DAYAK AGABAG (Bagian 2)

 






Ada beberapa sumber yang dapat dipakai untuk mengetahui apa, siapa dan bagaimana orang Agabag. Salah satunya adalah tulisan-tulisan pada masa kolonial oleh para pegawai pemerintah kolonial. Tentu saja tulisan itu harus dibaca dengan kritis karena ditulis sesuai dengan semangat zaman pada saat proses penulisan berlangsung, juga berdasarkan sudut pandang, kepentingan dan selera tertentu dari penulisnya. Tulisan-tulisan itu tidak murni atau bebas nilai. Terkadang di dalamnya memuat tudingan, penghakiman atau penilaian semena-mena.
Salah satu buku yang memuat informasi tentang Dayak Agabag pada masa kolonial adalah ๐‘ถ๐’๐’” ๐’Ž๐’๐’๐’Š ๐‘ฐ๐’๐’…๐’Š๐’†: ๐‘ผ๐’Š๐’• ๐‘ซ๐’‚๐’‹๐’‚๐’Œ๐’๐’‚๐’๐’…; ๐‘ฒ๐’Š๐’‹๐’Œ๐’‹๐’†๐’” ๐’Š๐’ ๐’‰๐’†๐’• ๐’๐’†๐’—๐’†๐’ ๐’—๐’‚๐’ ๐’…๐’†๐’ ๐’Œ๐’๐’‘๐’‘๐’†๐’๐’”๐’๐’†๐’๐’๐’†๐’“ ๐’†๐’ ๐’›๐’Š๐’‹๐’๐’† ๐’๐’Ž๐’ˆ๐’†๐’—๐’Š๐’๐’ˆ (Hindia Kita Yang Indah: Dari Tanah Dayak: Kehidupan Sehari-Hari Di Sekitar Para Pemburu Kepala). Dikarang oleh ๐‰. ๐‰๐จ๐ง๐ ๐ž๐ฃ๐š๐ง๐ฌ, seorang Pegawai Pangreh Praja (Controleur van het Binnenlands Bestuur). Buku yang terbit pada 1922 ini memuat laporan perjalanannya ke beberapa tempat di Pulau Kalimantan: sepanjang Sungai Mahakam, Apo Kayan, Pujungan, Lepo Maut, Tanah Tidung, dan Sungai Barito (Banjarmasin). Dalam tulisannya mengenai Tanah Tidung, sebanyak 28 halaman, ia lebih banyak membicarakan orang Agabag yang pada masa itu disebut orang Tinggalan.
***
Tipikal tulisan zaman kolonial, Jongejans menggambarkan orang Dayak sebagai masyarakat terasing, terpencil, liar, tidak teratur, menetap di tempat yang tidak layak huni dalam kondisi primitif dan tidak mau tunduk kepada kekuasaan Eropa maupun Sultan Bulungan.
Jongejans menginformasikan bahwa orang Tinggalan bertetangga dengan orang Putuk dan Tidung. Orang Tinggalan digambarkan sebagai kelompok yang diperdaya secara ekonomi oleh para pedagang pantai. Mereka masuk ke wilayah pedalaman, membeli hasil alam dengan harga murah dan kemudian menjualnya dengan harga mahal kepada para pedagang Cina. Kemudian mereka membuat orang Dayak menghabiskan penghasilan mereka dalam perjudian dadu, kartu dan sabung ayam. Akhirnya orang Dayak terjerat hutang. Dengan cara itu mereka terpaksa masuk hutan kembali mencari hasil hutan untuk diserahkan sebagai pembayar hutang.
Orang Tinggalan juga terjebak dalam politik dagang, bila mereka turun ke hilir membawa hasil alam dagangan mereka untuk menjual langsung ke pedagang Cina maka harganya tidak lebih baik bila menjualnya kepada perantara.
Pada masa Jongejans berkuasa, ia membuat kebijakan agar ada perdagangan langsung tanpa perantara. Pada saat itu, orang Tinggalan sangat heran menerima begitu banyak uang untuk barang jualan mereka yang selama ini dihargai sangat rendah.
Orang Tinggalan digambarkan lemah secara politik dan berada kekuasaan Sultan Bulungan. Agar setia dan tidak memberontak, para kepala suku dianugerahi gelar Pangeran yaitu Pangeran Muda.
Selain tentang kedudukan perempuan, tata-cara pernikahan, merawat anak, ritual pada saat wabah penyakit, ritual penguburan dan kematian, tradisi minum tuak, Jongejans juga melaporkan tentang kondisi kesehatan orang Tinggalan pada waktu itu. Dilaporkan pada 1905 sekitar 25% dari populasi meninggal dunia karena cacar sehingga seluruh daerah aliran sungai tidak berpenghuni.
Jongejans juga menuturkan betapa sederhana dan bersahajanya orang Tinggalan. Mereka digambarkan sebagai orang yang berkebutuhan sedikit dan tidak punya ambisi untuk meningkatkan tarap hidup. Ia menyebutkan orang Tinggalan sebagai orang yang malas menanam padi dan berpuas diri dengan umbi-umbian yang kurang enak dan kurang bergizi. Mereka makan nasi pada saat-saat perayaan saja.
Kisah aneh yang eksotik juga dilaporkan oleh Jongejans yaitu tentang sumpah tertinggi orang Tinggalan dengan cara memakan telinga anjing. Ia menceritakan tentang seorang pengayau kejam yang bernama Akal. Ia diminta bersumpah untuk berhenti mengayau dengan mengucapkan sumpah yang dilanjutkan dengan menelan telinga anjing dengan seteguk air. Namun dilaporkan bahwa sumpah itu tidak ditaati oleh Akal. Ia tetap saja melakukan praktik pengayauan, karena itu ia disarankan untuk pindah ke wilayah Inggris.
***
Tulisan Jongejans tentang orang Tinggalan merupakan salah satu contoh tulisan yang memperlihatkan bagaimana orang luar (๐’๐’–๐’•๐’”๐’Š๐’…๐’†๐’“) membicarakan/menulis tentang apa, siapa dan bagaimana orang Agabag. Mungkin ada yang sesuai, tapi mungkin juga ada yang tidak sesuai bahkan bertentangan. Orang Agabag masa kini pasti akan marah dan protes keras saat disebut sebagai “pemalas“ atau “tidak mau bekerja keras“. Akan bertambah marah saat ditulis sebagai masyarakat pemakan babi, pemabuk dan melakukan praktik seks bebas.
Pada tataran inilah generasi muda Dayak Agabag masa kini ditantang untuk secara kritis dapat melakukan penggambaran diri sendiri (๐’‚๐’—๐’๐’˜๐’‚๐’) untuk mengimbangi sisi negatif dari penggambaran diri oleh orang lain (๐’‚๐’”๐’„๐’“๐’Š๐’‘๐’•๐’Š๐’๐’). [*MM*].
Keterangan Foto: Controleur J.Jongejans bersama dengan dua pemburu kepala Tingalan di Tanah Tidung, Kalimantan Timur Laut. Tanggal tidak diketahui

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENGKHOTBAH DAN BUDAK-BELIAN, NYANYIAN PARODI

RIWAYAT HIDUP DAN KARYA AUGUST FRIEDERICH ALBERT HARDELAND

MENGENANG BETHABARA