-suku lain, sehingga muncullah Dayak Ma’anyan, Dayak Dusun, dst.. Dengan demikian muncul penamaan baru yaitu Dayak Ngaju. Identitas ini dipakai hingga kini, jikalau kita bertanya, “Apakah kamu orang Dayak ?”, maka jawabannya adalah “Ya saya Dayak, yaitu Dayak Ngaju”. Jawaban lainnya adalah,”Saya Dayak Ngaju dari sungai Kapuas”. Terminologi Dayak Ngaju telah diadopsi, dipakai dalam kehidupan sehari-hari oleh orang Ngaju.. SELESAI
Ijin share akan isi postingan intu blog infoitah.com, terima kasih.
BalasHapus