Postingan

PERINTAH AGUNG

Gambar
Ayolah anjing-anjing menggigit menggonggong menjilatlah  untuk aku majikanmu Ayolah badut-badut melawak membanyol meluculah untuk aku tuanmu Hei...kamu ! Iya kamu...! kamu dan kamu.. dengarkanlah SEPULUH SABDA jadilah pelayan yang sungkan melawan jadilah buruh yang tak enggan disuruh jadilah budak yang tak berontak jadilah hamba yang setia jadilah kuli yang mengabdi jadilah babu yang lugu jadilah batur yang mudah diatur jadilah jongos yang polos jadilah pesuruh yang tak pernah kisruh jadilah kacung yang tak pernah untung Ringkasnya ! jadilah bedebah yang selalu pasrah Teriakanlah kata: ya ! ya ! ya ! untuk semua perkataanku... aku...aku...aku...tuanmu satu kali lagi...tuanmu Eh...untuk kamu-kamu... si lidah panjang si bibir manis si mulut madu si muka jelita kawanan para penjilat gerombolan pencari muka aku perlu kamu-kamu aku harus membesarkan egoku sebesar-besarnya...sehingga yang lainnya j

PENGKHOTBAH DAN BUDAK-BELIAN, NYANYIAN PARODI

Gambar
PENGKHOTBAH DAN BUDAK-BELIAN NYANYIAN PARODI “Itah belum hong kalunen kilau huang jangkut wei Nupin itah kanih kate, puna rami sanang wei Oloh Barat panjang bitie, hai penang buntis aie Amun bue hong kamburi,  ela mikeh tejep wei” Lagu Parodi pasti akan bikin sakit hati. Karena hanya nada lagu yang dipakai tetapi kata-katanya adalah “plesetan” atau “plintiran” bahkan “ejekan” atau “cemohan”. Waktu kecil saya pernah ikut-ikutan  memplesetkan Nyanyin Ungkup atau Nyanyian Jemaat yang biasa dinyanyikan di gereja. Hal itu tentu saja membuat marah orangtua, paman-bibi, kakek-nenek kami yang adalah para Penatua dan Diakon. Lagu itu diambil dari Nyanyin Ungkup (Nyanyian Jemaat – Bahasa Dayak Ngaju) No. 288  Yang kemudian diplesetkan sesuka hati dengan makna yang jauh berbeda. Dulu saya pernah mengenal beberapa mahasiswa usil  yang melakukan kreativitas nakal dengan Kidung Jemaat No. 424, yaitu menghilangkan huruf “r” pada kata “bersinar”. Hasilnya adalah efek jenaka yaitu

Pawel Kuczynski

Gambar
SEORANG BUDAK DAN BELENGGU EMASNYA Gambar yang menampar. Lukisan satir yang menyindir. Ilustrasi yang provokatif. Itulah sederet kalimat yang terucap ketika menatap “Slave Painting Chains Gold,” yang dihasilkan oleh Pawel Kuczynski, seorang pelukis hebat dari Polandia. Saya menyebut karya-karya Pawel Kuczynski sebagai “Lukisan-Lukisan Pembebasan”, karena ketika saya menatap lukisan-lukisannya yang nyinyir, berkesan cerewet itu, maka saya dipaksa untuk bertanya, “Apa yan g salah dengan dunia ini?” Ketika seseorang berani bertanya, itulah awal pembebasan. Lihatlah lukisan-lukisannya tentang smartphone dan sosial media....amboi sangat menohok ulu hati dan menyengat kesadaran kita. Kita dibuat terpojok dan sangat malu, tapi dengan cara yang cerdas. “Slave Painting Chains Gold,” adalah salah satu lukisan Pawel Kuczynski yang sering saya pakai dengan tujuan untuk membangun kesadaran dalam benak para murid. Lukisan ini berbicara tentang hitam-legam kehidupan seorang budak-bel
Gambar
MENTALITAS SI PALUI : LEBIH BAIK BODOH DARI PADA MATI Si Palui adalah sosok Pin-Pin Bo (Pintar-Pintar Bodoh) yang hidup dalam cerita jenaka orang Banjar. Selain sebagai cerita lucu, Si Palui juga merupakan cerminan karakter atau mentalitas seseorang yang cenderung pintar tapi bodoh. Karena itu, di kalangan penutur bahasa Banjar, ada satu kalimat yang menunjukkan tingkah laku, kararkter atau mentalitas ala Palui yaitu “mamalui”, contoh dalam kalimat, “Mamalui ja gawian  sidin tu.” Dalam beberapa cerita Si Palui digambarkan sebagai pribadi kocak, yang piawai membangun pembenaran-pembenaran atas kekonyolan yang ia lakukan. Salah satu cerita yang menunjukkan karakter itu adalah tentang bagaimana ia meminum air kobokan yang melahirkan filosofis melegenda ala Palui yaitu “Baik unda bungul dari pada unda mati” (Lebih baik aku bodoh dari pada aku mati). Agar semua kita bisa menikmati, cerita humor ini saya terjemahkan secara bebas ke bahasa Indonesia. Si Palui diundang oleh tetangg
Gambar
MANUSIA BERMARTABAT DAN MANUSIA BUSUK Manusia bermartabat itu berkata, "Lebih baik MATI dari pada BODOH."  Baginya untuk apa HIDUP tetapi sebenarnya MATI. Mati dalam berfikir, berbicara, berkehendak dan bertindak. Lebih baik mati mulia, daripada hidup nista dalam alam KEBODOHAN. Manusia busuk itu berkata, "Lebih baik BODOH dari pada MATI". Untuk itu ia siap menjelata sebagai hamba, tunduk merunduk bagaikan cecunguk. Selalu siap diarahkan bagaikan seekor kerbau dungu. Bak seekor ular, dengan tak tahu malu, d iam-diam ia berkelindan,bergerak licin di lumpur kebohongan, menjalar di antara tumpukan kepalsuan. Mulutnya mendesiskan kesepakatan jahat dan siap menganga untuk menyemburkan kata-kata berbisa atau retorika dusta. Lidah panjang bercabang, yang pekat dengan lendir kebohongan, siap terulur untuk menjilat telapak kaki, bahkan lobang pantat si orang kuat. Tak ada lagi martabat atau harga diri. Semua itu sampah, yang nantinya dipakai dalam adegan