Dayak Tomun 4
𝗣𝗔𝗥𝗔 𝗟𝗘𝗟𝗨𝗛𝗨𝗥 𝗬𝗔𝗡𝗚 𝗠𝗔𝗕𝗨𝗞 𝗝𝗔𝗠𝗨𝗥
Orang-orang Dayak Tomun yang saya jumpai selalu mengajukan pengakuan bahwa mereka semua berasal dari satu tempat atau asal-usul yang sama yaitu Kerajaan Sarang Pruya, satu tempat yang sekarang ini berada di hulu Sungai Batang Kawa berbatasan dengan Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat.
Sebelum eksistensi di Sarang Pruya, juga diceritakan tentang sejarah asal-usul nenek moyang yang diturunkan ke bumi, namun gagal karena setiap kali diturunkan mati dilahap oleh hantu. Hingga akhirnya datang seekor anjing yang menggonggong keras sehingga hantu lari terbirit-birit dan akhirnya manusia bisa mendiami bumi.
Karena itu orang Dayak Tomun sangat menghargai anjing. Pada masa lalu anjing juga ikut serta ditiwahkan saat majikannya ditiwahkan. Tiwah adalah ritual keagamaan terakhir dalam sistem kepercayaan orang Dayak.
Kebersamaan di Sarang Pruya berakhir saat negeri itu dilanda wabah cacar. Penduduk tercerai-berai, tersebar ke berbagai tempat untuk menyelamatkan diri antara lain: Sungai Jelai, Arut, Lamandau, Kumai dan puluhan anak sungai kecil lainnya. Karena hidup terpisah maka terjadi perbedaan dialek bahasa antara mereka, kendatipun demikian masih bisa saling mengerti atau "nomun".
***
Berkaitan dengan perbedaan dialek bahasa, orang Dayak Tomun yang berdiam di Sungai Arut menuturkan "Mitos Kulat Perah". Konon katanya, pada masa lalu para leluhur memiliki satu bahasa yang sama. Pada satu ketika mereka mengadakan satu pesta besar yang dihadiri banyak orang. Dalam pesta itu dihidangkan berbagai hidangan daging yang telah dicampur jamur hutan (kulat perah).
Usai makan semua peserta pesta mabuk jamur yang menyebabkan ucapan mereka kacau-balau dan berbeda-beda. Huruf “o“ menjadi "a" atau “u“ atau sebaliknya “u“ menjadi "a" atau “o“. Akibatnya satu dengan yang lain tidak saling mengerti.
Hingga ada seseorang yang sadar akan perbedaan yang menjadi sumber kekacauan itu. Ia mengajarkan bagaimana memahami atau menterjemahkan dialek bahasa yang kedengarannya aneh dan asing bagi mereka. Dengan cara itu akhirnya mereka dapat memahami atau dapat mengerti dialek bahasa satu dengan yang lain. Dalam bahasa Dayak Tomun di Sungai Arut, kata “tomun” atau “menomunkan” berarti “menterjemahkan”. [*MM*]
𝗣𝗘𝗥𝗜𝗡𝗚𝗔𝗧𝗔𝗡 !
𝗦𝗮𝘆𝗮 𝗧𝗜𝗗𝗔𝗞 𝗺𝗲𝗻𝗴𝗶𝘇𝗶𝗻𝗸𝗮𝗻 𝘀𝗶𝗮𝗽𝗮𝗽𝘂𝗻 𝘂𝗻𝘁𝘂𝗸 𝗺𝗲𝗺𝗮𝗸𝗮𝗶 𝗮𝘁𝗮𝘂 𝗺𝗲𝗻𝗴𝗮𝗺𝗯𝗶𝗹 𝘁𝘂𝗹𝗶𝘀𝗮𝗻 𝗶𝗻𝗶 𝘂𝗻𝘁𝘂𝗸 𝗱𝗶𝘁𝗲𝗿𝗯𝗶𝘁𝗸𝗮𝗻 𝗱𝗮𝗹𝗮𝗺 𝗯𝗲𝗻𝘁𝘂𝗸 𝗮𝗽𝗮𝗽𝘂𝗻 𝗮𝘁𝗮𝘂 𝗺𝗲𝗻𝗴𝗮𝗹𝗶𝗵𝗸𝗮𝗻𝗻𝘆𝗮 𝗸𝗲 𝗯𝗲𝗻𝘁𝘂𝗸 𝘃𝗶𝗱𝗲𝗼, 𝘁𝗶𝗸𝘁𝗼𝗸, 𝘆𝗼𝘂 𝘁𝘂𝗯𝗲 𝗱𝗹𝗹..
Komentar
Posting Komentar