MAMEH AND HUMUNG AMONG THE NGAJU DAYAK

 MAMEH AND HUMUNG AMONG THE NGAJU DAYAK

Ada beberapa diksi untuk menyebut "dungu" dalam bahasa Dayak Ngaju antara lain "mameh, bureng, paleng, buntat, humung". Tentu saja itu bukan sekedar "kata", di dalamnya terdapat "konsep" atau "pengertian" tentang apa itu "dungu" (fool).
Saya ingin menelusuri konsep "dungu" melalui satu foklore orang Dayak Ngaju di Kalimantan Tengah yaitu Bapa Palui. Melalui foklore Bapa Palui ini kita dapat mengetahui kenapa seseorang itu disebut "mameh, paleng, buntat, humung".
***
Bapa Palui adalah seorang suami yang tidak hanya pemalas, dan naif, tetapi juga bodoh.
Suatu hari, di pinggir hutan istrinya mendapat seekor rusa yang terjebak dalam perangkap. Karena terlalu berat membawa pulang seekor rusa secara utuh, maka ia memenggal leher rusa itu dan meninggalkannya di atas tunggul kayu di pinggir telaga.
Sesampai di rumah, ia meminta suaminya Bapa Palui untuk mengambil kepala rusa yang ia tinggalkan di atas tunggul di tepi telaga yang terletak di pinggir hutan.
Hampir setengah hari Bapa Palui pergi dan tidak kembali. Hal itu menggelisahkan Indu Palui. Ia mengira telah terjadi sesuatu dengan Bapak Palui. Karena itu ia bergegas ke telaga di pinggir hutan menyusul Bapak Palui.
Sesampainya di tujuan, Indu Palui melihat suaminya duduk basah kuyup di pinggir telaga sambil menggigil kedinginan. Ia keheranan dan bertanya, "Apa yang terjadi?"
Dengan polos Bapa Palui menunjuk ke dalam telaga yang bening sambil berkata, "Lihat itu, saya melihat kepala rusa yang kamu maksudkan terdapat di dasar telaga. Jadi saya berusaha untuk menyelam untuk mengambilnya. Namun ketika saya sudah berenang dan menyelam kepala rusa itu tidak ada dan menghilang".
Indu Palui sangat marah melihat betapa dungunya Bapa Palui. Ia mengambil sepotong kayu dan memukul Bapa Palui. Saking kerasnya ia memukul hingga membuat semua kotoran mata (kitat) kotoran hidung, (burek), kotoran telinga (taning) Bapa Palui keluar berjatuhan. Konon katanya, sejak saat itu Bapa Palui berhenti menjadi orang dungu.



***
Dari foklore ini tampak bahwa dungu itu adalah bila melakukan pekerjaan yang salah secara terus menerus tanpa hasil dan terus dilakukan tanpa ada kesadaran untuk perbaikan. Memperjuangkan sesuatu yang tidak realistis, hanya ilusi, bayangan, atau fatamorgana. Dungu itu tidak mampu melihat obyek atau kebenaran yang sebenarnya, terpaku pada bayangan yang tidak nyata.
***
Kedunguan Bapa Palui sering kita pentas ulang pada masa kini. Salah satunya adalah dengan meributkan symptom, gejala atau fenomena dari sesuatu yang dianggap persoalan, dan sama sekali tidak ada melakukan tindakan apapun untuk menyelesaikan akar masalah dari persoalan itu. Kita gaduh, ribut, dan omong banyak tetapi pada tataran symptom, gejala atau fenomena saja. Ketika diajak untuk bergerak menyelesaikan "akar masalah" kita pun lari bersembunyi dan bungkam seribu bahasa.
Kita ribut pada bagian hilir karena air sungai kotor dan tidak layak diminum, namun kita tidak melakukan tindakan apapun untuk membenahi sumber mata air yang terdapat pada bagian hulu.
Lebih konyol lagi, kita dengan gegabah memaksa seseorang agar minum obat demam malaria pada saat melihat seseorang menggigil dan lemah, padahal orang tersebut tidak sakit tetapi hanya tiga hari tidak makan.
Kita bisa saja menjadi seperti Bapa Palui, sepanjang hari bekerja keras dan basah kuyup, membuang tenaga dan waktu untuk menyelami bayangan kepala rusa.
***
Bagaimana agar tidak dungu ? Akh...foklore ini menceritakan perlu "tindakan keras" dari Indu Palui agar "kotoran-kotoran" atau "bongkahan kebodohan" (butup kabureng) sumber kedunguan itu terpental keluar dan lepas dari diri kita.

CATATAN: SAYA TIDAK MENGIZIN SIAPAPUN UNTUK MENERBITKAN TULISAN SAYA INI DI MEDIA MANAPUN, ATAU MENGALIHKANNYA KE BERBAGAI MEDIA LAIN MISALNYA YOU TUBE, TIK-TOK, INSTAGRAM DLL.. SILAKAN SHARE ATAU BERBAGI DENGAN MENEKAN TOMBOL SHARE.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENGKHOTBAH DAN BUDAK-BELIAN, NYANYIAN PARODI

RIWAYAT HIDUP DAN KARYA AUGUST FRIEDERICH ALBERT HARDELAND

MENGENANG BETHABARA