PANALA



𝐏𝐀𝐍𝐀𝐋𝐀 

Kosakata ini nyaris tidak dikenal oleh orang Dayak Ngaju masa kini. Beberapa orang yang telah berambut putih, dan berusia lebih dari setengah abad yang saya jumpai di kota Palangka Raya, pun hanya menggelengkan kepala sebagai tanda tidak tahu ketika saya bertanya apa arti kata “panala“.
Jawaban receh, namun benar adanya, yang saya dapatkan adalah, “Itu kan nama bioskop jadul yang sekarang telah menjadi Palangka Raya Mall (PALMA).
***
Kata “panala“ memang bukanlah sesuatu yang umum, dan bukan merupakan bagian dari bahasa Dayak Ngaju sehari-hari. Kata ini merupakan bagian dari bahasa sakral (𝒃𝒂𝒔𝒂 π’”π’‚π’π’ˆπ’Šπ’‚π’π’ˆ) yaitu bahasa para imam Dayak Kaharingan saat melakukan ritual.
Secara literal, kata “panala“ berarti “bulan“. Penggunaan kata “panala” dapat kita dengar saat para imam Dayak Kaharingan melakukan ritual “π’Žπ’‚π’π’‚π’˜π’–π’““ yaitu ritual menabur beras untuk berkomunikasi, memohon doa atau meminta pertolongan para sosok ilahi. Dalam formula doa yang terdiri dari bagian laki-laki (π’•π’‚π’π’…π’‚π’Œ 𝒉𝒂𝒕𝒖𝒆) yang memakai bahasa sehari-hari dan bagian perempuan (π’•π’‚π’π’…π’‚π’Œ π’ƒπ’‚π’˜π’Š) yang memakai bahasa sakral dituturkan bahwa untuk menjadi beras maka benih padi harus berproses sekian “bulan” atau sekian “panala”.
***
Dalam Kamus Dayak-Jerman (π‘«π’‚π’‹π’‚π’„π’Œπ’”π’„π’‰-𝑫𝒆𝒖𝒕𝒔𝒄𝒉𝒆𝒔 𝑾𝒐̈𝒓𝒕𝒆𝒓𝒃𝒖𝒄𝒉) karangan August Hardeland yang terbit pada tahun 1859, diperlihatkan bahwa kata “panala” berarti “bulan”. Namun kamus itu juga memperlihatkan bahwa kata “panala“ pada sekitar 164 tahun yang lalu masih dipakai oleh orang Dayak Ngaju sebagai bagian bahasa sehari-hari.
Hardeland memperlihat dua contoh penggunaan kata “panala” dalam konteks sehari-hari:
“𝑷𝒂𝒏𝒂𝒍𝒂 𝒃𝒖𝒏𝒕𝒆𝒓 π’‚π’π’†π’Ž 𝒕𝒐𝒉” (Bulan purnama pada malam ini).
“𝑷𝒂𝒏𝒂𝒍𝒂 π’“π’‚π’‰π’Šπ’‚π’ π’‚π’Œπ’– π’ƒπ’‚π’•π’π’π’‚π’Œ” (Bulan depan aku akan berangkat).
Hardeland juga menyatakan bahwa kata “panala“ adalah “bahasa π’‘π’‚π’π’Š/𝒕𝒂𝒃𝒖“. Hal itu terjadi karena ada ibu-ibu yang memakai nama “bulan“ sebagai nama diri. Karena itu adalah π’‘π’‚π’π’Š/𝒕𝒂𝒃𝒖 bagi anak-anak untuk mengucapkan kata “bulan“ yang adalah nama ibunya, sebab itu diganti dengan kata “panala“.
***
Sampai sekarang kita belum tahu secara pasti kenapa salah satu bioskop di kota Palangka Raya pada masa lalu itu diberi nama “Bioskop Panala“. Namun setidaknya kita sekarang ini tahu bahwa “panala“ itu artinya “bulan“. [*MM*].

CATATAN: SAYA TIDAK MENGIZIN SIAPAPUN UNTUK MENERBITKAN TULISAN SAYA INI DI MEDIA MANAPUN, ATAU MENGALIHKANNYA KE BERBAGAI MEDIA LAIN MISALNYA YOU TUBE, TIK-TOK, INSTAGRAM DLL.. SILAKAN SHARE ATAU BERBAGI DENGAN MENEKAN TOMBOL SHARE.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENGKHOTBAH DAN BUDAK-BELIAN, NYANYIAN PARODI

RIWAYAT HIDUP DAN KARYA AUGUST FRIEDERICH ALBERT HARDELAND

MENGENANG BETHABARA